Bogor, Padek
Pemerintah ditargetkan bisa mengulangi capaian 2016 dalam hal laporan keuangan. Yakni mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Untuk mewujudkan hal itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah menerapkan sejumlah program guna mendukung penyusunan laporan keuangan yang sesuai standar.
BPK menemui Presiden, Wapres, serta jajaran kementerian dan lembaga di ruang Garuda Istana Bogor kemarin (5/12). Dalam pertemuan tersebut, presiden meminta agar jajarannya mengulangi capaian 2016, yakni opini WTP dengan hasil yang lebih baik. “WTP bukan sebuah prestasi, melainkan memang kewajiban kita dalam menggunakan APBN,” ujar presiden.
Menurut dia, opini WTP harus menjadi standar capaian laporan keuangan di semua lembaga. Bila semua telah mampu konsisten, kualitasnya tinggal ditingkatkan sehingga benar-benar tidak ada catatan. Sebab, opini WTP bukan indikator bahwa sebuah kementerian atau lembaga bersih dalam hal laporan keuangan. WTP hanya menunjukkan bahwa laporannya sudah sesuai standar yang ditetapkan.
Karena itu, mendapatkan opini WTP tidak cukup.”Harus benar-benar dipastikan bahwa tidak ada satu rupiah pun uang rakyat dalam APBN yang dikorupsi,” tegasnya. Untuk mencegah potensi tersebut pemerintah mengandalkan teknologi informasi dari hulu sampai hilir. Karena itu, saat ini perpres mengenai penerapan e-planning, e-budgetting, hingga e-procurement tengah disiapkan.
Yang jelas, pemerintah yakin BPK akan mengaudit secara independen tanpa tendensi apapun. Sehingga, hasil auditnya pun bisa dipertanggungjawabkan. ”Saya minta semua kementerian, lembaga negara, pengguna APBN, untuk terbuka dengan BPK,” tambahnya.
Sebagai gambaran, pada 2016, laporan keuangan pemerintah pusat mendapatkan opini WTP dari BPK. Meskipun demikian, tidak semua K/L mendapatkan opini WTP dari BPK. Meskipun demikian, tidak semua K/L mendapatkan opini WTP. Dari 88 laporan keuangan kementerian lembaga (LKKL) dan bendahara umum negara, 74 di antaranya mendapat opini WTP. Delapan laporan mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian. Sementara itu, masih ada enam K/L yang mendapat disclaimer dari BPK.
BPK menyarankan sejumlah hal agar laporan keuangan pemerintah bisa lebih baik daripada tahun sebelumnya. Di antaranya, dengan memperbaiki kualitas pertanggungjawaban keuangan negara. Perbaikan itu dilakukan dengan menyajikan laporan yang bebas dari salah saji materi, ketidakpatuhan terhadap UU, atau bahkan kecurangan. Kemudian internal auditor harus diperkuat agar sistem pengendalian internal juga lebih baik.
Selain itu, pemerintah harus lebih masif dalam menerapkan teknologi informasi dalam menerapkan teknologi informasi yang bisa mendukung laporan keuangan. “Kami sangat berharap ada pusat data keuangan negara yang terintegrasi dan dapat diakses oleh Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara.
Sistem yang terintegrasi akan memungkinkan BPK untuk mengawasi pengelolaan keuangan negara secara real time. Bukan tidak mungkin, BPK bisa langsung mengoreksi bila ada potensi kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara. Salah satunya, dengan meningkatkan implementasi e-audit.