Kemungkinan Pemanggilan Terkait Kasus Balairung, Bupati dan Wako di Sumbar Siap Bersaksi

Pembangunan Hotel Balairung berlangsung atas dasar kesepakatan bersama, sehingga Pemkab Pessel akan selalu siap jika harus memberikan keterangan sebagai saksi dalam upaya mengungkap tindakan pelanggaran hukum dalam pengelolaannya—(ERIZON, SEKDA PESSEL)

PADANG-HALUAN

Rencana Direktorat Reskrimsus Polda Sumbar untuk memanggil sejumlah kepala daerah sebagai saksi dalam pengusutan dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung, menuai ragam komentar dari beberapa bupati/wali kota. Beberapa di antaranya menyatakan siap bekerja sama, tetapi ada juga yang menyatakan tidak ikut serta sebagai pemegang saham pada hotel milik Pemprov Sumbar tersebut.

Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah kepada Haluan mengatakan, tidak ada masalah jika memang pihak kepolisian membutuhkan keterangan dari dirinya sebagai saksi dalam pengusutan dugaan korupsi atas dasar laporan masyarakat tersebut. “Kalau memang ada yang perlu diberikan keterangan, tentu tidak ada masalah. InsyaAllah saya siap untuk datang,” kata Mahyeldi, Senin (11/2).

Namun begitu, Mahyeldi menyatakan ia tak bisa memberikan komentar terhadap usaha pihak kepolisian dalam pengusutan dugaan korupsi pada hotel yang dikelola oleh PT Balairung Citrajaya Sumbar tersebut. “Itu kan masih dalam proses hukum. Saya tidak bisa mengomentari kasus itu,” ucapnya singkat.

Dukungan tentang kesiapan jika dipanggil sebagai saksi ikut diutarakan oleh Bupati Pesisir Selatan (Pessel), Hendrajoni. Ia juga menyatakan mendukung penuh langkah tegas kepolisian untuk mengusut sampai tuntas kasus dugaan korupsi tersebut. “Jika memang ada pemeriksaan dari penyidik di Polda, saya siap. Saya akan hadir memberikan keterangan,” ujarnya di Painan. Senin, (11/2).

Ia menegaskan, untuk memberi rasa keadilan kepada masyarakat luas, maka keadilan hukum memang harus benar-benar tegas tanpa memandang siapa yang mungkin terlibat. “Entah itu pejabat, orang kaya, masyarakat biasa, tetap yang namanya hukum harus adil. Sebab, hukum tidak bisa dibeli dengan uang. Saya mendukung langkah tegas pihak kepolisian mengungkap kasus ini,” katanya tegas.

Penegasan itu kemudian diulas oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pessel, Erizon. Ia bahkan menyebutkan, pembangunan Hotel Balairung berlangsung atas dasar kesepakatan bersama, sehingga Pemkab Pessel pun akan selalu siap jika harus memberikan keterangan sebagai saksi dalam upaya mengungkap tindakan pelanggaran hukum dalam pengelolaannya.

“Jika memang ada rencana penyidik memanggil sejumlah kepala daerah, Pessel tentu siap. Sebab, itu dibuat atas kesepakatan bersama. Hingga kini, besaran saham Pemkab Pessel di Hotel Balairung itu hanya sekitar satu sampai dua persen, dengan penyertaan modal awal sebesar Rp1 miliar pada 2010. Hanya satu kali itu saja,” kata Erizon.

Erizon juga menyebutkan, tahun ini Pemkab Pessel tidak ambil bagian dalam penyertaan modal di Hotel Balairung. Sebab, keberadaan hotel tersebut sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi daerah sehingga dinilai sebagai bisnis yang tak perlu dijamah lagi oleh pemerintah.

“Deviden hanya sekitar Rp13 sampai Rp14 juta, dan itu tidak kita ambil. Tapi kita jadikan akumulasi modal. Dulu pernah ditawarkan deviden Rp43 juta. Itu terlalu kecil dan kita tolak,” tutur Erizon lagi.

Erizon menilai, seharusnya pemerintah tidak bisa langsung mengelola secara keseluruhan dengan aspek bisnis seperti pengelolaan Hotel Balairung. “Saat itu, daerah ikut iuran. Namun, ternyata untuk lantai bayar lagi. Jadi itu tidak cocok. Sebenarnya, ini tidak perlu dijamah pemerintah. Apalagi untuk mengeluarkan anggaran tentu harus ada dasar dan aturannya,” tuturnya lagi.

Payakumbuh Tak Ikut

Sementara itu komentar lain disampaikan Wali Kota Payakumbuh, Riza Falepi, soal rencana Polda Sumbar memanggil para kepala daerah terkait pengusutan Hotel Balairung. Riza menegaskan, bahwa Pemko Payakumbuh tidak terlibat dalam investasi di Hotel Balairung yang dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut.

