Logikanya untuk hotel dengan tarif per malam Rp500.000, investasi paling tinggi yang ditanamkan seniali Rp500 juta. Sedangkan nilai investasi Hotel Balairung Rp1 miliar per kamar, karena sejak awal memang tidak direncanakan untuk hotel. Hal itu yang membuat Hotel Balairung menjadi tidak ekonomis untuk bangunan berorientasi bisnis.
Padang-Haluan
Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno menyangkal terjadinya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung. Ia menilai, minimnya kontribusi hotel yang dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu terhadap pemasukan daerah, tidak dapat menjadi pijakan untuk memberi cap bahwa hotel tersebut memiliki manajemen yang buruk.
“Terkait dugaan itu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib. Saya tidak akan mengintervensi. Namun harus ditelaah dulu, inti persoalannya itu dimana. Memang, selama ini Hotel Balairung hampir tidak memberikan deviden untuk kas daerah. Akan tetapi, bukan berarti bisa dibilang kalau hotel itu merugi,” ujarnya, usai menghadiri pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan pejabat pimpinan tinggi pratama, Kamis (3/1).
Secara keuangan, kata Irwan, Hotel Balairung memang tampak merugi. Namun secara bisnis, Hotel Balairung justru dalam keadaan untung. Hal itu dapat terlihat dari tingkat okupansinya yang terbilang tinggi, yakni selalu di atas 60 persen dari total kamar yang tersedia.
“Nah, jadi kenapa secara keuangan kelihatannya merugi? Pertama, gedung Balairung yang sekarang menjadi hotel itu, saat awal dibangun tahun 2007 dimaksudkan untuk menjadi gedung kantor dengan investasi besar. Seperti halnya kalau kita bangun rumah sendiri, dibangun sebagus mungkin. Dindingnya tinggi, temboknya tebal, lantainya tebal dan sebagainya. Ternyata pada 2009, lewat Perda, diubah menjadi hotel,” kata Irwan.
Logikanya, sambungnya lagi, untuk hotel dengan tarif per malam Rp500.000, investasi paling tinggi yang ditanamkan adalah senilai Rp500 juta. Sedangkan Hotel balairung memiliki nilai investasi Rp1 miliar per kamar, karena sejak awal memang tidak direncanakan untuk menjadi hotel. Hal itu kemudian membuat Hotel Balairung menjadi tidak ekonomis untuk bangunan berorientasi bisnis.
Dengan nilai investasi sebesar Rp500 miliar, lanjut Irwan lagi, apabila disusutkan selama 10 tahun maka akan menjadi Rp15 miliar. Sehingga, Pemprov Sumbar mesti menyisihkan uang milik BUMD tersebut untuk amortisasi atau penyusutan nilai kekayaan. Tentu, ucap Irwan, kelihatannya selalu merugi, karena Hotel Balairung harus menanggung beban turunan dari pembiayaan pembangunan awal dengan nilai investasi yang besar.
“Intinya, untuk sekelas hotel, investasi bangunannya kemahalan. Nah, sementara uang yang diasingkan untuk amortisasi tadi itu masih tersimpan di kas daerah. Uth. Jadi sebenarnya tidak bisa dibilang rugi sepenuhnya. Intinya, menurut saya, Balairung itu tidak ada dugaan korupsi,” ujarnya lagi.
Sementara itu, tentang usulan Pansus DPRD Sumbar untuk menggaet pihak ketiga, Irwan Prayitno mengaku telah menindaklanjuti usulan itu. Ia telah menawarkan kepada beberapa grup hotel besar seperti Ibis, Santika, Novotel, dan lain-lain untuk mengelola Hotel Balairung. Akan tetapi, usaha tersebut belum membuahkan hasil.
“Kenapa bisa gagal? Karena mereka menawar jauh dibawah keuntungan yang telah kami dapat dari Hotel Balairung. Kami tentu tidak mau, karena kalau sudah dikelola dengan penawaran seperti itu, Pemprov tidak punya nama lagi di sana. Sudah orang lain yang mengelola, dan kita hanya sebagai tamu di situ. Jadi akhirnya, urusan ini kami kembalikan lagi kepada Pansus DPRD. Tetapi sampai sekarang kami belum menerima tanggapan apapun,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Sumbar dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar mengaku tengah menyelidiki dugaan terjadinya praktik korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung. Kejati Sumbar bahkan mengaku telah memeriksa setidaknya sepuluh saksi terkait kasus itu, sedangkan Polda Sumbar telah melayangkan surat pemanggilan kepada para saksi.
“Kami sedang melakuka penyelidikan, sudah ada sepuluh orang saksi yang dimintai keterangannya dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi di Hotel Balairung Jakarta yang merupakan hotel milik pemerintah daerah itu,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumbar, Prima Idwan Mariza kepada Haluan, Rabu (2/1). Margiyanta mengatakan, pihaknya juga telah mengirim surat pemanggilan kepada sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung tersebut. Berdasarkan berita Haluan sebelumnya, Margiyanta menyebutkan pihaknya telah melakukan penyelidikan sejak pertengahan Desember lalu, termasuk mengunjungi lokasi keberadaan Hotel Balairung di Jakarta.
“Kami sudah panggil sejumlah saksi terkait dugaan korupsi ini. Tinggal menunggu mereka datang memenuhi panggilan, kami lakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tinggal menunggu saja, yang jelas bagaimanapun ini kami tetap memproses kasus ini karena ini juga tindak lanjut atas laporan yang masuk dari masyarakat,” katanya lagi.
Margiyanta memperkirakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi tersebut sudah mulai berjalan mulai pekan depan. Namun, ia enggan menerangkan lebih rinci mengenai jumlah saksi yang dipanggil, dan latar belakang para saksi yang akan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian tersebut.
Margiyanta menyebutkan, pertengahan Desember lalu pihaknya menerima laporan dari masyarakat, bahwa terjadi dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung. Selama ini, hotel yang dibangun dari APBD Provinsi Sumbar tersebut belum banyak berkontribusi atas pemasukan daaerah, bahkan hotel tersebut cenderung merugi setiap tahun. (h/mg-dan)