PASBAR, HALUAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman Barat menyebut ada dua tersangka lagi kasus dugaan korupsi mega proyek pengerjaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasaman Barat, Kamis (4/8) pukul 19.30 WIB di kantor kejaksaan setempat.
Tujuh tersangka itu, yakni PPK inisial NI, penghubung atau pihak ketiga inisial HM, Direktur PT MAM Energindo inisial AA, pengguna anggaran kegiatan yang juga mantan Direktur RSUD yang juga sebagai PPK inisial Y, BS, HW, dan Direktur Manajemen Konstruksi inisial MY.
Hal ini disampaikan Kajari Pasbar, Ginanjar Cahaya Permana, didampingi Kasi Pidsus, Andy Suryadi, Kamis (4/8) malam. Mantan Direktur RSUD inisial HW sekaligus pengguna anggaran, PPK dan tersangka MY Manajemen Konstruksi (MK) yang dititipkan di Polres Pasaman Barat.
Menurut Ginanjar, pihaknya sudah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini dan menahan lima tersangka yang dititipkan ditahanan Polres Pasaman Barat dalam pengembangan penyidikan kasus RSUD Pasaman Barat.
“Jadi, dari tujuh tersangka, baru lima orang yang ditahan, satu sakit dirawat di RS Yarsi, dan satu lagi Direktur PT MAM sedang menjalani hukuman kasus lainnya di LP Suka Miskin. Tersangka bisa saja bertambah sesuai dengan pengembangan penyidikan nanti,” kata Ginanjar.
Tersangka dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara.
Seperti diketahui saat Kejari Pasbar menangani perkara dugaan korupsi perkara dugaan korupsi mega proyek pembangunan gedung RSUD Kabupaten Pasaman Barat pada tahun jamak 2018-2020 dengan pagu anggaran Rp134 miliar yang dikerjakan oleh PT MAM Energindo. Menurut Kajari, dari hasil audit BPK dugaan kasus korupsi RSUD itu menimbulkan kerugian negara Rp20 miliar.
Sementara itu, tersangka HW melalui kuasa hukumnya Kantor RJ Lawfirm Padang, Rahmi Jasim dan Erlina Eka Wati menyebutkan, bahwa dalam kasus ini kliennya merasa dizalimi.
“Ini adalah zalim. Klien saya sudah beberapa kali minta mundur kepad eks bupati menjadi PPK atau Direktur, tetapi tak digubris oleh eks bupati maupun eks Sekda,” kata Rahmi.
Dia meminta pihak kejaksaan kasus ini diusut seterang-terangnya dan meminta eks bupati dan eks Sekda yang telah memaksa kliennya dalam hal mencairkan termin proyek tersebut dipanggil sebagai saksi yang meringankan kliennya. Karena dia menilai kliennya hanya korban dalam kasus ini.
Disebutkan, kliennya menyadari bahwa dirinya bukanlah orang teknis ahli konstruksi, makanya harus melibatkan tim teknis dari PU ataupun pengawasan eksternal ahli konstruksi. Dasar itulah kliennya mengajukan pengunduran diri secara tertulis kepada bupati.
“Termasuk juga dari pihak PT MAM Energindo yang mengancam, jika klien saya tak mau menandatangani proses pencairan termin, maka pembangunan RSUD akan dihentikan. Padahal klien saya sudah merasakan hal-hal yang tidak wajar dan janggal,” kata dia.
“Kita akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya dan akan menghadirkan saksi ‘A de Change’ (meringankan) kliennya di persidangan nantinya,” tutur Rahmi Jasim.
Suasana detik-detik penahanan HW di ruang lobi kejaksaan setempat ricuh dengan tangisan simpatisan keluarga dan para dokter yang memberikan dukungan kepada tersangka HW.
Karena tersangka juga seorang Ketua IDI Pasaman Barat yang dinilai orang baik yang tidak tahu apa-apa dalam kasus ini. Bahkan istri tersangka juga sempat shock atas penetapan suaminya sebagai tersangka. (ows)
Selengkapnya unduh disini