“Siapa bilang semua kepala daerah? Jangan asal ngomong. Pakai data dong. Dulu memang Pemko Payakumbuh ditawarkan, tetapi saya menolak tawaran itu. Kami tidak mau karena tidak punya uang yang cukup untuk beli saham. Jadi, Payakumbuh tidak punya saham di sana,” ucapnya.

“Mungkin kami juga akan melakukan pemanggilan kepada bupati/walikota, bila nanti diperlukan untuk dimintai keterangan terkait perkara ini. Yang jelas, semua ini akan berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang ada,” sebutnya.

Margiyanta menyebutkan, terkait pengaduan masyarakat soal kemungkinan keterkaitan antara masalah perpajakan dengan dana operasional Hotel Balairung, sehingga memunculkan praktik korupsi, pihaknya tengah mengarah dalam tahap penyelidikan ke sana. Namun, hingga saat ini polisi memang belum memanggil satu pun kepala daerah.

Dari pemeriksaan sejumlah saksi, Margiyanta mengaku memang ditemukan bahwa pembangunan Hotel Balairung turut melibatkan dana yang bersumber dari APBD beberapa kabupaten/kota. Oleh karena itu ia berharap, jika nantinya ada bupati/wali kota yang dipanggil, agar dapat bekerja sama dalam pengusutan dugaan korupsi dalam kasus tersebut.

“Saya berharap, kalau ada bupati atau wali kota yang ikut berperan dalam pembangunan hotel itu yang dipanggil untuk dimintai keterangan, agar kooperatif memberikan informasi kepada penyidik, agar memudahkan proses pengusutan kasus ini,” kata Margiyanta lagi.

Ia mengaku dari hasil pemeriksaan sejauh ini, pihaknya belum bisa memutuskan untuk mengarahkan kasus tersebut kepada dugaan terjadinya praktik korupsi. Oleh karena itu, pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan bahan keterangan dan dokumen terus dilakukan secara bertahap.

Margiyanta juga menyebutkan, dari hasil pemeriksaan sejauh ini, tidak tertutup kemungkinan gubernur juga akan dipanggil untuk dimintai keterangannya, tentang sumber dana dalam pembangun Hotel Balairung tersebut. “Yang jelas tidak menutup kemungkinan gubernur, atau siapa pun yang mengetahui seluk beluk kasus ini, untuk dimintai keterangan,” kata Margiyanta.

Sebelumnya, terkait pengusutan laporan dugaan praktik korupsi tersebut, Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno telah menyangkal kemungkinan terjadinya praktik korupsi dalam pengelolaan hotel milik Pemprov Sumbar yang dikelola oleh BUMD PT Balairung Citrajaya Sumbar tersebut. Ia menilai, minimnya kontribusi hotel yang terhadap pemasukan daerah, tidak dapat menjadi pijakan untuk memberi cap bahwa hotel tersebut memiliki manajemen yang buruk.

“Terkait dugaan itu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib. Saya tidak akan mengintervensi. Namun, kita harus menelaah dulu, inti persoalannya itu di mana. Memang, selama ini Hotel Balairung hampir tidak memberikan deviden untuk kas daerah. Akan tetapi, bukan berarti kita bisa bilang kalau hotel itu merugi,” ujarnya, usai menghadiri Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Kamis (3/1) lalu.

Secara keuangan, kata Irwan, Hotel Balairung memang tampak merugi. Namun secara bisnis, Hotel Balairung justru dalam keadaan untung. Hal itu dapat terlihat dari tingkat okupansinya yang terbilang tinggi, yakni selalu di atas 60 persen dari total kamar yang tersedia.

“Nah, jadi kenapa secara keuangan kelihatannya merugi? Pertama, Gedung Balairung yang sekarang menjadi hotel itu, saat awal dibangun tahun 2007 dimaksudkan untuk menjadi gedung kantor dengan investasi besar. Seperti halnya kalau kita bangun rumah sendiri, dibangun sebagus mungkin. Dindingnya tinggi, temboknya tebal, lantainya tebal, dan sebagainya. Ternyata pada 2009, lewat Perda, diubah menjadi hotel,” kata Irwan.

Logikanya, sambungnya lagi, untuk hotel dengan tarif per malam Rp500.000, investasi paling tinggi yang ditanamkan adalah senilai Rp500 juta. Sedangkan Hotel Balairung memiliki nilai investasi Rp1 miliar per kamar, karena sejak awal memang tidak direncanakan untuk menjadi hotel. Hal itu kemudian membuat Hotel Balairung menjadi tidak ekonomis untuk bangunan berorientasi bisnis. (h/kis/mg-mal/mg-rie)

Selengkapnya…