Bikin Jengkel BPK, Data Kepesertaan BPJS Kesehatan Selalu Bermasalah

JAKARTA-SINGGALANG

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan permasalahan soal pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan selalu menjadi temuan yang terns berulang sejak tahun 2015.

Hal itu diungkapkan Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK, Dori Santosa dalam acara Media Workshop BPK secara virtual, Selasa (29/12).

Dori mengatakan, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial tahun 2017-2019 pada BPJS kesehatan. “Dari pemeriksaan BPK terdapat permasalahan pengelolaan kepesertaan, temuan ini berulang dan sering terjadi dan selalu sejak 2015,” kata Dori.

Mengenai temuan pengelolaan kepesertaan, dia menjelaskan pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal. Seperti data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, serta daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.

“Hal ini mengakibatkan pembayaran kapitasi berdasarkan jumlah peserta yang tidak valid berpotensi membebani keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan, serta pembayaran iuran PPNPN dan PPU berpotensi tidak sesuai dengan penghasilan yang sebenarnya,” jelasnya.

Mengenai temuan pendapatan iuran, Dori meny( 1 t kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima i (PBPU) menurun dan penyisihan piutang iuran tidak tertagih peserta PBPU dan peserta PPU dari badan usaha cenderung meningkat. Akibatnya. defisit dana jaminan sosial kesehatan untuk membiayai penyelenggaraan program JKN akan selalu bertambah.

Selanjutnya temuan mengenai penganggaran iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah seperti kepala desa dan perangkatnya melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan fihak ketiga (PFK) tidak didukung data kepesertaan dan iuran yang memadai.

“Kondisi ini mengakibatkan BPJS Kesehatan tidak memperoleh penghasilan riil yang berpengaruh kepada iuran yang sebenarnya, dan hilangnya potensi pendapatan, karena belum semua kepala desa terdaftar sebagai peserta bPJS Kesehatan, ini karena belum optimalnya koordinasi BPJS dengan instansi terkait,” katanya dikutip detikFinance.

Mengenai permasalahan beban jaminan kesehatan, Dori mengatakan pengelolaan beban pelayanan kesehatan belum sepenuhnya mampu mencegah terjadinya pembayaran beban pelayanan kesehatan yang tidak tepat. Lalu verifikasi klaim layanan kesehatan BPJS Kesehatan belum didukung dengan sistem pelayanan kesehatan dan sistem kepesertaan yang terintegrasi dengan handal.

Dengan temuan-temuan permasalahan tersebut, BPK memberikan beberapa rekomendasi kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan untuk mengatur mekanisme atau petunjuk teknis dalam rangka meningkatkan rekonsiliasi dan validasi atas identitas peserta yang terintegrasi dengan NIK, kesesuaian peserta dari identitas peserta ganda, dan kesesuaian data gaji atau upah sebagai dasar perhitungan iuran peserta dalam pemutakhiran database kepesertaan.

Lalu, meningkatkan integrasi antar fungsi unit dalam pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan. Serta membuat mekanisme atau petunjuk teknis terkait integrasi antar fungsi unit dalam penganggaran iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah, kepala desa dan perangkat desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dori mengatakan, Direktur Utama BPJS Kesehatan juga harus berkooi dinasi dengan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi untuk menyusun dasar hukum rumus dan filtrasi, pern baharuan pedoman nasional pelayana: kedokteran yang sudah ada sesu;dengan perkembangan ilmu pengeta huan yang berlaku.

Terakhir, meningkatkan integrasi antar fungsi unit dalam melakuk monitoring dan evaluasi proses verifikasi klaim pelayanan kesehatan yang didukung sistem pelayanan kesehatan dan sistem kepesertaan yang terintegrasi dengan handal, pelaksanaan audit klaim dan utilization review secara berkala. (*)