PADANG, HALUAN – Tenggat waktu bagi Inspektorat Sumatera Barat (Sumbar) untuk mematuhi Putusan Sidang Sengketa Informasi Nomor 01/I/KISB-PS-A/2024 yang memenangkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang atas dokumen informasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dugaan korupsi senilai Rp5 miliar di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumbar hanya tinggal dua hari kerja lagi. Namun, hingga kini belum ada respons dari Inspektorat Sumbar terkait putusan ini.
Inspektorat Sumbar tetap bersikukuh menyatakan dokumen informasi yang dimohonkan LBH Padang itu termasuk kedalam klasifikasi informasi yang dikecualikan dari publik berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumbar.
“Kalau memang LBH Padang meminta LHP oleh auditor itu, berarti Pergub Sumbar harus dicabut, karena dalam Pergub itu sudah jelas-jelas dinyatakan mana, informasi yang bisa dipublikasikan dan mana informasi yang tidak bisa dipublikasikan,” ujar Kepala Inspektorat Sumbar, Delliyarti kepada Haluan, kemarin.
Delliyarti menyatakan, Inspektorat beberapa waktu lalu memang sempat melakukan pemeriksaan khusus terhadap sejumlah mantan pejabat Bapenda Sumbar dan Samsat jajaran. Sesuai mekanisme yang berlaku, dokumen LHP beserta rekomendasi tindak lanjut atas pelanggaran itu telah dilaporkan kepada Gubernur Sumbar selaku kepala daerah. “Kasus itu sudah diperiksa dan dilaporkan. Pelakunya telah dikenakan sanksi, dan sanksi itu pun telah dilaksanakan. Jadi itu yang bisa saya sampaikan,” ujarnya.
Menurutnya, jika LHP pemeriksaan kasus Inspektorat dibuka kepada publik sebagaimana permintaan LBH Padang, maka ada konsekuensi dan implikasi hukum yang harus ditanggung oleh Inspektorat.
Pasalnya, berdasarkan kode etik pemeriksaan, hasil pemeriksaan khusus adalah rahasia. Sehingga hasil pemeriksaan tersebut hanya boleh diminta oleh Aparat Penegak Hukum (APH) atau pengadilan.
“Kecuali jika ini adalah pemeriksaan umum seperti halnya hasil LHP BPK RI yang berupa laporan general audit atau GA. Silakan tanyakan kepada BPK atau BPKP, apakah mereka pernah mempublikasikan informasi seperti itu? Pasti tidak pernah,” ujarnya.
Ia menekankan, pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Sumbar tidak berada pada ranah pidana. Pemeriksaan seperti ini juga bukan GA instansi sebagaimana yang biasanya dilaporkan oleh BPKP, seperti misalnya ada atau tidaknya temuan, jenis temuan, kerugian negara, dan sebagainya.
“Itu memang jenis informasi yang dikecualikan, tanya saja sama Kominfo. Pergub itu telah dicek dan diverifikasi oleh Komisi Infomasi (KI) sesuai dengan tuntunan Permendagri dan Permenpan. Jadi memang seperti itu ketentuannya, kami tidak mengada-ngada,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawasan Anggaran Repbulik Indonesia (BPI-KPNPA RI) Sumbar menyatakan, alasan Inspektorat Sumbar aneh dan tidak masuk akal. Alasan yang terlihat seperti dibuat-buat untuk menutup-nutupi kasus itu. Pemprov Sumbar dinilai tidak punya komitmen kuat dalam hal pemberantasan korupsi.
“Data yang dimohonkan LBH Padang itu jelas bukan informasi yang dikecualikan. Kemudian, dari mana pula ada informasi yang dikecualikan ditetapkan lewat pergub? Aneh-aneh saja,” ujar Ketua Umum BPI KPNPA RI Sumbar, Marlis Kepada Haluan, Minggu (25/8).
Marlis menyebut, alasan Inspektorat Sumbar membawa-bawa pergub untuk memvalidasi keengganan mereka membuka data itu kepada publik adalah blunder. Pernyataan itu bisa saja dipahami sebagai upaya menutup-nutupi dan melindungi pelaku korup. “Dengan sikap seperti itu, wajar saja masyarakat Sumbar merasa aneh dan curiga bahwa ada yang tidak beres. Ada nama-nama pemain yang sengaja dilindungi,” ucapnya.
