PADANG, HALUAN
Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) memastikan pembangunan Gedung Sumatera Barat Zona B tidak akan dilanjutkan tshun ini. Pasalnya, tahun ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) tidak menganggarkan kelanjutan proyek pembangunan yang mangkrak dan telah putus kontrak tersebut.
Diketahui, proyek pembangunan dengan pagu anggaran (APBD 2021) sebesar Rp 31 milia (lanjutan) itu putus kontrak saat realisasi pembangunan fisiknya baru mencapai 10,63 persen, dan realisasi keuangannya Rp. 8,6 miliar lebih.
Kepala Dinas BMCKTR Sumbar, Era Sukma Munaf, mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu kesepakatan dari Pemprov Sumbar dan DPRD Sumbar terkait kelanjutan proyek pembangunan Gedung Kebudayaan Zona B tersebut.
Ia menyebut, pihaknya hanya sebagai eksekutor. BMCKTR Sumbar hanya melaksanakan pembangunan sesuai dengan anggaran yang telah direncanakan dan ditetapkan oleh DPRD dan Pemprov Sumbar beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, dalam hal ini Dinas Kebudayaan (Disbud) Sumbar.
“Kalau untuk melanjutkan dengan kontrak baru tentu dianggarkan pada anggaran berikutnya. Kami inginnya kan ini jadi proyek multiyear, bukan ‘tahun tunggal’ seperti sebelumnya. Karena kalau tiap tahun dianggarkan Rp 10 miliar, sementara sisanya masih ada ratusan miliaran lagi, kapan mau selesainya? Nah, tapi itu kan nanti tergantung bagaimana kesepakatannya dengan pihak DPRD. Kami dari BMCKTR Sumbar kan cuma sebagai eksekutor,” ujarnya kepada Haluan, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, M. Numas, mengatakan, kunci utama yang harus terpenuhi untuk kelanjutan pembangunan Gedung Kebudayaan adalah, gubernur terlebih dahulu harus menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sekaitan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) khusus, terkait pembangunan infrastruktur yang diserahkan tahun 2021 lalu.
Politisi Demokrat ini mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan khusus BPK terkait pembangunan infrastruktur, ada lima kegiatan pembangunan yang saat itu diberi rekomendasi untuk ditindaklanjuti, yaitunya, RS Achmad Mochtar, RS M Natsir, Selter Linggarjati, Gedung Kebudayaan, dan Main Stadium yang terketak di Sikabu, Padang Pariaman.
Tiga diantara kegiatan pembangunan yang mendapat rekomendasi tadi, yaitunya RS Achmad Mochtar, RS M Natsir, Selter Linggarjati dan Main Stadium hingga sekarang masih belum dipenuhi oleh pemerintah provinsi.
Numas memaprkan ada lima poin yang menjadi rekomendasi dalam LHP BPK. Pembuatan nota kesepakatan adalah rekomendasi poin pertama. Yakni tertulis, BPK merekomendasikan gubernur Sumatera Barat antara lain untuk : (1) bersama dengan DPRD Provinsi Sumatera Barat membuat nota kesepakatan untuk menjamin adanya komitmen penyediaan anggaran atas pembangunan infrastruktur gedung dan bangunan yang telah direncanakan agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan. Namun sejak diserahkan BPK pada Mei 2021, sampai saat ini nota kesepakatan itu belum kunjung dibuat Pemprov.
Ia mengatakan, jika saja Pemprov pada tahun 2021 lalu sudah siap dengan apa yang diminta dalam Rekomendasi LHP BPK RI, dan dibahas bersama DPRD, kemudian dibuat nota kesepakatannya tentu sudah bisa dianggarkan di APBD tahun 2023 ini.
“Sebenarnya sudah sering nota kesepakatan ini kami tanyakan, namun hingga sekarang belum juga disampaikan, termasuk untuk kelanjutan Main Stadium di Sikabu Lubuk Alung Jadi, bukan berarti DPRD tak sepakat dengan kelanjutan pembangunan Gedung Kebudayaan, tapi tindaklanjuti dulu LHP BPK tersebut. Kalau apa yang direkomendasikan BPK sudah dipenuhi Pemprov, DPRD sangat siap untuk membahasnya, jika tidak juga, tentu kedua bangunan ini tetap akan terbengkalai,” tukasnya.
Satu Tersangka
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang pun menetapkan satu tersangka berinisial AK (32) dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung Kebudayaan Sumbar (lanjutan) di Taman Budaya Sumbar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, M Fatria, menyebutkan, satu orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka merupakan rekanan pelaksana dalam proyek Gedung Taman Budaya.
“Penetapan status tersangka terhadap AK dilakukan setelah tim jaksa penyidik memperoleh alat bukti yang cukup dalam perkara memulai dari saksi sebanyak 30 orang, bukti-bukti terkait, hingga keterangan ahli,” kata M Fatria, yang didampingi Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intelijen) Afliandi yang didamping Kasi Pidsus Therry Gutama Jumat (17/2).
Mantan Aspidus Kejati Sumbar ini menerangkan, penetapan status tersangka terhadap laki-laki berusia 32 tahun itu dilakukan pada 6 Februari lalu, yang bersangkutan telah diperiksa penyidik dalam statusnya sebagai tersangka.
Ia menjelaskan, tersangka AK dijerat dengan pidana melanggar pasal 2,3,18 Undang-undang nomr 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto (Jo) 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Seperti diketahui, Kasus tersebut merupakan pengerjaan fisik bangunan di proyek gedung kebudayaan lanjutan tahu anggaran 2021 dengan pagu dana sebesar Rp 31 miliar, kejaksaan mengendus adanya pekerjaan tidak sesuai kontrak sehingga muncul indikasi kerugian negara. Dampaknya sampai sekarang pengerjaan terhadap proyek gedung dengan sifatnya tahun tunggal menjadi “mangkrak” dan terbengkalai.
Pembangunan gedung tidak berjalan sesuai dengan perencanaan dan putus kontrak pada angka 81 persen, sedangkan pembayaran sudah dicairkan untuk pengerjaan 28 persen dengan nilai Rp 8 miliar. Kejari Padang menegaskan bahwa pihaknya akan mengusut kasus tersebut secara tuntas, dan menjerat siapa saja yang bersalah dan telah merugikan keuangan negara. (lne/dan/win)
Selengkapnya unduh disini