PAN-RB Buka Suara Temuan Penyimpangan Perjalanan Dinas

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) buka suara tentang penyimpangan perjalanan dinas pegawai negeri sipil (PNS) sebesar Rp 39,26 miliar yang diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam hal ini, Kementerian PAN-RB masuk ke dalam salah satunya.

Kepala Biro Data Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB Mohammad Averrouce menilai hal ini merupakan persoalan administrasi. Pihaknya akan melakukan pengecekan lebih lanjut terkait hal ini.

“Jadi ini mungkin persoalan administrasi ya. Jadi kita mesti cek dulu karena kan hasil dari setiap tahun memang kementerian/lembaga (KL) dan Pemda, tentunya BPK sesuai perannya melakukan audit keuangan. Saya kira hasil akhirnya adalah predikat ya. Dicek dulu predikatnya,” ujar Averrouce, ditemui di Sheraton Grand Jakarta, Senin (24/6).

Averrouce mengatakan, diperkirakan sebentar lagi predikatnya akan keluar. Dari situ ada proses pemeriksaan yang terus berjalan. Menurutnya, dalam proses tersebut tidak menutup kemungkinan ditemukan sejumlah indikasi. Namun tetap hasil akhirnya nanti ada predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

“Nanti kalau lihat KL-KL yang mungkin nggak WTP, ya itu yang mungkin kita harus proses kembali. Saya kira itu sebagai informasi prosesnya. Dan kami terus mendorong tentunya pengelolaan keuangan dalam kaitan dengan penggunaan anggaran tentunya diharapkan semakin lebih baik,” terangnya.

Sebagai tambahan informasi, nilai penyimpangan perjalanan dinas pegawai negeri sipil sebesar Rp 39,26 miliar itu merupakan akumulasi pada 46 KL. Penyimpangan belanja perjalanan dinas tersebut paling banyak terjadi akibat perjalanan yang tidak sesuai ketentuan atau kelebihan pemabayaran dilakukan oleh 38 K/L dengan nilai Rp 19,65 miliar.

“Penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39.260.497.476 pada 46 K/L,” bunyi laporan BPK pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2023, seperti dikutip Minggu (9/6).

Tercatat Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengembalikan sisa kelebihan perjalan dinas Rp 10,57 miliar ke kas negara, BRIN senilai Rp 1,5 miliar dianggap tidak akuntabel dan tidak diyakini kewajarannya, serta KemenkumHAM senilai Rp 1,3 miliar. Selain itu, permasalahan penyimpangan perjalanan dinas lainnya dilakukan oleh 23 K/L dengan nilai Rp 4,84 miliar.

Penyimpangan disebut dilakukan oleh Kementerian PUPR senilai Rp 1,15 miliar karena tanpa didukung bukti pengeluaran secara at cost,Kementerian PAN-RB senilai Rp 792 juta, serta Kementerian Pertanian (Kementan) senilai Rp 571,74 juta. Lalu, sebanyak 14 K/L dengan nilai Rp 14,76 miliar disebut belum memberikan bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas.

Adapun KL tersebut antara lain Badan Pangan Nasional (Bapanas) senilai Rp 5 miliar, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) senilai Rp 211,81 juta, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) senilai 7,4 miliar. Tidak hanya itu, BPK juga menemukan adanya perjalanan dinas fiktif senilai Rp 9,3 juta yang dilakukan oleh BRIN dan Kementerian Dalam Negeri.

“Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 2.482.000 merupakan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. BRIN sebesar Rp 6.826.814 merupakan pembayaran atas akomodasi yang fiktif,” beber BPK dalam laporannya.

Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39,26 miliar di atas. Ditindaklanjuti melalui pertanggungjawaban dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp 12,79 miliar. (*)

Selengkapnya unduh disini