PEKANBARU – Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil mulai diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau, Selasa (22/8).
Dalam dakwaanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa M Adil merugikan negara lebih Rp19 miliar lebih. M Adil sendiri mengikuti persidangan secara virtual dari Rutan KPK di Jakarta.
Dakwaan dibacarakan JPU KPK, Ichsan Fernandi dan Irwan Ashadi di hadapan majelis halim yang diketuai Nur Arif Hidayat.
Dalam dibacakan JPU mendakwa M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Muhammad Fadmi Aressa.
Pada dakwaan pertama menyebutkan M Adil pada 2022-2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepada organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan.
“Terdakwa meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa,” ujar JPU.
Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepala kepala OPD. Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.
Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti di Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.
Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. “Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8” kata JPU.
Pada dakwaan kedua, M Adil disebut menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmaunah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta.
PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti. Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta Rp3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.
Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari sejumlah tersebut, Fitria Nengsih mendapat Rp 1,47 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp750 juta.
“Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour,” tutur JPU.
Dahwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari-April 2023, memberikan suap kepada auditor BPK perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.
“Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp1 miliar,” ucap JPU.
Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022.
“Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengkondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” paparnya.
Lantaran perbuatannya, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis, yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KHUP.
Dakawaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dan atau, Pasal 12 huruf b junctro Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dakawaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KHUP.
Atas dakwaan JPU itu, M Adil didampingi penasehat hukumnya menyatakan mengetahui dan tidak keberatan. “Tidak melakukan eksepsi,” kata M Adil.
Majelis hakim menunda persidangan pada pekan depan dengan agenda meminta keterangan saksi. “Kita lanjutkan pembuktian dari saksi-saksi,” pungkas hakim ketua Nur Arif. (411)
Selengkapnya unduh disini