JAKARTA, HALUAN – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengantongi 9.261 temuan yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp18,19 triliun pada semester I 2023.
Ketua BPK Isma Yatun dalam Rapat Paripurna DPR RI mengatakan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2023 mencakup 705 laporan hasil pemeriksaan (LHP), di mana terdiri dari 681 LHP keuangan, 2 LHP kinerja, dan 22 LHP dengan tujuan tertentu (DTT).
“LHP tersebut mengungkapkan 9.261 temuan yang mencakup kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) dengan nilai keseluruhan sebesar Rp18,19 triliun,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dari nilai temuan tersebut, dua klasifikasi temuan dengan nilai terbesar adalah potensi kerugian sebesar Rp7,43 triliun dan kekurangan penerimaan sebesar Rp6,01 triliun.
BPK mengatakan sudah ada tindak lanjut dari entitas terkait selama proses pemeriksaan berlangsung. Setidaknya ada penyetoran aset sebesar Rp852,82 miliar untuk memulihkan potensi kerugian negara.
Isma lantas menekankan pentingnya integritas antara BPK dan DPR RI, menurutnya, sinergi ini turut menjadi salah satu aspek fundamental.
“Optimalisasi tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK oleh pemerintah merupakan bagian krusial dalam memaksimalkan dampak pemeriksaan bagi mekanisme akuntabilitas dan transparansi dalam rangka good governance,” tegasnya.
Di sisi lain, BPK juga memeriksa 11 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau anak perusahaannya dengan permasalahan signifikan.
“Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam IHPS 2023, di antaranya atas pendapatan biaya dan investasi pada 11 BUMN atau anak perusahaannya dengan permasalahan signifikan, antara lain pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) tidak di dukung mitigasi risiko dan jaminan memadai,” katanya.
Berdasarkan dokumen IHPS I 2023, ada 11 objek yang diperiksa dari 11 perusahaan pelat merah tersebut. Hasilnya ada 1 objek pemeriksaan tidak sesuai kriteria, sedangkan sisanya sesuai kriteria dengan pengecualian.
Sejumlah BUMN atau anak perusahaan yang di periksa BPK, antara lain PT Perusahaan GAS Negara Tbk, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), hingga PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi 11 BUMN tersebut pada kurun waktu 2017-2022. Akibatnya, sisa uang muka sebesar US$14,19 juta berpotensi tidak tertagih yang dapat membebani keuangan perusahaan.
“Atas, permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PT PGN untuk mengoptimalkan pemulihan piutang yang muka kepada PT IAE sebesar US$14,19 juta dan berkoordinasi dengan direksi PT Pertamina dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada aparat penegak hukum (APH),” ujarnya. (hmg)
Selengkapnya unduh disini