DUGAAN KORUPSI PEMBANGUNAN GEDUNG KEBUDAYAAN SUMBAR, Kejari Padang Segera Lakukan Pemeriksaan

PADANG, HALUAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang telah memanggil 20 orang saksi terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar yang berakhir mangkrak. Dari pemanggilan tersebut, Kejari Padang saat ini telah mengantongi sejumlah informasi penting.

Hal ini Tim Penyidik yang diketuai Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Padang. Syafril Hadi didampingi Kasi Intel. Roni Saputra dan Kasi Pidsus. Terry Gutama di Kantor Kejari Padang, Senin (9/5).

Syafril Hadi menjelaskan, dalam minggu depan pihaknya akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap saksi lainnya. “ Saksi yang berjumlah 20 orang tersebut dipanggil dan diperiksa dalam bulan Ramadhan lalu. Insya Allah dalam minggu depan akan dilakukan pendalaman pemeriksaan saksi tersebut dan penajaman terkait perkara ini,” katanya.

Ia menjelaskan pihak kejaksaan selanjutnya juga akan meminta keterangan ahli fisik atau infrastruktur dan ahli pengadaan barang dan jasa. “ Kami tegaskan, kasus ini masih berlanjut dan saat ini pada tahap penyidikan. Kami mengimbau kepada saksi yang telah dipanggil agar memenuhi panggilan dan bersikap kooperatif dalam proses penyidikan ini,” ucapnya.

Sementara ini, Kepala Saksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Padang, Therry Gutama menambahkan, berdasarkan hasil sementara dari pemeriksaan 20 saksi tersebut, diperoleh data bahwa dalam kasus ini terdapat aktivitas yang menguntungkan diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan kerugian negara. “Berdasarkan keterangan yang kami peroleh, perusahaan kontraktor dalam pengerjaan proyek ini menggunakan bendera orang lain. Dengan kata lain, yang mengerjakan orang lain,” ucap Therry.

Sebelumnya, Kejari Padang resmi meningkatkan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Kebudayaan Sumatra Barat oleh Dinas Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumbar, dari status penyelidikan menjadi penyidikan. Proses penyelidikan yang bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumbar terkait sejumlah proyek pembangunan di Sumbar yang mangkrak dan putus kontrak itu telah dilaksankan Kejari Padang dimulai sejak 24 Februari 2022 dengan nomor: print-01/L.3.10/Fd.I/02/2022. Sementara, proses penyidikan dimulai sejak 30 Maret 2022 dengan nomor:print-01/L.3.10/Fd.I/03/2022.

“Status dugaan korupsi pada Dinas BMCKTR Sumbar telah dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyelidikan sendiri dilakukan Kejari Padang bermula dari temuan BPK RI,” kata Kepala Kejari Padang, Ranu Subroto didampingi Kasi Intel Roni Saputra dan Kasis Pidsus, Therry Gutama, Rabu (30/3) lalu. Ranu Subroto menyebutkan, dugaan tindak pidana korupsi terjadi dalam kegiatan Pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar (Lanjutan) oleh Dinas BMCKTR Sumbar tahun anggaran 2021 dengan nilai kontrak Rp 31,073 milyar.

Ia mengatakan, penyidik Kejari Padang telah melakukan penyelidikan dalam penyimpangan barang dan jasa. Pada kasus ini, ucapnya menambhakan, juga ditemkan fakta bahwa rekaman memakai produk impor. Kemudian, rekanan pemenang tender memakai bendera lain. “ Rekanan dalam bekerja tidak sesuai intruksi Presiden Joko Widodo menggunakan dalam negeri, sehingga terdapat pemahalan dalam pembangunannya,” ujar Ranu.

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Padanag, Therry Gutama menambhakan, dasar Kejari Padang dalam melakukan penyelidikan adalah karena tidak selesainya pekerjan pembngunan tersebut. Selain itu, Kejari Padang juga akan mengejar aliran uang yang diterima pihak terkait. Dalam tahap penyelidikan ini, Kejari Padanag telah meminta keterangan dan bahan dokumen kepada 13 orang yang terdiri dari berbagai unsur terkait. Untuk pemeriksaan saksi sendiri, ujarnya, akan dilakukan minggu depan. Ia mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, Kejari Padang belum menetapka tersangka. Namun, kasus ini dinilai telah menemukan unsur pidana yang menyebabkan kerugian negara. “ Dugaan jumlah kerugiaan negara belum bisa kami ungkapkan saat ini. Namun setelah ekspos perkara, ditambah dengan keterangan dari 13 orang yang telah dipanggil, ditambah barang bukti yang ada, kami menemukan perbuatan melakwan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara,” ucapnya.

