“Saya berharap, kalau ada bupati atau walikota yang ikut berperan dalam pembangunan hotel itu dan dipanggil untuk dimintai keterangan, agar kooperatif memberikan informasi kepada penyidik, agar memudahkan proses pengusutan kasus ini,” Kompes Pol Margiyanta.
Padang – Haluan
Di rektorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). Polda masih terus menyelidiki pengaduan masyarakat terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung. Hingga saat ini, sudah 15 saksi yang diperiksa. Selain jajaran manajemen hotel dan pihak Pemprov Sumbar, polisi juga berencana memeriksa beberapa bupati/wali kota (wako).
Direktur Reskrimsus Polda Sumbar, Kombes Pol Margiyanta, Jumat pemeriksaan terhadap sejumlah bupati/walikota di Sumbar bertujuan untuk menggali informasi terkait pembangunan Hotel Balairung, yang apakah memang menggunakan anggaran provinsi sementara, atau juga ikut menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota.
“Mungkin kami juga akan melakukan pemanggilan kepada bupati/wali kota, bila nanti diperlakukan untuk dimintai keterangan terkait perkara ini. Yang jelas, semua ini akan berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang ada,” sebutnya.
Margiyanta menyebutkan, terkait pengaduan masyarakat soal masalah perpajakan dengan dana operasional Hotel Balairung, sehingga memunculkan praktik korupsi, pihaknya tengah mengarah dalam tahap penyelidikan ke sana. Namun, hingga saat ini polisi memang belum memanggil satu pun kepala daerah.
Dari pemeriksaan sejumlah saksi, Margiyanta mengaku memang ada indikasi bahwa pembangunan Hotel Balairung turut melibatkan dana yang bersumber dari APBD sebagian kabupaten/kota. Oleh karena itu ia berharap, jika nantinya ada bupati/wali kota yang dipanggil, agar dapat bekerja sama dalam pengusutan dugaan dalam kasus tersebut.
“Saya berharap, kalau ada bupati/wali kota yang ikut berpera dalam pembangunan hotel itu dan dipanggil untuk dimintai keterangan, agar kooperatif memberikan informasi kepada penyidik, agar memudahkan proses pengusutan kasus ini,” kata margiyanta lagi.
Ia mengaku dari hasil pemeriksaan sejauh ini, pihaknya belum bisa memutuskan untuk mengarahkan kasus tersebut kepada dugaan terjadinya praktik korupsi. Oleh karena itu, pemeriksaan saksi – saksi dan pengumpulan bahan keterangan dan dokumen terus dilakukan secara bertahap.
“Hingga sekarang, sudah 15 saksi yang kami periksa. Minggu depan rencananya kami akan kembali periksa beberapa beberapa saksi lagi. Sejauh ini, sejumlah bank juga sudah kami keterangannya,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, terkait pengusutan laporan dugaan praktik korupsi tersebut, Gubenur Sumatera Barat, Irwan Prayitno telah menyangkal kemungkinan terjadinya praktik korupsi dalam pengelolaan hotel milik Pemprov Sumbar yang dikelola oleh BUMD PT Balairung Citrajaya Sumbar tersebut. Ia menilai, minimnya kontribusi hotel yang terhadap pemasukan daerah, tidak dapat menjadi pijakan untuk memberi tahu bahwa hotel tersebut memiliki manajemen yang buruk.
“Terkait dugaan itu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib. Saya akan tidak akan mengintervensi. Namun, kita harus menelah dulu, inti persoalannya itu di mana. Memang, selama ini Hotel Balairung hampir tidak memberikan deviden kas untuk daerah. Akan tetapi, bukan berarti kita bisa bilang kalau hotel itu merugi,” ujarnya, usai menghadiri pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan pejabat pimpinan tinggi pratama, kamis (3/1) lalu.
Secara keuangan, kata Irwan, Hotel Balairung memang tampak merugi. Namun secara bisnis, Hotel Balairung justru dalam keadaan untung. Hal itu dapat terlihat dari tingkat okupansinya yang terbilang tinggi, yakni selalu di atas 60 persen dari total kamar yang tersedia.
“Nah, jadi kenapa secara keuangan kelihatannya merugi? Pertama, gedung Balairung yang sekarang menjadi hotel itu, saat awal dibangun sebagus mungkin. Dindingnya tinggi, temboknya tebal, lantainya tebal, dan sebagainya. Ternyata pada 2009, lewat Perda,diubah menjadi hotel,” kata Irwan.
Logikanya, sambungannya lagi, untuk hotel dengan tarif permalam RP500.000, investasi paling tinggi yang ditanamkan adalah senilai Rp500 juta. Sedangkan Hotel Balairung memiliki nilai investasi Rp1 milliar per kamar, karena sejak awal memang tidak direncanakan untuk menjadi hotel. Hal itu kemudian membuat hotel Balairung menjadi tidak ekonomis untuk bangunan berorientasi bisnis.
Dengan nilai investasi sebesar Rp500 Miliar, lanjut Irwan lagi. Apabila disusutkan selama 10 tahun maka akan menjadi Rp15 miliar. Sahingga, Pemprov Sumbar mesti menyisihkan uang milik BUMD tersebut untuk amortisasi atau penyusutan nilai kekayaan. Tentu, ucap Irwan, kelihatannya selalu menanggung beban turunan dari pembiyaan pembangunan awal dengan nilai investasi yang besar.
“Intinya, untuk sekelas hotel, investasi bangunannya kemahalan. Nah, sementara uang yang diasingkan untuk amortisasi tadi itu masih tersimpan masih tersimpan di kas daerah. Utuh. Jadi sebenarnya tidak bisa dibilang rugi sepenuhnya. Dan intinya, menurut saya, Balairung itu tidak ada dugaan korupsi,” ujarnya lagi.
Sementara itu, tentang usulan Pansus DPRD Sumbar untuk menggaet pihak ketiga, Irwan Prayitno mengaku telah menindaklajuti usulan itu. Ia telah telah menawarkan kepada beberapa grup hotel besar seperti Ibis, Santika, Novotel, dan lain–lain untuk mengelola Hotel Balairung. Akan tetapi,usaha tersebut belum membuahkan hasil.
“Kenapa bisa gagal? Karena mereka menawar jauh di bawah keuntungan yang telah kami dapat dari Hotel balairung. Kami tentu tidak mau, karena kalau sudah dikelola dengan penawaran seperti itu, Pemprov tidak punya nama lagi disana. Sudah orang lain yang mengelola , dan tidak hanya sebagai tamu disitu. Jadi akhirnya, urusan ini kami kembalikan lagi kepada Pansus DPRD. Tetapi sampai sekarang kami belum menerima tanggapan apapun,” katanya. (h/mg-pmi)