Jakarta, Singgalang
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020 menemukan adanya kebocoran anggaran untuk Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) alias BLT UMKM. Kebocoran anggaran terjadi usai adanya dana BPUM yang justru cair dan disalurkan bukan oleh pihak yang harus menerimanya sesuai kriteria yang ditentukan.
Dalam laporan itu BPK menyatakan total anggaran yang bermasalah pada program BPUM yang dipegang Kementrian Koperasi dan UMKM sebesar Rp 1,18 triliun. BPK mencatat ada 414.612 penerima BPUM yang tidak sesuai.
Terkait itu, Kementrian Koperasi dan UKM buka suara. Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM buka suara. Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim menjelaskan informasi penerima BPUM tidak sesuai kriteria kemungkinan bersumber dari Laporan Awal Hasil Pemeriksa BPK atas penyaluran BLT UMKM sekitar bulan Desember 2020.
Dia menegaskan rekomendasi dan temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh pihaknya pada bulan Maret 2021. Saat ini sudah dilakukan pengujian yang dapat diterima oleh Tim BPK.
“Telah dilakukan penyetoran sesuai rekomendasi BPK dan telah dilakukan pengujian terhadap dana yang disetorkan ke kas negara. Semua tindak lanjut yang kami lakukan tersebut di atas sudah dinilai sesuai oleh BPK dan Laporan Keuangan Kemenkop UKM mendapatkan opini WTP,” kata Arif dalam keterangannya, Kamis (24/6).
“Proses pembersihan data penerimaan BPUM dilakukan secara berjenjang dan berulang sejak dari Dinas Kabupaten/Kota hingga di Kementrian Koperasi dan UKM,” lanjutnya dikutip detikfinance.
Dia mengatakan ada beberapa faktor ketidaktepatan penerima BLT UMKM sesuai kriteria, antara lain, belum adanya database tunggal terkait dengan UMKM. Waktu pendataan dan penyaluran yang sangat terbatas juga menjadi masalah ketepatan penyaluran.
Arif menambahkan dari survei yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan bekerjasama dengan PNM menunjukkan 75,9% usaha penerima program BPUM tetap membuka usaha di masa pandemic Covid-19. melalui program BLT UMKM. Kenaikan omzet juga disebut terjadi rata-rata sebesar 41,1 % setelah masa pencairan bantuan.
Survei juga menyatakan 98,9% penerima program BLT UMKM menggunakan bantuan untuk keperluan uasaha. Dipakai untuk membeli bahan baku, membayar atau sewa alat produksi, membayar utang usaha dan membayar pekerja.
“Dari data di atas terlihat bajwa program BPUM telah berhasil untuk meringankan beban bagi UMKM dalam masa pandemic Covid-19 dan membantu untuk meningkatkan omzet penjualan sehingga sejalan dengan tujuan Program BPUM,” kata Arif.
Sebagai informasi, tercatat ada 414.612 penerima BPUM yang tidak sesuai. Rinciannya, BPK mencatat ada 42.487 penerima BPUM dengan total dana mencapai Rp 101,9 miliar ternyata berstatus sebagai ASN, TNI/Polri, karyawan BUMN, dan BUMD.
Kemudian, ada juga sebanyak 1.392 penerima BLT UMKM menerima lebih dari sekali bantuan dengan total anggaran Rp 3,34 miliar. Selanjutnya, penerima BPUM yang bukan termasuk pelaku usaha mikro ada sebanyak 19.358 dengan total dana sebesar Rp 46,45 miliar.
Lalu, penerima BPUM yang sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya sebanyak 11.830 penerima dengan total anggaran Rp 28,39 miliar. Ada juga, BPUM diberikan kepada penerima dengan NIK tidak sesuai sebanyak 280.815 penerima dengan nilai Rp 637,9 miliar.
Lebih lanjut, ada juga BLT UMKM yang diberikan kepada penerima dengan NIK anomali sebanyak 20.422 penerima sebesar Rp 49,01 miliar. Yang tidak masuk akal, BPUM diberikan kepada penerima yang ternyata sudah meninggal sebanyak 38.278 penerima dengan total dana sebesar Rp 91,86 miliar.
Kemudian, BLT UMKM juga diberikan kepada 8 penerima yang sudah pindah keluar negeri sebanyak Rp 19,2 juta, dan penyaluran kepada 22 penerima sebesar Rp 52,8 juta tidak sesuai lampiran surat keputusan.
Terakhir ada juga masalah duplikasi penyaluran dana BPUM kepada 1 orang penerima yakni sebesar Rp 2,4 juta. (*)
Selengkapnya unduh disini