Dorong Usut Tuntas

Anggota Fraksi Demokrat DPRD Sumbar, Nofrizon mengaku sejak awal, kasus ini telah disorot DPRD Sumbar. Mulai dari mangkraknya pembangunan  hingga menjadi temuan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Sejak awal sudah kami sorot. Pengerjaannya baru delapan persen lebih dan akhirnya mangkrak. Kemudian menjadi temuan di BPK,” kata Nofrizon, dilansir dari kompas.com. menurut Nofrizon, setelah menjadi temuan, DPRD Sumbar membentuk Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tersebut. Nofrizon sangat memberi apresiasi kepada tim Kejari Padang yang cepat merespon kasus itu sehingga sekarang sudah masuk dalam tahap penyidikan.  Ia berharap kasus tersebut dapat dituntaskan hingga ke akar-akarnya oleh Kejari Padang sehingga terbuka lebar siapa yang bermain dalam kasus itu. “Kami tidak mau menduga-duga siapa yang bermain di dalamnya. Kami serahkan proses hukumnya kepada Kejari Padang sampai terang benderang,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra Sumbar, Hidayat menyebutkan kasus tersebut telah menjadi sorotan sehingga publik sangat menanti akhirnya. “Kami mendorong agar kasus ini cepat selesai supaya ada kepastian hukumnya,” katanya. Hidayat meyebutkan, kepastian hukum akan memperlihatkan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Selain itu, ia berharap kasus ini nantinya menjadi efek jera agar proyek strategis lainnya tidak mengalami hal yang serupa.

 

Sejumlah Proyek Mangkrak

            Sebelumnya diberitakan, puluhan proyek pembangunn yang berada dibawah kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar) yang dianggarkan pada APBD 2021 tidak selesai. “ Sangat miris, ketika Sumbar membutuhkan stimulus pertumbuhan ekonomi dari pembangunan yang dibiayai APBD, justru pembangunan yang dibiayai anggaran yang telah tersedia tidak terlaksana secara tuntas. Proyeknya mangkrak,” kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar, Hidayat. Prolitisi Partai Gerindra itu menambahkan, terdapat puluhan paket pekerjaan, yang tersebar pada delapan OPD berbeda, yang tidak terlaksana sesuai perencaan semula. Beberapa diantaranya seperti paket pengadaan bantuan peralatan dan mesin jahit di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumbar, dengan nilai kontrak Rp 1,4 milyar lebih. Proyek tersebut tidak terealisasi karena barang yang datang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dokumen kontrak, sehingga kontrak gagal.

Kemudian, paket pembangunan Gedung Kebudayaan Sumatra Barat di Dinas Kebudayaan (Disbud) Sumbar dengan nilai kontrak 31 milyar lebih. Namun pembangunan fisik hanya terealisasi 10,63 persen, sedang realisasi keuangannya hanya mencapai Rp 8,6 milyar lebih. Berikutnya, paket pembnagunan Stadion Utama ( tahap VII) di Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah (BMCKTR) dengan nilai kontrak Rp 82,6 milyar lebih. Pembangunan fisiknya baru terealisasi 72,72 persen, dan keuangan terealisasi Rp 60 milyar lebih.

Selanjutnya, paket pembangunan jembatan Batu Bala dengan nilai kontrak Rp 2,3 milyar lebih, pembangunan jembatan Sikali sebesar Rp 3,4 milyar lebih, rekontruksi jalan Simpang Padang Aro- Lubuak Malako Rp 2 milyar lebih, serta pembngunan jalan provinsi ruas Abai Sangir – Sungai Dareh Rp 3,9 milyar lebih, yang semuanya juga tidak terealisasi 100 persen. “ Termasuk juga di Dinas Pendidikan (Disdik) Sumbar. Puluhan paket pekerjaan juga tidak terealisasi 100 persen sesuai perencanaan. Mulai dari pembangunan laboratorium, asrama, pagar sekolah, ruang kelas baru, ruang serbaguna, hingga mushola sekolah, dengan nilai milyaran rupiah. Realisasi fisiknya malah ada yang di bawah 50 persen,” ujarnya.

Selanjutnya, sehubungan dengan kondisi paket-paket pekerjaan yang berada di Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sumbar, ia mengungkapkan bahwa paket pembangunan prasarana di beberapa sungai, pembangunan seawall, pengamanan pantai, hingga pembangunan embung di berbagai kabupaten/kota di Sumbar, realisasinya juga banyak yang tidak mencapai 100 persen. “Selain itu, juga ada pembangunan pagar DPRD senilai 1,4 milyar lebih. Fisiknya hanya terealisasi 62,15 persen sehingga terlihat seperti besi karat yang belum di cat dan minus hiasan,” katanya.

Lebih jauh ia menjelaskan, bila di total puluhan paket yang mangkrak tersebut punya nilai mencapai ratusan milyar rupiah. Apabila dibandingkan antara nilai kontrak dengan realisasi anggarannya, maka terdapat selisish sekitar Rp 50 milyar lebih yang akan menjadi sisa anggaran. Dengan kata lain, jika semua pekerjaan trelaksana 100 persen maka sisa Rp 50 milyar lebih tersebut tidak akan ada. (h/win).

Selengkapnya unduh disini