Padang-Pos Metro
Kasus dugaan suap yang menyeret nama Bupati Solsel Muzni Zakaria (MZ) dan Pemilik PT Dempo M YaminKahar (MYK) sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Kini, tiba nama baru yang mengaku sebagai penasehat hukum (PH) Yamin Kahar dan berbicara ke publik Kamis (9/5) di Padang. Dia adalah Halius Hosen, mantan Kepala Kejati Sumbar.
Seperti diketahui, KPK menjerat Yamin Kahar sebagai terangka pemberi suap kepada Muzni dalam kasus pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Solsel. Dalam kasus pembangunan Masjid Agung Solsel dan Jembatan Ambayandi Solsel. Keduanya kini juga dicekal ke luar negeri.
Halius Hosen yang juga pernah menjadi Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI ini menyampaikan perusahaan milik kliennya (MYK) tersebut tidak pernah mengerjakan proyek pembangunan masjid dan jembatan sebagaimana disampaikan KPK dalam jumpa persnya beberapa hari sebelumnya.
“Di sana disampaikan ada dugaan gratifikasi (penerimaan uang terkait jabatan, red) pembangunan masjid dan jembatan. Namun disini saya sampaikan, perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut bukanlah perusahaan klien saya, tetapi ada perusahaan dari Provinsi Jambi,” katanya.
Mantan Kajati Sumbar itu menyampaikan pihaknya menghargai proses penyidikan yang dilakukan KPK RI dan kliennya selama ini kooperatif dalam proses yang telah dijalani. “Kami tidak menyinggung mengenai pokok perkara, namun kami hanya menyampaikan beberapa hal yang perlu diluruskan,” katanya.
Ia menyampaikan, sejumlah uang yang diduga oleh KPK sebagai suap yang diberikan kepada Muzni Zakaria itu adalah pinjaman dari kliennya yang digunakan untuk membeli sesuatu. Pinjaman tersebut juga menggunakan akta di notaris. “Itu pinjaman dari klien kami untuk MZ. Karena mereka telah berteman baik selama ini, bahkan mereka sering komunikasi,” katanya.
Dia mengatakan pinjaman tersebut sampai Rp3,2 miliar dengan jaminan yang diberikan oleh Muzni. Juga ada tim appraisal (pengira harga) yang melakukan penilaian terhadap pinjaman tersebut. ”Jadi itu hanya pinjaman. Kalau tidak salah uang tersebut mulai dari Bulan Oktober 2018 dan pencairannya bertahap,” katanya.
Kekayaan Muzni 4,9 M
Sementara itu, terkait kekayaan Muzni Zakaria, menurut data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) yang diunduh di situs KPK, ditemukan laporann terkahir Muzni 2017. Tercatat memiliki total harta kekayaan Rp4,9 miliar. Mayoritas hartanya berupa tanah dan bangunan bernilai Rp4 miliar yang tersebar di Jakarta, Bandung dan Sumbar.
Selain itu, Muzni juga memiliki mobil Toyota Fortuner dan Honda Jazz senilai Rp385 juta dan harta bergerak lainnya bernilai Rp532 juta. Dia juga memiliki uangh kas berjumlah Rp146 juta.
Jumlah harta yang dilaporkan pada 2017 mengalami penurunan dibandingkan dalam laporannya tahun 2015. Saat itu, ia merupakan calon Bupati Solselincumbent dengan harta berjumlah Rp5,5 miliar.
Hartanya ketika itu juga didominasi oleh kepemilikan tiga bidang tanah dan bangunan di Padang, dan Solsel nilai Rp5,1 miliar. Muzni tercatat memiliki dua mobil dan satu motor dengan harga Rp140 juta. Memiliki perkebunan senilai Rp140 juta , logam mulia dan benda berharga senilai Rp199 juta, serta uang kas Rp8 juta.
Penasehat hukum Muzni Zakaria, Defika Yufiandra menyatakan, pihaknya menghormati proses yang tengah dilakukan KPK. ”Kita hormati penetapan tersangka oleh KPK itu,” ujarnya di Padang, Selasa (5/7).
Managing Director Kantor Hukum Independen (KHI) Padang ini berharap lembaga anti rasuahitu tak melakukan penahanan badan terhadap kliennya. “Kita tentu berharap tidak ada penahanan badan, karena kami yakin Pak Muzni akan kooperatif dalam proses penyidikan nantinya,” ulasnya.
Soal tuduhan menerima suap terhadap Muzni katanya, pihaknya akan membuktikan nantinya di persidangan. “Semua tengah kami siapkan untuk dibuktikan di persidangan nantinya,” tegasnya. Pihaknya pun berharap semua pihak mengedepankan azas praduga tak bersalah dalam kasus ini.
Sebelumnya, KPK menetapkan Muzni Zakaria menjadi tersangka suap proyek pembangunan Masjid Agung Solok dan Jembatan Ambayan. Muzni diduga menerima suap sebanyak Rp460 juta dari Yamin Kahar terkait proyek tersebut.
Kasus bermula ketika Pemerintah Kabupaten Solok mencanangkan beberapa proyek, diantaranya proyek pembangunan Masjid Agung Solok dengan nilai proyek Rp55 miliar dan proyek Jembatan Ambayan dengan nilai Rp14,8 miliar pada 2018.
Yamin selanjutnya menyerahkan uang suap kepada Muzni dalam periode April hingga Juni 2019 dengan total Rp460 juta. Suap itu merupakan realisasi pembayaran untuk proyek jembatan Ambayan.
Untuk itu, Muzni disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 12 B Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke- KUHP.
Sementara, Yamin disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke KUHP. (r)