Rapat Soal Penyimpangan Dana Covid-19 dengan BNPB Sejumlah Pejabat Pemprov Diusir Pansus DPRD Sumbar

  • Datang tak Diundang dan Dianggap Mematai-matai
  • Kabiro Humas Pemprov Kami Datang karena Diundang

PADANG, METRO

Dianggap mematai-matai kinerja Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sumbar, sejumlah pejabat Pemprov Sumbar diusir anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat pada saat melakukan rapat pertemuan dengan Badan Nasional Penanggalangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Senin (22/2).

Terkait pengusiran sejumlah Pemprov tersebut, Ketua DPRD Sumbar, Supardi mengaku belum mengetahui sebab dia mengaku tidak ikut dalam pembahasan Pansus DPRD Sumbar dengan BNPB itu. “Saya tidak ikut, jadi belum mengetahui adanya insiden pengusiran itu,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil ketua DPRD Sumbar, Indra Datuk Rajo Lelo yang juga ikut dalam rapat pansus tersebut  mengaku tidak bisa memberikan keterangan karena pada saat masuk. “Soal adanya pengusiran saya tidak tahu, karena saya terlambat dalam rapat itu,” ungkapnya.

Anggota DPRD Sumbar Muzli M Nur yang juga anggota Pansus LHP BPK terkait Covid-19 mengakui adanya sejumlah Pejabat Pemprov yang disuruh keluar karena mereka tidak pernah diundang untuk ikut dalam rapat tersebut.

“Sebenarnya kita tidak mengusir mereka. Mereka diminta keluar karena mereka tidak diundang dalam rapat itu. Apalagi ini adalah tugas Pansus yang sedang menindaklanjuti LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal program penanggulangan Covid-19 di Sumbar. BPK menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran RP 49 miiar,” beberkan Muzli M Nur.

Disampaikan Muszli M Nur, yang diundang dalam rapat itu hanya BPBD Sumbar saja. Tujuan Pansus melakukan kunjungan ke BNPB ingin menyandingkan ke BNPB ingin menyandingkan antara program penanganan Covid 19. “Makanya Pansus tidak membawa sejumlah pejabat Pemprov tersebut, jelaskan.

Dia juga mengatakan, jangan sampai ada kesan bahwa kehadiran para pejabat OPD itu dianggap memata-matai kenerja Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sumbar tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) penganan Covid-19.

Menurutnya, kinerja Pansus ada yang tidak boleh diketahui pihak lain. Apalagi, pejabat tersebut “Pejabat OPD yang diundang hanya satu, yaitu Kalaksa BPBD Sumbar. Selebihnya tidak ada diundang Pansus,” kata Muzli. Namun, Muzli mengangap hal itu adalah miskomunikasi, sehingga terjadi insiden tersebut.

Menurutnya, ada bilik-biliknya, mana yang boleh diikuti dan tidak dalam rapat itu. Jadi waktu itu memang tidak boleh. “Itu mungkin miskomunikasi saja. Tapi yang jelas, ada kerja kita yang tidak boleh diketahui dalam Pansus ini. Namanya saja penyelidikan Pansus,” kata Muzli.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus, Nofrizon juga menyampaikan, bahwa kepala OPD tersbut tidak diundang Pansus dalam rapat tersebut, namun datang dan masuk ke ruangan.

“Karena tidak diundang dan diduga mematai-matai, makanya kita minta mereka keluar ruangan. Ada Kepala Bakeuda, Inspektorat, Dinas Kesehatan, Bakeuda dan lainnya,” kata Nofrizon.

Dalam rapat tersebut, lanjutnya, Pansus sedang melakukan konsultasi dengan BNPB yang diterima tiga orang pejabat eselon I BNPB.

Tak Ada Pengusiran dan Mematai-matai

Kepala Biro Humas Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat Hefdi mengatakan, membantah diusirnya kepala OPD oleh Pansus DPRD Sumbar saat melakukan rapat konsultasi dengan BNPB di Jakarta. Menurutnya, kepala OPD tersebut diundang oleh Pansus DPRD Sumbar untuk ikut berkonsultasi.

“Jadi, kepala OPD seperti Kepala Inspektorat, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala BPBD, Kepala Bakeuda, itu berangkat dari Padang bersama dengan Pansus DPRD Sumbar. Mereka diundang, makanya ikut. Tidak ada mematai-matai dan tidak mungkin sampai disana kalau tidak diundang,” ungkap Hefdi saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (23/2).

