JAKARTA – Utang pemerintah diketahui terus naik setiap tahun. Indonesia memang masih mengandalkan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan negara.
Tahun ini sendiri berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, utang pemerintah pada akhir bulan Mei 2021 sebesar Rp6.418 triliun. Sejumlah itu disebut naik secara year on year namun turun dari April.
“Posisi utang pemerintah per akhir Mei 2021 berdasarkan di angka Rp 6.418,15 triluin dengan resio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 40,49%,” tulis Kemenkeu dalam laporan APBN Kita Juni 2021, dikutib Selasa (29/6/2021).
Jika dibandingkan dengan sejak awal Presiden Joko Widood (Jokowi) menjabat periode 2014-2018, utang pemerintah memeng terlihat meningkat. Per Juli 2018 utang pemerintah tercatat Rp4.253,02 triliun atau tumbuh 12,51% secara year on year (yoy). Rasio utang terhadap PDB saat itu sebesar 29,74%.
Bagaimana jika semua utang pemerintah diasumsikan akan ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia? Berapa jumlah uang yang dibebankan masing-masing orang?
Berdasarkan Data Sensus Penduduk 2020 dan Data Administrasi Kependudukan 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia ada sebanyak 271.349.889 jiwa.
Maka, jumlah utang pemerintah sebesar Rp6.418,15 triliun dibagi dengan jumlah penduduk sebanyak 217.349.889 orang. Hasilnya, masing-masing orang menanggung utang sebesar Rp23,6 juta.
Namun, Stafsus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pernah mengatakan bahwa setiap utang pemerintah tentunya akan menajd beban negara. Utang itu akan dibayar oleh pemerintah melalui pemasukan dari kegiatan ekonomi termasuk pajak.
“Faktanya yang bayar utang itu ya negara. Dari mana? Dari aktivitas ekonomi yang terus bertambah. Lalu ada pajak di sana sebagian untuk melunasi itu,” terangnya dalam webinar KSP Mendengar, seperti diwartakan detik.com.
Diingatkan
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mempertanyakan pernyataan Presiden Jokowi terkait dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap kondisi pengelolaan utang luar negeri milik Indonesia. Per April 2021 saja, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah telah mencapai Rp 6.527,29 triliun atau 41,18% terhadap PDB.
Hal tersebut membuat BPK khawatir terhadap kemampuan Indonesia membayar utang dan bunga. Penilaian BPK terhadap tren penambahan utang pemeritah yang jumlahnya semaking membengkak dan berpotensi gagal bayar.
Sebagai lembaga Audit Pemerintah, lanjut Syarief, seharusnya rekomendasi BPK tersebut menjadi pertimbangan Pemerintah ke depan. Ia menilai pernyataan Presiden Jokowi tidak mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia yang hari ini sedang lesu, bahkan cenderung memburuk.
“Ekonomi masih berada di bawah minus dan masih resesi, ditambah utang luar negeri yang terus membengkan, tetapi Pemerintah malah menganggapnya sebagai kondisi yang aman.” Ungkap Syarief.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyebutkan, pengelolaan keuangan negara pada Kuartal II-2021 semakin memprihatinkan. Ia juga mengingatkan pemerintah terkait kondisi keuangan dan PDB Indonesia yang sangat timpang dengan utang luar negeri.
“Tren pertumbuhan utang luar negeri ditambah bunga utang, jauh melampaui tren pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan penerimaan negara sehingga sangat berbahaya terhadap Indonesia,” ungkap Syarief Hasan.
Dia juga menyebut, rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hampir mencapai 42% danmendekati batas maksimal yang disebutkan di dalam UU Keuangan Negara.
“Tahun lalu, rasionya masih 37%, lalu merangkak 38,5% dan kini telah mencapai 41,64%. Kondisi ini menunjukkan pengelolaan utang Indonesia sangat buruk, tetapi Pemerintah malah menganggapnya aman saja,” ungkap Syarief Hasan.
Syarief Hasan juga mengingatkan Pemeirntah untuk memperhatikan rekomendasi BPK RI dan IMF sebagai lembaga yang kompeten dalam urusan keuangan.
“Indikator kerentanan utang tahun 2020 Indonesia berasal dari hasil kajian BPK yang menyebut malampaui batas rekomendasi International Debt Relief (IDR),” jelasnya.
Sebagai lembaga Audit Kementerian /lembaga RI yang dibentuk berdasarkan Undang-undang, maka seharusnya semua pendapat BPK didengar dan dilaksanakan. Utang seharusnya menjadi prioritas Pemerintah untuk dikelola dengan baik.
“Pemerintah harus mengelola ekonomi dengan baik. Pemerintah harus fokus menyelesaikan masalah Covid-19 yang semakin memprihatinkan lebih utama diatasi sembari menguatkan perekonomian nasional yang hari ini masih resesi.” Tutup Syarief. (*)
Selengkapnya unduh disini