Padang – BPK memberikan kesaksian ahli pada siding kasus korupsi pengadaan senapan angin di Dinas Pertanian Kota Solok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Padang, 9 Agustus 2018.
BPK sebagai pihak yang berwenang melakukan perhitungan atas kerugian negara, yang diatur dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pasal 10 ayat (1) dimana disebutkan bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hokum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga/badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Hadir dalam kesaksian ahli tersebut yaitu Indria Syzinia, Kepala Subauditorat Sumatera Barat I BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, yang menjabat sebagai penanggungjawab pada penghitungan kerugian negara tersebut.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pengadaan 37 pucuk senapan angin. Penyimpangan tersebut yaitu pengadaan yang tidak sesuai dengan kontrak pengadaan. Barang yang disediakan oleh penyedia tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak sehingga tujuan pengadaan tidak tercapai,” ungkap Indria dalam kesaksiannya.
Penyimpangan terjadi juga karena PPK tidak melakukan survey harga pasar setempat atas senapan angin dalam penyusunan HPS. HPS mengunakan hasil survey harga pasar yang dilakukan oleh penyedia.
Selain itu, menurut Indria dalam pengadaan senapan angin dengan nilai kontrak Rpl16.782.175,00 tersebut menggunakan mekanisme penunjukan langsung, sehingga penyedia tidak boleh menunjuk pihak ketiga untuk mengadakan barang (subkontraktor).
“Dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diungkapkan bahwa mekanisme dengan penunjukan langsung, penyedia tidak diperbolehkan menggunakan jasa pihak ketiga untuk mengadakan barang. Hal ini disebabkan karena prinsip penunjukan langsung dilaksanakan karena pemerintah mengadakan barang khusus yang hanya penyedia tertentu yang dianggap mampu mengadakan barang tersebut,” ujar Indria.