Penyelidikan Kasus Dana Covid-19 Dihentikan

Polda Sumbar tak Temukan Unsur Pidana

Padang, Padek – Sempat menghebohkan, akhirnya penyelidikan kasus dugaan penyalahgunaan penanganan Covid-19 dihentikan Polda Sumbar. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar dalam penanganan kasus tersebut tidak menemukan unsur tindak pidana, karena sudah dilakukan pengembalian dugaan kerugian negara.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar Kombes Pol Joko Sadono mengatakan, pihaknya sudah melakukan gelar perkara dan hasilnya kasus tersebut harus dihentikan. Penvelidikan dimulai pada 26 Februari 2021 dan pada gelar perkara, tanggapanpara peserta saat itu sepakaat menyatakan bahwa perkara tersebut bukan tindak pidana karena unsur-unsur kerugian keuangan negara tidak terpenuhi.

“Dalam gelar perkara tersebut seluruh pihak setuju perkara ini dihentikan penyelidikannya karena bukan merupakan tindak pidana,” tegasnya. Joko menjelaskan, gelar perkara dilakukan dalam rangka penghentian penyelidikan kasus tersebut berdasarkan laporan RI/LI/27/II/RES.3.3/2021/Ditreskrimsus pada 26 Februari 2021.

Menurutnya, keputusan itu diambil berdasarkan paparan hasil penyelidikan oleh penyelidik berupa keterangan saksi, serta keterangan dari ahli pidana dai Universitas Trisakti. Ada sebanyak 14 orang saksi yang diperiksa dan bermacam-macam bahan pemeriksaan. Lalu, Joko mengatakan pada saat pemeriksaan ada beberapa dokumen telah diamankan oleh petugas. “Kemudian, dokumen-dokumen, keterangan ahli pidana dari Universitas Trisakti yang dikaitkan dengan Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016,” ungkap Joko.

Setelah itu surat telegram Kabareskrim Polri nomor ST/247/VIlI/2016/Bareskrim tanggal 24 Agustus 2016 angka6 bahwa Delik Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 20 2001 perubahan atas UU Nomor 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berubah dari delikformil menjadi delik materil.

Kemudian, disandingkan dengan LHP BPK Nomor 53/LHP/XV.VIII.PDG/12/2020 tanggal 29 Desember 2020 dengan rekomendasi wajib ditindakdanjuti paling lambat 60 hari setelah laporhasil pemeriksaan (31 Desember 2020-28 Februari 2021). “Selain itu, tanda bukti pengembalian keuangan negara terakhir dilakukan pada tanggal 24 Februari 2021 atau sebelum penyelidikan dilakukan, ini yang juga menguatkan penghentian penyelidikan” tuturnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Satake Bayujuga membenarkan penghentian penyelidikan kasus tersebut. Menurutnya, pihaknya telah melakukan gelar pekara dalam penghentian penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi tersebut.”Ya, penyelidikannya dihentikan karena unsur pidananya tidak terpenuhi,” katanya dalam keterangan tertulisnya, kemarin (21/6).

la menambahkan, di antara hal yang menjadi dasar pemberhentian penyelidikan berupa keterangan saksi ahli dan dokumen-dokumen yang dilkaitkan dengan putusan MKNomor 25/PUU-XTV/2016. Serta sejumlah dasar-dasar lainnya.

Tidak Ada UnsurPidana

Sementara itu, Ahli Hukum Pidana dari Unand Prof Elwi Danil menilai bahwa memang tidak ada unsur pidana dalam kasus dugaan penyalahgunaan anggaran penanganan Covid-19 tahun 2020 di BPBD Sumbar tersebut. Pasalnya, kelebihan pembayaran yang dianggap menimbulkan kerugian keuangan negara telah dikembalikan pihak BPBD Sumbar bersama rekanan sesuai rekomendasi BPK RI Perwakilan Sumbar.

Kondisi ini, terang Elwi, merupakan konsekuensi dari adanya putusan Mahkamah Konsitusi (MK) RI Nomor 25PUU Tahun 2016 yang menjadikan tindak pidana korupsi da \lam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Korupsi menjadi delik materil. Delik materil adalah delik yang pencelaannya ditujukan pada timbulnya suatu akibat yang dilarang yakni, kerugian keuangan negara.

Sementara dalam pasal 4 dalam Undang-Undang Korupsi, memang menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara, sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, tidak menghilangkan dapat dipidananya pelaku tapi hanya sebagai faktor yangmeringankan pelaku. Akan tetapi, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unand ini, Pasal 4itumenunjuk Pasal 2 dan Pasal 3. Sehingga, terdegradasi dan terimplikasi oleh penghapusan kata “dapat” di depan frasa kerugian negara dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Korupsi tersebut.

“Dengan sudah dilakukan pengembalian itu unsur kerugian keuangan negara sudah tidak ada. Jadi, unsur pidana juga tidak ada lagi. Sementara Pasal 2 dan Pasal 3 itu salah satu unsur deliknya adalah merugikan keuangan negara,” ujarnya.

“Kini kerugian keuangan negara itu sudah tidak ada karena sudah dikembalikan oleh pihak BPBD Sumbar bersama pihak rekanan, bagaimana membuktikannya di sidang pengadilan nantinya,” sambung Dekan Fakultas Hukum Unand periode 2006-2010 ini. Lebih lanjut, menurut Elwi, kondisi ini berlaku jika memang Pasal 2 dan Pasal 3 vang dipakai oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar.

Di sisi lain, dalam Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dalam Surat EdaranLKPPNomor 3 Tahun 2020 tentang Pengadaan Barang/jasa dalam rangka penanganan Covid-19, dijelaskan PPK tidak harus memastikan kewajaran harga sebelum pembayaran.

PPK dapat melakukan pembayaran sesuai harga penawaran penyedia. Prinsipnya, kewajaran harga tanggung jawab pihak penyedia dan bukan pihak PPK. Selanjutnya, penyedia wajib menyiapkan data/informasi dan bukti kewajaran harga untuk dipertanggungjawabkan pada saat audit Namun dalam kondisi pandemi, harga barang yang disebutan dalam kondisi tidak stabil. Tidak ada nominal harga yangjelas atau patokan harga yang ditetapkan saat itu, karena bersifat darurat dan mendesak

Sementara itu, Kepala BPK RI Harry Azhar Azis kepada awak media beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa hasil temuan BPK selama 60 hari sejak pertama dikeluarkan tak bisa langsung dijadikan perkara hukum.Sebab setelah menerbitkan laporan hasil pemeriksaan, BPK masih memberikan waktu kepada instansi terikait menindaklanjuti temuannya. (rid/1)

Selengkapnya unduh disini