DUGAAN PENYELEWENGAN DANA COVID-19, Polisi Didesak Percepatan pengusutan

PADANG – SINGGALANG

Masyarakat Anti Korupsi Sumbar mendesak KPK bersama kepolisian dan kejaksaan di mengusut tuntas dugaan korupsi anggaran covid-19, mulai dari motif yang dilakukan hingga aktor-aktor yang terlibat.

“Masyarakat Anti KorupsiSumbar mengambil sikap akademik dan memberikan catatan dengan kepolisian dan kejaksaan untuk mengusut secara tuntas dugaan korupsi anggaran Covid-19, mulai dari motif yang dilakukan hingga aktor-aktor yang terlibat dalam kasus yang dimaksud agar menemukan titik terang,” tulis pers relis Masyarakat Anti Korupsi Sumbar yang diterima Singgalang, Senin (15/3).

Masyarakan Anti Korupsi Sumbar ini gabungan dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Qbar, LBH Padang, Bhakti, Luhak dan lainnya.

Dijelaskan, dugaan korupsi dana penanggulangan Pendemi Covid-19 di Sumbar mencuri perhatian publik dengan besarannya yang fantastis. Menelusiri Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), adanya dugaan penyimpangan RP150 miliar dari total anggaran penanganan Covid-19 sebesar RP490 miliar.

Atas hasil LHP BPK pada akhir tahun 2020 yang lalu, setidaknya terdapat dua temuan penyelewengan. Pertama, berkaitan dengan pengadaan handsanitizer senilai RP4,9 miliar dan kedua pembelian secara tunai yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Pembelian Hand Sanitizer dibeli dengan harga yang tidak semestinya, yaitu dengan harga RP35.000 yang seharusnya dibeli seharga Rp9.000.

Pengadaan Hand Sanitizer bahkan diketahui adalah rekanan pemenang proyek yang merupakan pengusaha batik tanah liek, dan bukan merupakan pengusaha di bidang alat kesehatan maupun farmasi. Indikasi pemahalan harga pengadaan hand sanitizer  dan transaksi  pembayaran kepada penyedia barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan, berpotensi pada terjadinya penyalahgunaan. Indikasi pelaporan dana sebesar Rp4,9 miliar juga belum dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentu saja merugikan keuangan daerah.

“Dengan ditetapkannya Covid-19 sebagai bencana nasional non alam, maka korupsi yang dilakukan terhadap dana penganan dan penanggungan Covid-19, masuk pada kategori korupsi dalam keadaan tertentu, dengan sanksi pidana maksimal berupa pidana mati. “Abnormal law for abnormal time”. Artinya, aturan hukum yang tidak biasa berlaku terhadap keadaan yang tidak biasa, yakni berupa keadaan tertentu sebagai dasar pemberat pidana,” tulis pers relis tersebut.

Terkait dengan temuan BPK terhadap penggunaan dana anggaran Covid-19 di Sumbar, maka pembayaran tunai yang dilakukan oleh Bendahara dan Kalaksa BPBD Sumbar kepada Penyedia, telah melanggar Instruksi Gubernur. “Instruksi Gubernur No. 02/INST-2018 tanggal 23 Januari 2018 tentang Pelaksanaan Transaksi Non Tunai (Transaksi Non Cash) Ketentuan ini sesuai dengan program pemerintah dalam mencanangkan gerakan nasional non tunai (GNNT),” tambahnya

Sorot Keterlambatan

            Masyarakat Anti Korupsi Sumbar juga menyorot keterlambatan pembentukan panitia khusus (pansus) oleh DPRD Sumbar dan pihak terkait termasuk KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam rangka menanggapi dugaan penyimpangan dana bantuan Covid-19 turut menciptakan kecurigaan publik.

“Pasca dua bulan setelah disampaikan LHP BPK ke DPRD Sumbar, DPRD baru membentuk pansus pada tanggal 17 Februari 2021. Begitu juga dengan pembentukan tim khusus Polda Sumbar yang terkesan lambat. Waktu yang sempit akan menghambat pengusutan dan penyelidikan, sehingga berakibat pada hasil temuan yang tidak tepat sasaran. Peran KPK, Kepolisian dan Kejaksaan menjadi krusial menangani dugaan penyimpangan dana ini dengan jumlah sangat besar,” katanya.

Untuk itu Masyarakat Anti Korupsi Sumbar mengambil sikap akademik dan memberikan catatan. Satu, pengecam segala bentuk praktik kebijakan dan tindakan koruptif yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah dan pihak lain terkait indikasi penyimpangan anggaran Covid-19 di Sumatera Barat.

Kedua, panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam menjalankan fungsi kontrol hendaknya menindaklanjuti secara serius segala bentuk motif dugaan penyimpangan anggaran Covid-19 senilai Rp150 miliar, terutama di sektor pengadaan barang dan jasa.

Ketiga, panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat membuka seluas-luasnya informasi tentang penyusutan indikasi penyimpangan anggaran COVID-19 di Sumatera Barat, sehingga masyarakat mengetahui perkembangan kasus dimaksud.

Keempat, dalam hal telah ditemukannya beberapa bukti permulaan yang cukup.

Panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapatmenggandeng dan berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum untuk membongkar segala bentuk kebijakan dan tindakan koruptif yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah terkait indikasi penyimpangan anggaran Covid-19 di Sumatera Barat.

Kelima, meminta KPK bersama dengan Kepilisian dan Kejaksaan Provinsi Sumatera Barat untuk menyusut secara tuntas dugaan korupsi anggaran COVID-19, mulai dari motif yang dilakukan hingga aktor-aktor yang terlibat dalam kasus dimaksud agar menemukan titik terang.

Keenam, Lembaga pengawas bersama masyarakat sipil di Sumatera Barat diharapkan tetap mengkawal isu dugaan korupsi anggaran COVID-19 tersebut dan melaporkan jika ditemukannya praktik-praktik koruptif di lapangan, terutama dalam pendistribusian bantuan sosial kepada masyarakat; Dan ketujuh, pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Wilayah Sumatera Barat kedepannya diharapkan agal lebih hati-hati dalam penggunaan anggaran Covid-19 serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik dan bersih terutama prinsip transparan dan akuntabiltas. (108)

Selengkapnya unduh disini