Dijelaskan Hefdi, sebelum melakukan pertemuan dengan pejabat eselon I BNPB, Pansus DPRD Sumbar bersama Kepala OPD sempat berunding. Dan disepakatilah Tim Pansus yang terlebih dahulu masuk untuk melakukan rapat konsultasi dengan BNPB dan setelah itu baru Kepala OPD.

“Tidak ada pengusiran. Kepala OPD menunggu diluar dan Tim Pansus yang berlebih dahulu bertemu dnegan Deputi di BNPB. Tidak benar memata-matai, berangkat ke Jakarta saja satu pesawat malahan. Sebelum bertemu dengan Deputi BNPB, sama-tes swab dulu,” ungkap Hefdi.

Terkait temuan BPK tersebut, Hefdi menegaskan, pemerintah provinsi tentunya akan mendukung penuh Tim Pansus dalam menindaklanjuti temuan BPK. Tentu, pihaknya tidak akan menutup-nutupi dan memberikan informasi apapun kepada Tim Pansus DPRD Sumbar.

“Kita dari pemprov siap mendukung kerja Tim Pansus. Pemerintah provinsi terkait hal yang diminta kami tidak akan disembunyikan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Rabu (17/2/), DPRD Provinsi Sumatera Barat membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kepatuhan atas Penanganan Covid-19, menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ketua DPRD Provinsi Sumbar Supardi menjelaskan, DPRD telah menerima LHP BPK terkait kepatuhan atas penanganan Covid-19 pada tanggal 29 Desember 2020 lalu.

Supardi menjelaskan, alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 pada tahun 2020 mencapai Rp 490 miliar. Dana tersebut bersumber dari pengalihan (refocussing) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi Sumbar.

“Besarnya anggaran untuk penanganan Covid-19 tersebut memaksa untuk melakukan penggeseran anggaran sejumlah kegiatan melalui refocussing APBD tahun 2020 yang telah ditetapkan,” kata Supardi.

Anggaran tersebut digunakan untuk penanganan dampak pandemi Covid-19. Baik untuk sektor kesehatan, ekonomi maupun sektor lainnya.

“Mengingat besarnya anggaran tersebut, DPRD dalam fungsi pengawasan yang dimiliki sangat sering menyuarakan dan mengingatkan pemerintah daerah dan OPD untuk dapat meningkatkan kinerja dalam penanganan anggaran secara transparan, efektif dan efisien,” papar Supardi.

Sikap kritis DPRD Provinsi Sumbar tersebut menjadi perhatian dan komitmen dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumbar untuk melakukan pengawasan dan audit terhadap penggunaan anggaran. Baik dari sisi efektivitas, efisiensi maupun dari sisi akuntabilitas dan kepatuhan terhadap prosedur serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

Supardi melanjutkan, terkait hal itu pada tanggal 29 Desember BPK Perwakilan Sumbar telah menyampaikan dua LHP ke DPRD Sumbar. Pertama adalah LHP Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19. Kedua adalah LHP atas Efektivitas penanganan Pandemi Covid-19 Bidang Kesehatan tahun 2020 pada pemprov Sumbar dan instansi terkait lainnya.

“Dalam LHP Kepatuhan, BPK menyimpulkan beberapa hal. Diantaranya adanya indikasi pemahalan harga pengadaan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) dan traksaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dan berpotensi terjadinya penyalahgunaan,” ungkap Supardi.

Sedangkan dalam LHP atas Efektivitas Penanganan Pandemi Covid-19 Bidang Kesehatan, menurut Supardi, BPK menyimpulkan Pemprov Sumbar cukup efektif melakukan penanganan.

Dia menjelaskan, tindak lanjut yang diambil oleh DPRD berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk LHP kinerja adalah melakukan pengawasan terhadap tindak lanjut oleh OPD terkait.

Sedangkan untuk LHP dengan tujuan tertentu, termasuk LHP kepatuhan atas peraturan perundang-undangan, maka DPRD membentuk Pansus. Tugasnya untuk membahas dan merumuskan tindak lanjut yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dan OPD terkait.

“Sehingga untuk LHP Kepatuhan atas Penanganan Covid-19 DPRD membentuk Pansus sementara untuk LHP Efektivitas Pananganan Covid-19 Bidang Kesehatan akan dilakukan rapat kerja oleh Komisi IV dan Komisi V dengan OPD terkait,” ujarnya. (hsb/rgr)

Selengkapnya unduh di sini