PADANG-POS METRO
Dua perangkat Nagari Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Gusnaldi (34) dan Rober Aniza Datuk Tantali Siti (39) yang didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi yang kerugian negara sebesar Rp600 juta, diituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanah Datar dengan hukuman pidana selama lima tahun kurungan penjara.
Tak hanya itu saja, kedua terdakwa juga diwajibkan membavar denda sebesar Rp200 juta, yang bila tidak dibayar maka diganti dengan hukuman pidana penjara selama enam bulan. Bahkan, para terdakwa juga diperintahkan untuk, membayar uang pengganti sebesar Rp300 juta, jika tidak dibayar, maka seluruh harta kekayaan akan dilelang untuk negara. Namun apabila tidak mencukupi maka diganti dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun penjara.
“Perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah, dalam memberantas korupsi. Perbuatan para terdakwa, telah merugikan keuangan negara dalam hal ini, UPK Pariangan sebesar Rp600 juta,” kata JPU Fitria Putri Sari, Nelsa Fadila, bersama tim, saat membacakan amar tuntutannya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, Senin (18/1).
JPU menambahkan, perbuatan kedua terdakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 4, jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999. Tentang pemberantasan korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang nomor 20 tahun 2021, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Riefia Nadra, Devi Diany, Ine Sari Dewi, dan bersama tim, akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada persidangan pekan depan. Sidang yang diketuai oleh Yose Ana Roslinda dengan didampingi hakim anggota M.Takdirdan Zaleka, memberikan kesempatan untuk mengajukan pleidoinya.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU dijelaskan, terdakwa yang merupakan Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pariangan PNPM Mandiri Pedesan, Kabupaten Tanah Datar, tahun 2015. Saat itu, PNPM Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, melakukan pembelian tanah, dengan sertifikat hak milik nomor 297. Dimana tanah tersebut berlokasi di Nagari Tabek, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, seharga Rp600 juta, dari seseorang bernama Barnbang Antasena.
Pasalnya, hal tersebut sesuai dengan perjanjian surat jual antara Badan Kerjasama Antar Nagari (BAKN), yang ditandatangani oleh Rober Aniza Datuk Talantai Siti (berkas terpisah), selaku Kaur Perencanaan Pemerintahaan Nagari Tabe atau ketua BKAN dan terdakwa Gusnaldi.
Pada tanggal 20 Febuari 2015, diadakan rapat Musvawarah Antar Nagari (MAN), yang dilakukan di gedung Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabu (LKAAM). Rapat tersebut sebenarnya membahas tutup buku akhir tahun, dan bukan rapat pembelian tanah vang luasnya 2.400M2. Sehingganya terdakwa Gusnaldi dan Rober Aniza Datuk Tantali Siti (berkas terpisah), memalsukan.
Terdakwa Gusnaldi dan Rober Aniza Datuk Tantali Siti (berkas terpisah), membeli tanah tanpa pesetujuan MAN. Pasalnya, tanah yang dibeli tersebut, termasuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya (RAPB) UPKT tahun 2015.
Selain itu, pembelian tanah tersebut dilakukan dengan menggunakan dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yang seharusnya digulirkan kepada masvarakat. Sehingganya, tanah tersebut menjadi permasalahan. Setiap dilakukan pertemuan rapat, terdakwa mengaku kalau sertifikat tanah berada dalam jaminan Bank Mega Bukittinggi dan tanah tersebut sudah dibalik namakan menjadi Paulo Rocke. Nanum Gusnaldi terdakwa dan Rober Aniza Datuk Tantali Siti (berkas terpisah) tetap membelinya.
Setelah tanah tersebut dilakukan pelunasan kepada Bank Mega cabang Bukittinggi, sertifikat tanah tersebut dibawa ke notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), guna memproses peralihan hak dan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasioal (BPN), untuk dicatat. Pasalnya, UPK tidak memiliki badan hukum.
Sehingganya, bukan termasuk subjek hak yang dapat melakukan permohonan hak, milik atas tanah. Selain itu, peralihan atas sertifikat hak milik nomor 297, tidak dapat dilakukan karena, tanpa pelepasan hak dari pemilik sertifikat, yaitu Paule Ricke.
Berdasarkan laporan hasil Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), telah terdapat kerugian Negara sebesar Rp600 juta. Dimana jumlah tersebut merupakan total, dari dana SPP yang dikeluarkan untuk pembelian aset yang hak miliknya tidak diperoleh oleh Negara. Perbuatan telah melanggar ketentuan dan undang-undang. (cr1)
Selengkapnya unduh di sini