Padang-Haluan
Universitas Andalas (Unand) secara lembaga mengaku telah menindaklanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pemberian Tunjangan Hari Raya kepada seluruh dosen Unand pada 2015 lalu. Pengumuman sudah disampaikan ke setiap fakultas, yang meminta para dosen segera mengembalikan THR tersebut.
Wakil Rektor II Unand Prof Syafrizal mengatakan, pada prinsipnya Unand sebagai lembaga yang berjalan menggunakan keuangan negara, bersikap kooperatif atas temuan BPK tersebut. Karena memang sesuai aturannya pada waktu itu (2015), tidak dibenarkan membayarkan THR kepada dosen.
“Aturan pengembalian itu tepat, prinsipnya kami tentu kooperatif. Edaran ke fakultas sudah disampaikan agar para dosen segera mengembalikan uang tersebut. Namun, memang belum semuanya mengembalikan mungkin karena pertimbangan masing-masing,” sebut Syafrizal usai menghadiri kuliah umum di Convention Hall Unand, Selasa (24/4).
Pada dasarnya, lanjut Syafrizal, pengauditan yang dilakukan oleh BPK terhadap Unand juga dilakukan di seluruh perguruan tinggi. Sehingga, hasil temuan BPK tersebut tidak perlu dianggap sebagai sebuah masalah, selama temuan itu ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku.
“Ada beberapa dosen yang masih tidak mengerti dan bertanya-tanya mengapa harus dikembalikan lagi. Ya itu kami tunggu. Prinsipnya secara aturan tahun itu sudah tidak boleh memberikan THR. Sekarang, disuruh kembalikan, saya kira tidak ada masalah. Tinggal kembalikan saja,” katanya lagi.
Syafrizal mengaku belum memperoleh laporan angka-angka uang negara yang harus dikembalikan, yang sudah dikembalikan, dan yang belum dikembalikan oleh para dosen atas temuan BPK ini.
“Kebijakan rektor sebelumnya pada 2015, jumlahnya Rp500 ribu per orang. Berapa totalnya dan yang sudah kembalikan, itu saya belum dapat laporannya,” imbuhnya.
Pendek kata, tambah Syafrizal, bukan waktunya lagi untuk mendiskusikan perihal temuan BPK tersebut. Terpenting saat ini, adalah bagaimana tindak lanjut yang dilakukan, dan kesediaan dosen untuk mengembalikan sepenuhnya kepada kas negara.
“Ini persoalan administrasi, ya diperbaiki saja. Karena jumlah dosen itu banyak, makanya ada proses juga dalam tindak lanjut ini. Tapi sejauh ini, tidak ada surat resmi yang masuk, yang menyatakan keberatan,” tutupnya.
Dalam temuan BPK, seluruh dosen Unand diminta mengembalikan uang THR tahun 2015 ke kas negara. Selain THR, uang Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tunjangan Tupoksi juga harus dikembalikan. Seorang dosen Fakultas Ekonomi Unand, THR yang dikembalikan jumlahnya sekitar Rp500 ribu. Tahun 2015 itu, hampir seluruh dosen Unand yang menerima THR.
“Kalau THR memang berkisar Rp500 ribu. Namun, anggaran lainnya banyak. Bahkan, ada dosen yang mesti mengembalikan uang yang jumlahnya sampai Rp40 juta. Kini semuanya kalang kabut,” papar sang dosen yang mengaku harus mengembalikan uang Rp500 ribu.
Pembayaran THR pada tahun 2015 di lingkungan Unand memang tidak boleh dibayarkan. Namun, atas kebijakan rektor kala itu, para dosen akhirnya menerima juga.
“Katanya jadi temuan BPK. Konon THR tahun 2015 tidak boleh dibayarkan. Siapa yang menerima wajib mengembalikan, termasuk saya. Hanya tahun itu saja. Pada 2016, sudah boleh dibayarkan,” ungkap seorang guru besar Unand.
Beberapa dosen juga mengaku protes karena dalam audit BPK nama mereka keluar sebagai pihak yang mengembalikan, namun tidak pernah menerima anggaran.
“Saya heran. Beberapa item kegiatan tidak pernah saya ikuti, tiba-tiba keluar nama, agar segera mengembalikan. Ini sedang ditelusuri. Total seluruhnya saya mengembalikan Rp800 ribu,” sebut RS, dosen yang meminta namanya diinisialkan karena takut pernyataannya nanti jadi polemik.
Dihubungi terpisah, Prof Werry Darta Taifur yang merupakan Rektor Unand periode 2011 – 2015 mengakui di tahun akhir jabatan, dirinya dan pimpinan lainnya mengambil keputusan untuk membayarkan THR bagi seluruh dosen.
“Memang benar seluruh dosen ketika itu dibayarkan THR-nya. Itu kesepakatan semua fakultas. Waktu itu saya rektor,” papar Werry.
Ketika disinggung soal temuan BPK, Werry memastikan saat ini masalahnya sudah tuntas.
“Masalahnya sudah tuntas saat ini. Kalau pun ada permasalahan lagi ada baiknya ditanya langsung ke rektor yang sekarang. Saya tidak berkompeten menjelaskannya,” papar Werry yang selain jadi guru besar di Unand juga ditunjuk jadi Komisaris PT Semen Padang, Minggu (22/4) malam.
Aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMS SB) Oktavianus Rizwa, jika merupakan temuan BPK, persoalan ini bisa masuk ke ranah hukum.
“Berbeda kalau jadi temuan Inspektorat, yang jika dikembalikan uangnya, persoalan selesai. Jika temuan BPK lain lagi, walau sudah dikembalikan, proses hukum tetap bisa jalan,” terang Oktavianus.
Dalam hal ini, dituturkan Oktavianus, pihak Unand harus melakukan konfirmasi dan mengumumkan ke publik, anggaran mana saja yang bermasalah, dan darimana asalnya.
“Kalau itu uang THR perlu dijelaskan uangnya darimana karena khusus untuk PNS, termasuk dosen yang berstatus PNS tidak dikenal adanya THR. Namanya gaji 13. Itu langsung masuk ke rekening dosennya. Asal uang tersebut darimana, itu yang mesti dijelaskan,” papar Oktavianus. (h/isq)