Lampaui Masa Tenggat 60 Hari, Sejumlah Persoalan dalam LHP Pemrov 2021 Belum Tuntas

“Kalau mengangkut tindak lanjut rekomendasi dari BPK, apakah itu berupa teguran, penagihan, dan sebagainya, sudah kami lakukan. Saat ini yang belum tuntas itu persoalan-persoalan yang menjadi temuan dalam LHP.” Zaenuddin (Inspektorat Sumbar).

Padang Haluan– Kendati telah melampaui batas waktu 60 hari yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) namun hingga kini pemerintah provinsi Sumatera Barat (Pem Prov Sumbar) belum berhasil menuntaskan sejumlah persoalan yang menjadi temuan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) kepatuhan belanja daerah semester II tahun 2021.Diketahui, pada 28 Januari 2022 lalu, BPK RI perwakilan Sumbar telah menyerahkan LHP PDTT Kepatuhan Belanja Daerah Semester II tahun 2021, yang mana di dalamnya terdapat sejumlah temuan yang harus segera ditindaklanjuti oleh Pem prov Sumbar. Paling tidak, ada sebanyak 58 rekomendasi yang harus ditindaklanjuti dengan masa tenggat selama 60 hari.

Inspektur Sumbar, Zainuddin mengungkapkan bahwa secara umum pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh BPK. Beberapa persoalan, seperti kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas sudah diselesaikan dan dikembalikan ke kas daerah.“Kalau soal yang nyetor-nyetor,sudah selesai. Masalah kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas misalnya, sudah ada yang dikembalikan ke kas daerah. Rekomendasi administrasi juga sudah diproses,” katanya kepada Haluan, Selasa (29/3).

Persoalan yang masih belum berhasil dituntaskan hingga saat ini, ucap Zaenuddin, salah satunya yang berkaitan dengan pihak ketiga. Dalam hal ini, yang sehubungan dengan masalah pemutusan kontrak kerja pembangunan. Penyelesaian masalah pemutusan kontrak kerja tersebut saat ini terkendala pada proses penagihan uang Jaminan Pelaksanaan, yang berdasarkan rekomendasi BPK, dikembalikan ke kas daerah.

Zaenuddin menerangkan, Jaminan Pelaksanaan atau Performance Bond dalam proses pengadaan barang dan jasa adalah jaminan yang diterbitkan oleh surety company(penjamin) untuk menjamin obligee(pemberi pekerjaan) bahwa princupal(kontraktor) akan dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh obligee sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak pekerjaan. Apabila principal tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kontrak, maka surety company akan memberikan ganti rugi kepada obligee maksimal sebesar nilai jaminan.

Jaminan Pelaksanaan wajib diserahkan untuk kontrak pengadaan barang / pekerjaan konstruksi / jasa lainnya yang bernilai di atas Rp200 Juta. Jaminan pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan.“Jaminan Pelaksanaan itu seperti membayar asurans. Misal, nilai kontak pekerjaannya Rp10 miliar, dan jaminannya sebesar Rp1 miliar. Nah, uang jaminan Rp1 miliar itu disetorkan kepada penjamin, tapi tidak langsung sekaligus. Melainkan dalam bentuk premi. Lalu ketika terjadi permasalahan dengan kontrak pekerjaan maka resikonya ditanggung oleh pihak penjamin,” kata Zaenuddin.

Dalam hal pengadaan barang dan jasa oleh Pemprov Sumbar yang mengalami putus kontrak tersebut ia menjadi pihak penjamin adalah PT Jamkrida. Ia menyebut jika terjadi pemutusan kontrak kerja di tengah jalan, otomatis jumlah pengganti uang jaminan yang diberikan lebih besar dari premi yang disetor oleh pemerintah daerah.Di sinilah permasalahannya. Jumlah Jaminan Pelaksanaan itu pun juga cukup besar. Kalau tidak salah sekitar Rp7 miliar. Di sisi lain, PT Jamkrida sendiri merupakan BUMD milik Pemprov. Jadi, apabila PT jamkrida merugi, maka Pemprov juga yang akan terkena imbasnya,” kata Zaenuddin.

Oleh karena itulah, pihaknya terus berkomunikasi dengan pihak PT Jamkrida guna menemukan solusi dari permasalahan ini. Sehingga, uang jaminan tersebut dapat dikembalikan ke kas daerah.“kalau menyangkut tindak lanjut rekomendasi dari BPK, apakah itu berupa teguran, penagihan, dan sebagainya, sudah kami lakukan. Saat ini, yang belum tuntas itu persoalan-persoalan yang menjaditemuan dalam LHP,” tuturnya.

 

Rekomendasi Pansus DPRD

Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) LHP DPRD Sumbar mendesak Pemprov Sumbar segera menyelesaikan seluruh proses tindak lanjut rekomendasi BPK tersebut.Termasuk mengembalikan Rp9,56 miliar kerugian negara yang masih tersisa.“Terkait banyaknya kerugian negara yang belum dikembalikan dikembalikan ke kas daerah, maka kami mendesak Pemprov Sumbar dan Tim Tindak LanjuntLHP menagih pihak terkait untuk menyetorkan kembali ke kas daerah,” kata Ketua Pansus LHP,Bakri Bakar dalam rapat paripurna di DPRD Sumbar, Rabu (16/3).Ia menyebutkan, Pansus LHP DPRD Sumbar telah mengindentifikasi permasalahan serta faktor yang menyebabkan temuan dalam LHP BPK yang sifatnya berulang dari tahun-tahun sebelumnya.

