Dugaan Korupsi Pembelian Lahan Sawit Dilaporkan ke Kejati

SIJUNJUNG-SINGGALANG

Setelah berakhirnya sidang gugatan yang diajukan tergugat Sabirin Datuak Monti Pangulu, warga Jorong Kamang, Nagari Kamang, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, melalui kuasa hukuninya Didi Cahyadi Ningrat, dan rekan-rekan di Pengadilan Negeri Muaro, telah dinyatakan inkrah, namun tergugat kembali melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pembelian lahan sawit Pemda Sijunjung, 500 hektare tahun 2000 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar.

Sabirin Datuak Monti Panghulu (64), selaku mamak kepala kaum, Tuo Ulayat dalam Nagari Tanjung Kaliang, Kecamatan Kamang Baru, Kabupten Sujunjung melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah miliknya, selama ini dikenal sebagai lahan sawit Pemda Sijunjung, seluas 500 hektare ke Kejati Sumbar, tertanggal 4 Juni 2020 dan diterima di BidangTata Usaha Kejati, Jalan Raden Saleh, Padang.

Seperti yang dipaparkan Sabirin Datuak Monti Panghulu, melalui Kuasa Hukumnya, Didi Cahyadi Ningrat dan rekan-rekan, Rabu (10/6) saat konferensi pers di Tanjung Ampalu, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, kliennya melaporkan YA, mantan Wakil Bupati Sijunjung Priode 2005 2010 (sekarang Bupati Sijunjung) posisi pihak pembeli tanah/pemerintah, Ramli Kotik Naro, warga Jorong Air Amo, Kecamatan Kamang Baru, sebagai penjual tanah.

Selanjutnya Medison, mantan Camat Kamang Baru, periode 2006 2011 (sekarang Asisten 1 Pemda Solok) dan Adi Putra, mantan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Sijunjung, pembeli dan penjual tanah dalam areal lahan sawit Pemda Sijunjung. “Benar ada empat orang yang dilaporkan oleh Sabirin Datuak Monti Pangulu, sebagai klien saya yang dilaporkan ke Kejati Sumbar,” terang Didi di hadapan sejurnlah wartawan dan juga terlihat Ketua LKAAM Sijunjung, E. Datuak Paduko Alam.

Secara rinci Didi memaparkan kronologis laporan ini muncul ke Kejati Sumbar. Berdasarkan putusan perkara perdata nomor 4/Pdt.G/2019/PN.Mij, tanggal 18 Mei 2020, telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) secara bersama-sama telah melakukan pengadaan pembelian tanah yang diakui sepihak milik Ramli Kotik Naro, terletak di Jorong Aie Amo, Nagari Aie Amo, Desember 2006.

Transaksi ini hanya berbekal Surat Perintah Tugas yang dikeluarkan oleh YA, selaku Wakil Bupati Sijunjung, dengan menggunakan dana APBD Sijunjung, 2006, Rp750 juta. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pembangunan bangunan milik Pemda dan pembibitan sawit oleh Dinas Perkebunan, menggunakan dana APBD 2006, 2007, 2008 dan 2009, masih di lahan yang sama, namun sampai saat sekarang tidak pernah ada terbit sertifikat hak milik atas lahan sawit pemda itu. Malah menjadi temuan BPK RI berdasarkan LHP dari tahun ke tahun sampai 2019.

Sebagian lahan sawit Pemda itu, tambah Didi, dikuasai oleh kliennya dan sebagian diketahui telah di} “rjualbelikan oleh Kotik Naro, bersama Adi Putra seluas 150 hektare, kepada salah satu perusahaan di Jakarta. “Hal inilah yang memicu klien saya. Sebelumnya mengajukan gugatan ke pengadilan dan sudah berulang kali meminta kejelasan ke Pemda tentang keberadaan penjualan dan penggunaan lahan ulayat klien saya oleh Pemda Sijunjung tahun 2006,” ujar Didi.

Laporan yang diajukan Sabirin Datuak Monti Panghulu, bertujuan menegakkan hukum dan hak ulayat serta meminta pertanggungjawaban keuangan daerah/negara atas lahan sawit Pemda seluas 500 hektare, yang sampai saat ini tak jelas status hukumnya.

“Seluruh bukti dan dokumen tertulis serta keterangan saksi sudah kita lengkapi,” tambah Didi. (505)

Selengkapnya…