Padang- Haluan
Tak terpakainya ratusan miliar anggaran itu terungkap dalam rapat Komisi V DPRD Sumbar dengan mitra kerja tentang pertanggungjawaban APBD, Selasa (8/5). Dari Rp2,162 triliun APBD tahun 2017 untuk Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumbar, yang mampu direalisasikan hanya Rp1,8 triliun. Sebanyak Rp285 miliar diantaranya dan terletak pada pos belanja tak langsung tidak mampu direalisasikan.
Ketua Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat sangat menyesalkan ketidakmampuan Dinas Pendidikan merealisasikan anggaran yang diperuntukka bagi Organisasi Perangkat daerah (OPD) tersebut. Angka Rp285 miliar yang tak terbelanjakan tadi merupakan angka yang tidaklah sedikit. Disebut Hidayat nilai initerbilang fantastis. “Ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Di saat bidang-bidang lain kekurangan anggaran dan tak bisa dibantu , mereka membiarkan anggaran tersimpan dalam laci,” ucap Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar itu, Selasa siang.
Ia memaparkan, salah satu hal yang tak mampu direalisasikan Dinas Pendidikan dan menimbulkan sisa anggaran yang sangat tinggi adalah belanja gajidan tunjangan pegawai. Nilainya mencapai Rp124,5 miliar. Besarnya belanja dan tunjangan pegawai yang tak terealisasi, jelas dia, menandakan tidak akuratnya data yang dimiliki Dinas Pendidikan tentang jumlah pegawai yang ada di dinas itu.
Data yang tak akurat inilah yang kemudian ia nilai memicu terjadinya kelebihan anggaran, dan tidak terbelanjakan. “Program OPD lain banyak yang tak bisa dikerjakan, ada kebutuhan jalan lingkung, pembangunan Mesjid Raya yang masih terbengkalai, Main Stadium Lubuk Alung yang masih tak kunjung selesai, kebutuhan kesehatan, dan yang lain. Semua mendesak dianggarkan, tapi Dinas Pendidikan membiarkan uang bersisa,” ujarnya.
Berangkat dari kelemahan Dinas Pendidikan merealisasikan anggaran, imbuh dia, Komisi V menginginkan OPD itu tidak lagi mengulanginya di tahun sekarang dan masa yang akan datang. Khusus Dinas Pendidikan, ia minta agar tak menerima saja dana yang sesungguhnya tidak mereka butuhkan.
Hidayat menuturkan, Dinas Pendidikan harus membuat data yang valid berapa jumlah pegawai yang ada saat ini, berapa kebutuhan gaji dan tunjangan mereka. Jika ada kelebihan dana yang ditetapkan TAPD harus diinformasikan. “TAPD dan gubernur juga harus tau persoalan ini. Telah terjadi strategi penganggaran yang tidak betul. Masa Rp285 miliar yang tidak terbelanjakan, kalau dibangunkan untuk infrastruktur, dengan uang sebanyak itu, bisa selesai satu rumah sakit,” tukas Hidayat.
Lebih lanjut ia menyampaikan, pemerintah daerah jangan selalu mengatakan pada rakyat anggaran terbatas, ini tak bisa dibantu, itu tak bisa dibantu. Di lain sisi ada ratusan miliar anggaran yang tidak terealisasi.
Menanggapi ini, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar Burhasman Bur yang dihubungi via telfon mengatakan, anggaran yang tidak terserap itu paling besar terletak pada pos belanja tidak langsung. Yakninya dalam bentuk gaji dan tunjangan PNS. Gaji dan tunjangan ini, jelas dia, hanya bisa dibayarkan sesuai jumlah PNS yang SK mereka dikeluarkan oleh Dirjen Kemendikbud. “Maka hanya mereka yang berhak atau ada SK-nya yang kita bayarkan. Sisanya tidak bisa kita paksakan pembayarannya. Kami tadi sudah sampaikan ke DPRD dan mereka sudah maklum. Ke depan tentu harus kami siasati perhitungannya ,” kata Burhasman, Selasa (8/5).
Terkait pernyataan pihak dewan yang menyampaikan adanya kemungkinan data PNS Dinas Pendidikan yang tidak akurat dan menyebabkan anggaran berlebih, ia menegaskan, data PNS yang ada di dinasnya sudah valid. Ia menerangkan, dana berlebih terjadi karena anggaran yang diletakkan badan keuangan pada dinas yang ia pimpin memang berada di atas kebutuhan. “Kelebihan itu tak bisa kita hindari karena selama ini yang namanya anggaran gaji tidak pernah dibahas bersama OPD, itu langsung ditetapkan. OPD hanya menerima setelah jadi saja. Yang dibahas bersama kita itu hanya belanja langsung dalam bentuk kegiatan,” pungkasnya.
Oleh karena berdasarkan jumlah penerima dan SK tersebut, terangnya lagi, Organisasi Perangkat Daerah yang ia pimpin tidak bisa memaksakan agar anggaran itu habis. Pengelola keuangan memang meletakkan pembayaran gaji dan tunjangan tersebut ke dalam belanja tidak tetap, yang biasanya tidak dibahas terlebih dulu. “Belanja gaji pegawai yang bisa dibayar itu tentu yang sesuai dengan daftar, dan berdasarkan SK yang ada. Termasuk soal tunjangan, itu tergantung SK Dirjen di Kemendikbud. Jadinya karena sudah ditarok disitu (belanja tidak tetap), yang tidak habis ya kembali ke kas daerah. Itu saja masalahnya. Jadi, seakan-akan disini kami keliru, sebenarnya kami membelanjakan sesuai jumlah orang saja,” tutupnya.