Padang, Haluan – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat menemukan dugaan penyimpangan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp. 12,47 Miliar. Menanggapi hasil pemeriksaan ini,Anggota DPRD Sumbar menyatakan akan segera menyampaikan laporan terkait hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota DPRD Sumbar, Nofrizon menyebutkan, pihaknya akan meminta KPK mengusut persoalan ini hingga tuntas. Ia menyatakan saat ini tengah menyiapkan bahan-bahan untuk melengkapi laporan tersebut.
“Atas nama pribadi,dalam waktu dekat saya akan melaporkan ini kepada KPK. Biar aparat penegak hukum yang berbicara lagi” ucapnya kepada Haluan Kamis (20/5).
Nofrizon yang sebelumnya merupakan Wakil Ketua Pansus Kepatuhan Penanganan Covid-19 itu mengatakan, temuan tersebut merupakan bukti awal telah terjadi penyelewengan uang negara. Oleh sebab itu, ia meminta KPK mengusut masalah ini hingga tuntas. “Ini bisa dikatakan bukti awal pencurian uang negara, karena BPK itu kan kerjanya profesional. Tidak mungkin BPK mengada-ngada,” ujarnya.
Politisi Demokrat ini juga menyebut,pihaknya sangat menyesali lambatnya tindak lanjut dugaan penyimpangan dana penanganan Covid-19 oleh Gubernur Sumbar. Menurut Nafrizon, Gubernur semestinya menindak tegas setiap pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertanggung jawab dengan temuan bernilai miliaran rupiah tersebut.
“Gubernur seharusnya memberi hukuman kepada pejabat-pejabat tersebut. Sampai sekarang, belum juga ada tanda-tanda untuk menyidangkan pegawai-pegawai tersebut. Harusnya dibebastugaskan atau diberhentikan saja pantasnya. Ini uang rakyat dan, nilai temuannya juga tidak sedikit,” katanya.
Nofrizon menambahkan, tak hanya temuan terakhir yang berjumlah tersebut, untuk temuan BPK pertama sebesar Rp.4,9 miliar, ia juga kecewa dengan penanganan Pemprov Sumbar yang dinilai lambat.
“Temuan yang pertama saya lihat penanganannya juga lamban. Masih belum ada titik terang hingga sekarang. Saya sebagai anggota dari pansus sudah pernah masuk berita acara pemeriksaan (BAP) untuk ini. Tapi baru kulit-kulitnya saja,” ujarnya.
Ia mengatakan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan terhadap dana APBD, apalagi dana yang dialihkan untuk penanganan Covid-19 adalah perbuatan yang tak bisa ditoleransi. Sebab uang yang diduga diselewengkan tidaklah sedikit, dan hal ini dilakukan saat ekonomi masyarakat terpuruk karena pandemi.
Sementara itu, Anggota DPRD Sumbar, Muzli M. Nur yang merupakan anggota Pansus Kepatuhan Penanganan Covid-19 mengatakan, setiap ada temuan dari BPK ia melihat tidak ada kata akhir atau penyelesaiannya seperti apa. Salah satunya, bisa dilihat dari persoalan dugaan mark up pengadaan handsanitizer senilai Rp.4,9 miliar yang masih belum ada titik terang hingga sekarang.
“Untuk temuan yang pertama alhamdulillah Kapolda Sumbar memang sudah meresponnya. Tapi ujungnya sampai sekarang kita kan belum tahu. Ditambah lagi dengan temuan baru ini. Kalau selama 60 hari ini tidak ditindak lanjuti oleh Gubernur, saya akan sarankan DPRD untuk membentuk pansus lagi. DPRD pastinya sangat siap untuk itu,” ujar Muzli.
Sebelumnya, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI menemukan dugaan penyimpangan anggaran penanganan Covid-19 di Sumbar mencapai Rp.12,47 miliar. Hal ini tertera dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah (LKPD) Provinsi Sumatera Barat tahun anggaran 2020.
Sebelumnya seperti dikutip dari rilis resmi BPK RI Perwakilan Sumbar, berdasarkan pemeriksaan atas Laporan Keuanagn Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2020 dan didukung dengan data Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan nAtas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020, masih ditemukan beberapa permasalahan.
Pertama, pembayaran kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dalam jaringan (daring) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Sumbar sebesar Rp.516,79 juta yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kedua, pengadaan barang untuk penanganan pandemi Covid-19 Badan Penanggulanagan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar sebesar Rp.12,47 Miliar yang tidak sesuai dengan ketentuan. (h/len)
Selengkapnya unduh disini