“ini menunjukkan belum adanya upaya signifikan dari pemerintah daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait kelemahan yang ada. Termasuk tidak dilaksanakannya rekomendasi DPRD sebelumnya terhadap permasalahan yang sama,”katanya. Selain itu, LHP tersebut juga menunjukkan masih rendahnya pemahaman pejabat pengelola keuangan daerah pada masing-masing OPD, seperti PA, KPA, PPTK, PPK dan pejabat teknis pengelola keuangan lainnya,terhadap peraturanperundang-undangan terkait tugas dan kewengannya. Sehingga berdampak gagal membayar kegiatan yang telah selesai.

“Tak hanya itu,masih rendah kemampuan pemahaman pejabat teknis pengelola kegiatan atau proyek pada masing-masing OPD terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan juga berdampak terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan juga berdampk terhadap pelaksanaan pengawasan dan penilaian hasil pelaksanaan kegiatan,”tuturnya.Kemudian, pengawasan dan pengendalian oleh pimpinan OPD juga dinilai belum efektif terhadap pelaksanaan kegiatan, serta belum maksimalnya pelaksanaan kegiatan, baik perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan. “Kondisi ini tidak terlepas dari rendahnya alokasi anggaran yang disediakan pada APBD untuk penyelenggaraan kegiatan pendukung pengawasan,” ujarnya.

Terakhir, manajemen proyek yang belum tertata dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan lamanya proses pengadaan barang dan jasa pembagian paket pada pokja yang belum proporsional, yang mengacu pada pemenangan tender yang masih terorientasi pada harga terendah tanpa memperhatikan kemampuan finansial dan teknis rekanan.Dalam hal ini, BPK meminta kepada Pemprov dan OPD terkait untuk Menindaklanjuti semua rekomendasi yang terdapat dalam LHP Kepatuhan Atas Belanja Daerah 2021 dalam waktu 60 hari sejak laporan LHP diterima tepatnya pada 28 Januari lalu.

“Bagi pihak-pihak yang belum dapat menyelesaikan rekomendasi BPK dalam waktu tersebut, maka temuan yang bersifat uang langsung ditetapkan (Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak) kepada pihak terkait,” tuturnya.Jika temuan tersebut masih berulang dan dilakukan oleh pihak yang sama, maka Gubernur diminta agar memberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan kepada pejabat, ASN, maupun pihak terkait lainnya, atau memutasikan yang bersangkutan ke bidang tugas lain.

Pimpinan OPD juga diminta meningkatkan pengawasan dan pengendalian secara berjenjang dalam melaksanakan kegiatan pada masing-masing OPD. Termasuk meningkatkan peran aktif dalam perencanaan pelaksanaan kegiatan OPD. Hal ini sebagai upaya mengetahui secara dini dan sebagai langkah antisipasi bila terjadi permasalahan dalam kegiatan.

“BPK merekomendasikan Pemprov untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas pejabat atau ASN terkait dalam hal pelaksanaan pengawasan melalui pelatihan dan penambahan tenaga fungsional,” ucap Bakri bakar.Selain itu, juga meningkatkan alokasi anggaran untuk penyelenggaraan pendukung pengawasan sesuai amanat perundang-undangan. Terakhir, meningkatkan kapasitas dan kemampuan pejabat teknis pengelola keuangan daerah.

Pansus DPRD Sumbar juga merekomendasikan Pemprov Sumbar untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan kepada pejabat terkait. Hal ini berlaku terhadap ASN yang karena kelalaiannya mengakibatkan tidak bisa dibayarkannya kegiatan yang sudah diselesaikan atau dikerjakan oleh pihak ketiga atau kegiatan yang kelebihan bayar.“Kemudian, penataan dan peningkatan kualitas manajemen proyek dalam pelaksanaan kegiatan dalam pembahasan serta penguatan ULP atau biro pengadaan barang dan jasa melalui penambahan Pokja dan SDM yang memiliki integritas,” tuturnya.Berikutnya, percepatan proses pengadaan barang dan jasa yang dapat dilakukan setelah APBD ditetapkan. Penetapan pemegang lelang di samping memperhatikan kelengkapan administrasi dan penawaran harga terendah, juga harus memperhatikan kemampuan teknis dan finansial rekanan yang akan dimenangkan berdasarkan hasil klarifikasi.

Pada kesempatan yang sama Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah memastikan akan melaksanakan seluruh rekomendasi LHP tersebut titik termasuk penemuan yang masih berulang, yang mana menurutnya, hal ini merupakan kesalahan SDM bersangkutan.“Aneh kalau ada temuan yang berulang-ulang. Berarti ini SDM-nya yang bermasalah. Kami akan tindak lanjuti sesuai rekomendasi DPRD. Sekaitan dengan temuan yang lain sesuai rekomendasi BPK, sudah kami Surati OPD terkait. Sudah ada juga yang dikembalikan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Sumbar, Supardi menyebutkan, untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka keuangan wajib dikelola secara tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan efektif transparan serta bertanggung jawab.“Keuangan daerah perlu melalui pemeriksaan yang mencakup identifikasi masalah analisis dan evaluasi berdasarkan standar dan norma yang ditetapkan. Hal ini untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan keuangan daerah,” tuturnya.(h/dan)

Selengkapnya unduh disini