WTP Sudah, Pengangguran Masih Tinggi

-Padang-

Meski Sumbar sudah men­dapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam opini laporan keuangan tahun anggaran, namun Ketua Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Harry Azhar Azis menilai pengelolaan keuang­an Pemprov Sumbar belum memenuhi kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut terbukti karena masih ting­ginya angka pengangguran di Sumbar.

Dalam kuliah umum yang bertema “BPK, Pengelolaan Keuangan Negara dan Kesejahteran Rakyat” di gedung Convention Hall, Universitas Andalas, Senin (23/2). Harry mengatakan, Pemprov Sum­bar secara berurutan sejak 2011 meraih opini WDP, WTP dan WTP. Dalam tiga tahun tersebut, meskipun laporan keuangan sudah semakin baik, namun dilihat dari per­kembangan tingkat pengang­guran tidak mengalami penu­runan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumbar sejak 2011-2013 berturut-turut ada­lah 6,4 persen, 6,7 persen dan 7,0 persen. TPT ini berada di atas TPT tingkat nasionalyang hanya 6,25 persen. Ini menjadi salah satu cacat dalam opini WTP yang diraih Sumbar, meskipun untuk tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 9,9 persen, 8,0 persen dan 7,5 persen.

Ia juga menilai opini BPK yang diraih oleh sejumlah daerah tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan mas­yarakat. Meskipun sudah me­raih opini wajar tanpa penge­cualian (WTP), tetap saja ada daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, tingkat pengangguran tinggi dan lain­nya.”Ini bisa disebabkan, pe­ngelolaan keuangan negara tidak terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Artinya, APBD banyak ter­serap untuk belanja pegawai dan belanja rutin lainnya bah­kan sampai 70 persen. Sisa­nya sekitar 10 persen baru untuk masyarakat,” ucap Harry.

Terkait pencapaian opini WTP sendiri, menurut Harry hingga kini masih sedikit kementerian/ lembaga di peme­rintah daerah yang mampu meraihnya. Dari 120 kementerian dan lembaga di peme­rintah pusat, baru 74 persen yang meraih opini WTP. Kemudian di jajaran pemerintah daerah dari 524 Pemda baru 34 persen yang meraih WTP. “Jika kepala daerahnya konsen, dan menilai ini penting, tahun depan mereka bisa meraih WTP. Tapi jika tidak, ya begitu saja. Masyarakat sebagai rakyat pun jangan pilih kepala daerah yang seperti ini. Mengurus laporan keuangan saja belum beres, gimana soal kesejahteraan rakyat. Jangan sampai dipilih untuk kedua kali,” ucap Harry. Hingga kini, yang menjadi masalah daerah dalam mencapai WTP masih bertahan di tiga hal. Yaitu permasalahan aset, perjalanan dinas, dan bantuan sosial.  Untuk masalah ini, BPK termasuk perwakilan yang berada di kabupaten kota diminta proaktif memanggil bupati, walikota dan gubernur menyampaikan apa masalah dan apa yang harus diselesaikan di daerah masing-masing.Harry menambahkan kini masyarakat menaruh hara­pan cukup besar agar opini WTP yang diraih oleh suatu daerah bisa berbanding lurus dengan harapan tidak ada korupsi di daerah tersebut. Hal ini mendorong BPK sebagai pemeriksa memprioritaskan pemeriksaan di bidang RPJMD, bidang pendidikan seperti BOS, program wajib belajar sembilan tahun.

Sementara, bidang kese­hatan seperti program Jamkesmas dan Jamkesda, penanggulangan kemiskinan se­perti, pengembangan PNPN Mandiri, ketahanan pangan seperti program swasem­bada beras, lingkungan hidup seperti pemeliharaan ling­kungan terkait pencemaran sungai dan perlindungan hutan, dan infrstruktur.

Dalam kuliah umum terse­but, bertindak sebagai mod­erator Prof Syafrudin Kari m i dan dibuka oleh Rektor Uni­versitas Andalas Werry Darta Taifur dan dihadiri Kepala Perwakilan BPK RI Sumbar Betty Ratna Nuraeny.

Sumber : Pos Mentro | 25 Februari 2015