Agar opini publik tidak semakin liar dan mengundang suara-suara sumbang terkait bobroknya penegakan hukum korupsi di Ranah Minang, Marlis meminta Pemprov Sumbar untuk berani jujur dan terbuka kepada publik.
Sebab kenyataannya, dugaan skandal yang disebut-sebut berpola atasan minta setoran atau jatah kepada bawahan itu terjadi tepat di institusi pengumpul pajak sumber pemasukan utama daerah. “Jika memang benar Pemprov Sumbar punya komitmen untuk bersih-bersih dari perilaku korupsi, ayo buka data itu kepada publik agar terang benderang,” kata Marlis.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang merasa jawaban dan tanggapan Inspektorat Sumbar atas keputusan sidang Majelis Komisioner KI Sumbar cukup aneh, lucu, dan menggelikan.
“Bagaimanapun, yang jelas putusan sidang sengketa informasi telah memerintahkan hal itu. Jika dalam 14 hari kerja tidak ada upaya hukum atau banding yang diajukan, maka keputusan itu dinyatakan inkrah atau wajib untuk ditindaklanjuti,” ujar penanggungjawab isu korupsi LBH Padang, Advokat Dechtree Ranti Putri kepada Haluan, Minggu (25/8).
Dechtree Ranti Putri mengaku, LBH Padang tidak ada terburu-buru dalam bersikap. Jika memang dalam 14 hari Inspektorat Sumbar masih tetap bersikukuh dengan pendiriannya, maka LBH Padang akan segera melayangkan somasi.
“Kami akan melayangkan somasi untuk meminta putusan dijalankan. Kami minta Pemprov Sumbar patuh, karena bagaimanapun, lewat kasus ini publik akan melihat sejauh mana komitmen Pemprov Sumbar dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi,” katanya.
Dengan dikabulkannya gugatan sengketa informasi yang diajukan LBH Padang ini, pihaknya ingin mengirimkan pesan kepada publik bahwa masyarakat luas berhak untuk mengetahui dan mengawal segala bentuk dugaan kasus korupsi yang terjadi.
“Ini sangat penting. Apalagi selama ini kita melihat banyak sekali penanganan kasus korupsi di Sumbar yang mandek serta proses penyelidikannya dihentikan secara sembarangan oleh APH,” katanya.
Pada kasus dugaan tindak pidana korupsi berpola setoran kepada atasan oleh bawahan yang terjadi di Bapenda Sumbar ini, Polda Sumbar sebelumnya menyatakan bahwa kasus ini tidak memenuhi unsur pidana karena korban yang dimintai setoran dan terduga pelaku telah memutuskan untuk berdamai.
Begitupun dengan kerugian negara yang menurut Polda Sumbar telah dikembalikan. LBH Padang menilai, alasan ini tidak dapat dibenarkan sebagai alasan dihentikannya proses penyelidikan suatu tindak pidana korupsi.
“Suatu kasus hanya bisa ditutupi jika itu bukan tindak pidana. Kemudian kasus bisa ditutup jika tersangka nya meninggal dunia. Jadi, seharusnya tidak ada alasan pembenar bahwa kasus bisa ditutup jika telah terjadinya perdamaian. Meski kerugian negara telah dikembalikan, tapi itu tetap saja merupakan suatu tindak pidana,” katanya.
Ia menegaskan, sidang sangketa informasi yang baru saja dimenangkan oleh LBH Padang ini akan menjadi alat baru bagi masyarakat sipil Sumbar untuk melawan segala bentuk indikasi tindak pidana yang terjadi di lingkungan pemerintahan daerah di Sumbar.
Di sisi lain, kemenangan sengketa informasi publik ini juga harus menjadi pengingat bagi APH untuk lebih serius dan profesional dalam menangani segala bentuk kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Sumbar.
“Setelah dokumen yang kami minta diterima, kami akan menjadi LHP itu sebagai dasar pelaporan ulang kasus dugaan korupsi yang terjadi di Bapenda Sumbar,” ucapnya.
Namun begitu, Ranti mengaku bahwa LBH Padang juga akan terlebih dahulu melakukan kajian dan melihat situasi terkini. Apakah kasus dugaan korupsi di Bapenda Sumbar itu akan dilaporankan kepada kejaksaan atau bahkan langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tapi yang jelas, ini harus benar-benar kita kawal, karena banyak sekali kasus korupsi di Sumbar yang penanganannya berlarut-larut dan penegakan hukumnya tidak jelas,” tuturnya. (h/fzi)
Selengkanya unduh disini