Polda Sumbar Hentikan Penyelidikan Dugaan Korupsi Dana Covid-19

Hasil Gelar Perkara, Bukan Tindak Pidana

Unsur Kerugian Negara Tak Terpenuhi

PADANG, METRO

Setelah penyidik melakukan gela rperkara, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatra Barat (Sumbar) menghentikan penyelidikan kasus dugaan penyelewengan dana Covid-19 pada BPBD Sumbar, Senin (21/6). Hal itu dikarenakan tidak ditemukannya unsur tindak pidana dan kerugian negara.

Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu membenarkan terkait dihentikannya penyelidikan kasus tersebut. Menurutnya, penyidik sudah melaksanakan gelar perkara di Mapolda Sumbar dan hasilnya direkomendasikan penyelidikan kasus itu dihentikan.

“Benar dihentikan. Berdasarkan paparan hasil penyelidikan oleh penyelidik berupa keterangan saksi, dokumen-dokumen dan keterangan ahli pidana dari Universitas Trisakti, kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, Senin (21/6).

Hal ini dikaitkan dengan putusan mahkamah konstitusi nomor 25/PUU-XIV/2016, surat telegram Kabareskrim Polri nomor ST/247/VIII/2016/Bareskrim 24 Agus 2016. Angka 6 bahwa delik pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU nomor 20 tahun 2001 perubahan atas nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi berubah dari delik formil menjadi delik materil.

Kemudian disandingkan dengan LHP BPK Nomor 53/LHP/XV.VIII.PDG/ 12/2020 tanggal 29 Desember 2020 dengan rekomendasi wajib ditindak lanjuti paling lambat 60 hari setelah lapor hasil pemeriksaan (31 Des 2020 28 Feb 2021).

“Tanda bukti pengembalian keuangan negara daerah terakhir 24 Februari 2021, waktu dimulainya penyelidikan tanggal 26 Februari 2021 dan tanggapan para peserta gelar bahwa perkara ini bukan merupakan tindak pidana karena unsur-unsur kerugian keuangan negara tidak terpenuhi,” jelas Kombes Pol Satake Bayu.

Sebelumnya, dugaan kasus mark up pengadaan hand sanitizer ini muncul, awalnya dari temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) BadanPemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sumbar. Hasil audit BPK, ditemukan indikasi penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer senilai Rp4,9 miliar yang harus dikembalikan ke Kas negara hingga akhir Februari 2021.

Kemudian DPRD Sumbar membentuk panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti indikasi penyimpangan anggaran tersebut. Ada dua jenis ukuran hand sanitizer yang diadakan yaitu ukuran 100 mililiter dan 500 mililiter. Dalam pengadaan itu, disebutkan BPBD Sumbar membuat kontrak pengadaan hand sanitizer 100 mililiter dengan tiga penyedia yaitu CV CBB, CVBTL dan PT MPM.

6 Anggota DPRD Sumbar Melapor ke KPK

Selain itu, enam anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar) melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 yang terjadi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakata, Senin (23/5).

Enam anggota DPRD Sumbar tersebut adalah Hidayat dan Evi Yandri (Fraksi Gerindra), Nurnas dan Nofrizon (Fraksi Partai Demokrat), Albert Hendra Lukman dan Syamsul Bahritdari Fralksi PDI Perjuangan yang membutuhkan tanda tangannya masing-masing di atas materai Rp10.000.

“Dokumen laporannya sudah diterima empat pegawai KPK di ruangan pelaporan dan pengaduan masyarakat Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat, Kedeputian Informasi dan Data KPK sekitar pukul 14.00 WIB,” kata Anggota DPRD SumbarHidayat didampingi Evi Yandri yang mengantarkan dokumen pengaduan enam anggota DPRD Sumbar tersebut ke KPK.

Menurut Hidayat, dari dokumen laporan materi nya terkait pengadaan barang untuk penanganan covid-19 tahun anggaran 2020, sebesar Rp7,63 miliar lebih yang tidak sesuai ketentuan berdasarkan laporan hasil pemeriksaanBPK Perwakilan Sumbar terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (LKPD tahun 2020).

“Enam anggota DPRDSumbar yang berasal dari tiga partai ini melaporkan Kepala BPBD Sumbar dan pihak-pihak terkait dengan pengadaan barang untuk penanganan Covid-19,” tegas Hidayat melalui keterangan tertulis kepada koran ini.

Hidayat menjelaskan, ditemukannya permasalahan itu berdasarkan  Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov Sumbar/Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem  Pengendalian Intern dan Kepatuhan tehadap Peraturan Perundang-undangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatra Barat Nomor 40.C/LHP/XVIII.PDG/05/2021 tanggal 6 Mei 2021.

“Maka menurut hemat kami, bahwa permasalahan yang menyebabkan pengadaan barang untuk penanganan covid-19 tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan berpctensi merugikan keuangan daerah karena,” ungkapnya.

Dikatakan Hidayat, dugaan terjadinya mark up atau pemahalan harga pengadaan hand sanitizer 100 ml dan 500 ml yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp4,847 miliar.

“Kemudian transaksipembayaran sebesar Rp49 miliar lebih tidak sesuai ketentuan karena dilakukan secara tunai sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan. Dan dari pembayaran tersebut juga terdapat pembayaran kepada pihak orang-orang tidak dapat diidentifikasi sebagai penyedia barang,” sebutnya.

Selanjutnya, diterangkan Hidayat, dugaan mark up atau pemahalan pengadaan hazmat (APD premium) sebanyak21.000 pcs, sestuai kontrak senilaiRp375.000/pcs atau total sebesar Rp7,875 miliar. Dugaanmark up atau pemahalan dalam pengadaan masker bedah sebanyak 4.000 box dan pengadaan rapit test senilai Rp.2,750 miliar.

“Dugaan mark up atau pemahalan dalam pengadaan surgical gown sebanyak 15.000 pcs seharga Rp125.000/pcs sehingga total nilai kontrak sebesar Rp1,875 miliar. Berdasarkan hasil temuan BPK tersebut kata Hidayat, maka pengadaan barang untuk penanganan covid-19 pada BPBD Sumbar tidak sesuai ketentuan sebesar Rp7,631 miliar lebih ini harapannya dapat diproses secara hukum oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Hidayat. (tim)

Selengkapnya unduh disini