Kasus SPJ Fiktif Jangan Berhenti di Yusafni

PADANG, HARIANHALUAN.COM

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM Universitas Andalas (Unand) meminta DPRD Sumbar mengawal pengusutan kasus korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif yang terjadi di lingkungan Pemprov Sumbar. Mahasiswa mewanti-wanti kasus SPj Fiktif jangan sampai di peti es-kan.

Desakan pengawalan itu disampaikan saat beraudiensi dengan Ketua DPRD Sumbar, dan Ketua panitia Khusus (Pansus) Tata Pelaksanaan Pembangunan, M Nurnas di DPRD Sumbar, Selasa (6/2).

“Mahasiswa sebagai perwakilan masyarakat menginginkan kasus SPj Fikitif diusut hingga menemui titik terang. Hal itu karena kerugian negara dalam persoalan itu tidaklah sedikit. Dimana penyelewengan anggaran mencapai angka Rp62,5 miliar. Kami ingin DPRD mengawasi bersama sampai kasus ini diusut setuntas-tuntasnya,” terang Presiden BEM KM Unand, Faizil Putra.

Ditambahkan Faizil, selain menginginkan DPRD andil mengawasi jalannya penyelesaian kasus, pihaknya juga berharap pihak berwenang mengungkap semua aktor yang terlibat. Kasus ini jangan berhenti hanya di Yusafni.

“Sebab BEM KM Unand menilai tak mungkin pelaku hanya satu orang saja. Selama ini seolah kesalahan dilimpahkan pada Yusafni seorang, yang kini sudah disidangkan. Selain itu, aliran dananya juga mesti diungkap agar masyarakat bisa tahu penyelesaian kasus ini, berapa total kerugian anggaran yang sebenarnya dan siapa-siapa saja yang terlibat, hingga mereka bisa dihukum sesuai apa yang dilakukan,” tukas Faizil.

Anggota BEM KM Unand, Harahap juga berharap kasus SPj fiktif jangan sampai terhenti pengusutannya.

“Seperti yang diinformasikan saat ini, kasus sudah ditangani oleh Bareskrim. Kami tak ingin kasus ini sampai masuk peti es, atau tiba-tiba terhenti begitu saja. Sekarang ini adalah tahun politik, apa saja bisa terjadi, bersama mahasiswa, kami minta DPRD komit mengawal masalah ini sampai selesai,” ucap Harahap.

Menanggapi ini, Ketua Pansus tentang Tata Laksana Pembangunan, M Nurnas menyebut, DPRD juga sangat tidak menyangka terungkapnya kasus SPj fiktif yang terjadi pada salah satu OPD di  Provinsi Sumbar. Sebab dari tahun 2011 sampai tahun 2016 Sumbar selalu mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK, hal ini terkait penggunaan keuangan daerah.

Meski opini WTP tak menutup adanya kemungkinan korupsi, lanjut Nurnas, dengan opini cukup baik yang diberikan BPK selama bertahun berturut-turut, DPRD tidak bisa lagi terlalu jauh untuk masuk. Sampai akhirnya mencuat kabar BPK kembali melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan beberapa tahun belakangan dan ditemukan ada penyelewengan.

Ditambahkan Nurnas, sama dengan mahasiswa DPRD menilai jumlah dana yang diselewengkan memang sangatlah besar. Namun karena kasus sudah masuk ranah hukum, ini tidak bisa lagi diintervensi pihak luar termasuk oleh DPRD.

“Hanya saja, agar kejadian serupa tak terulang, DPRD membentuk Pansus yang diberi nama tata pelaksanaan pembangunan. Pansus ini tidak diberi nama SPj fiktif karena itu tadi, masalahnya sudah masuk ranah hukum. Kalau diberi nama Spj fiktif rekomendasi Pansus pastinya akan berkaitan dengan meminta pihak kepolisian mengusut secara pidana dan pemeriksaan oleh BPK juga, hal itu sudah dijalankan sekarang,” pungkas Nurnas.

Ketua DPRD Sumbar, Hendra Irwan Rahim menyampaikan, dengan adanya kasus SPj fiktif ke depan DPRD akan lebih meninggkatkan pengawasan.

“DPRD akan terus melakukan langkah pengawasan dengan bersinergi dengan pihak terkait. Kita berharap kasus ini selesai secepatnya,” imbuh Hendra.

Pada sidang lanjutan, Senin (5/2), terdakwa Yusafni Ajo menyebut, uang hasil dari pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif tidak dimakannya sendiri, tapi dibagi ke sejumlah pihak. Terlepas dari pengakuan bagi-bagi uang, sidang kemarin, sedianya ada lima saksi yang dipanggil oleh JPU. Mulai dari Mai Halfri, Eko Herlambang, Hefdi dari Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD), Yunita, Kasi Perencanaan Teknis Jalan dan pejabat teras Dinas Prasjaltarkim lainnya, Indra Jaya. Namun, dari lima saksi, hanya empat yang hadir. Indra Jaya tidak memenuhi panggilan jaksa.

Informasi yang diterima Haluan, Indra Jaya tidak datang karena di waktu yang bersamaan, dia juga dipanggil oleh penyidik Bareskrim Polri, dalam pengembangan kasus SPj fiktif jilid II.

“Saksi Indra Jaya memang tidak bisa hadir karena dipanggil Bareskrim juga. Pekan depan kembali diagendakan pemanggilan dirinya untuk memberi kesaksian dalam persidangan, karena dia termasuk saksi yang penting,” terang Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Padang, Munandar, usai persidangan. (h/len)