Pendapat BPK dan Surplus BPJS Kesehatan

Nico Adrianto

            Melalui rilis di situs resminya (bpk.go.id) awal januari 2021, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan pendapat atas penelolaan program jaminan kesehatan Nasional (JKN) kepada pemerintah. Peristiwa tersebutibarat oase bagi pengelolaan BPJS yang sejak pendiriannya 2015-2019 mengalami defisit dengan total Rp 125,61 triliun Rupiah. Demikian pula berbagai permasalahan layanan dan fasilitas kesehatan, serta target peta jalan JKN 2012-2019 yang belum tercapai. Melebihi peran tradisionalnya sebagai auditor keuangan negara dan mendukung pencegahan fraud melalui fungsi oversught.

Sebagai salah satu hak warga negara, jaminan kesehatan melalui BPJS merupakan amanat UU yang pelaksanaannya terus di perbaiki. Adagium mengatakan, bangsa yang kuat adalah bangsa yang sehat. Publik melihat masih terdapat pekerjaan rumah BPJS Kesehatan sebagai Pelaksanaan Program JKN, dimana Pendapat BPK menyoroti tiga aspek penting, yaitu aspek kepesertaan, pelayanan, dan pendanaan.

Permasalahan dan rekomendasi

            BPK berpendapat program JKN belum mampu mengetahui target Universal Health Coverage (UHC) yang disebabkan karena sistem data base kepesertaan belum menyatu dengan data base kementerian/lembaga (K/L) terkait untuk menjamin validitas serta merespons perkembangan kependudukan secara real time. Selain itu identitas kepesertaan JKN belum terintegrasi dengan kebijakan K/L lain terkait persyaratan pelayanan publik, misalnya perbankan. Untuk menyelesaikannya perlu diwujudkan data tunggal peserta JKN dengan mengintegrasikan sistem data base lintas K/L dan melakukan sinkronisasi peraturan terkait dukungan lintas K/L untuk pencapaian UHC.

Nilai lebih pendapat BPK

Pendapat BPK terkait program JKN memang bukan yang pertama,namun memiliki bobot signifikan. Sejak 2009 sampai 2020, BPK telah mengeluarkan sebelas buku pendapat meliputi 21 tema, yakni penetapan harga jual eceran BBM bersubsidi, belanja Kementrian pertahanan TNI, peenyelenggaraan adminduk, ibadah haji, pelaporan keuangan berbasis akrual, penelolaan barang milik negara, pengelolaan aset properti eks BPPN, pelaksanaan anggaran akhir tahun, penyediaan air bersih, pelaksanaan amnesti di Arab Saudi, sampai terkait investasi pemerintah.

Tindak lanjut atas pendapat BPK agaknya akan mendorong perbaikan mendasar di level kebijakan, lebih menjamin berkelanjutan perbaikan program yang bukan hanya terkait pendanaan, namun juga pelayanan dan kepersertaan untuk memenuhi target program JKN melalui Collaborative Governance lintas K/L di area new public service serta difusi inovasi saat ini. (detik)

Selengkapnya lihat disini