DPRD dan Aktivis Desak Polda Sumbar Usut Tuntas Kasus Balairung

Penanaman modal perhotelan oleh Pemprov Sumbar di DKI menimbulkan kesan bahwa Sumbar bukan tempat yang menarik untuk membangun hotel. Jika kesan itu ditangkap para investor, maka akan merugikan Sumbar. Belum lagi, pemberitaan yang kerap muncul terkait Hotel Balairung sering negative.Mulai dari tak berkontribusi, disegel karena telat pajak, sampai terindikasi ada korupsi yang terjadi dalam pengelolaannya.

PADANGHALUAN

Banyak pihak mendorong agar kepolisian gegas dan fokus mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung, yang dibangun lewat APBD Provinsi Sumbar di Jakarta dan dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Mengingat hotel tersebut tak kunjung berkontribusi terhadap pendapatan daerah, tak sedikit pula pihak yang menyuarakan agar hotel itu ditutup.

Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi berpandangan, rentetan masalah yang terjadi di Hotel Balairung yang dikelola oleh PT Balairung Citrajaya Sumbar tersebut membuktikan bahwa penanaman modal Sumbar pada perhotelan dengan lokasi di DKI Jakarta adalah ide yang keliru.

“Apakah kekeliruan itu dilanjutkan atau akan dihentikan, ini yang perlu dipertanyakan.Saya sudah pernah sampaikan ini keliru.Kalau mau membangun ekonomi Sumbar, mestinya DKI yang investasi di Sumbar, bukan sebaliknya.Apa Sumbar ini daerah surplus modal sehingga perlu investasi di DKI sebesar Rp160 miliar.Malah ini bisa menjadi sinyal bagi masyarakat dan investor bahwa Sumbar kaya modal,” katanya, Selasa (1/1).

Syafruddin khawatir, penanaman modal perhotelan oleh Pemprov Sumbar di DKI menimbulkan kesan bahwa Sumbar bukan tempat yang menarik untuk membangun hotel.Kesan tersebut dapat ditangkap oleh investor sehingga menimbulkan kerugian sendiri bagi Sumbar.”Saya sebagai warga Sumbar sudah mengingatkan berkali kali dengan kalimat, investasi hotel di DKI melalui APBD memberi makna bahwa pemerintah daerah mengibarkan bendera bahwa investasi di Sumbar tidak menarik,” ujarnya lagi.

Belum lagi, sambungnya, selama ini pemberitaan yang kerap muncul terkait Hotel Balairung justru membuat masyarakat Sumbar tambah kecewa, seperti, berita soal penyegelan hotel yang dilakukan oleh Pemda DKI karena ada kelalaian dapat membayar kewajiban pajak. “Sudahlah manfaat BUMD ini untuk Sumbar belum kunjung ada, malah disegel karena tidak bayar pajak. Ini merusak citra Sumbar, khususnya warga Minang, yang dikenal sebagai pengusaha ulung,” ucap Guru Besar Ekonomi itu.

Atas kejadian tersebut, Syafruddin berharap agar Pemprov Sumbar meninjau kembali segala kebijakan yang berkaitan dengan Hotel Balairung. Sebab, secara nyata hotel tersebut sama sekali tidak memperkuat citra Sumbar di dunia investasi dan bisnis. “Terlebih, biaya untuk mengawal BUMD itu tidak murah.Untuk apa dipertahankan,” ucapnya lagi.

Pernah Ada Temuan

Dari aspek hukum, pengamat dan praktisi hukum, Oktavianus Rizwa ikut mendorong agar pihak kepolisian segera mengusut hingga tuntas laporan masyarakat terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung.“Melihat hotel ini dikelola BUMD, saya berharap penyidik memeriksa siapa pun yang terindikasi ikut dalam dugaan korupsi ini.Segera panggil saksi-saksi yang terindikasi terlibat sehingga terang benderang, sebab hotel ini dibangun pakai uang rakyat,” ucapnya.

Hal senada disampaikan Koordinator Lembaga Anti Korupsi Integritas, Arief Paderi. Bahkan menurut informasi yang ia dapatkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah mendapatkan “temuan” pada 2016 lalu terkait pengelolaan keuangan perusahaan daerah itu. Temuan itu pun, sebut Arief, bisa menjadi pintu masuk dalam penyelidikan dan penyidikan atas laporan yang masuk.

Arief juga mengingatkan, dugaan korupsi yang terjadi di perusahaan daerah milik Pemprov Sumbar bukan hal yang baru.Bahkan sudah ada beberapa kasus yang telah selesai diproses.Ia pun berharap pemerintah dapat belajar dari catatan-catatan kasus tersebut agar lebih baik dalam mengelola perusahaan daerah ke depannya.

“Pemerintah daerah harusnya telah berbenah dalam pengelolaan perusahaan daerah, sehingga tidak ada lagi kasus korupsi yang terjadi dan menimbulkan kerugian terhadap daerah.Dugaan korupsi di Hotel Balairung ini bisa jadi cerminan untuk mengevaluasi pengelolaan seluruh BUMD yang ada saat ini.Karena berdasarkan catatan Integritas, ada beberapa BUMD Sumbar yang bermasalah dan menjadi temuan oleh BPK,” kata Arief.

DPRD Dukung Pengusutan

Dorongan untuk mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung juga disuarakan Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumbar, Supardi. Menurutnya, sudah sewajarnya laporan dari masyarakat tersebut diusut hingga ke akar, mengingat sejak beroperasi pada 2013 lalu, PT Balairung Citrajaya Sumbar selaku pengelola tidak bisa memberikan deviden (pemasukan) bagi daerah, dan selalu merugi setiap tahun.

“Tak pernah sekalipun memberikan deviden.Karena berbagai alasan, setiap tahunnya selalu rugi.Padahal tingkat hunian Hotel Balairung cukup tinggi.Selalu di atas 50 persen dari kamar yang tersedia. Melihat fakta di lapangan, kami mendukung aparat hukum follow up laporan itu. Siapapun yang terlibat harus ditindak.Tidak boleh tebang pilih,” katanya.

Ia menuturkan, terus meruginya PT Balairung telah menjadi catatan yang dievaluasi DPRD selama beberapa tahun belakangan. DPRD Sumbar bahkan pernah membentuk panitia khusus (Pansus) terkait BUMD pada 2015 lalu dan menyatakan PT Balairung sebagai salah satu BUMD yang dievaluasi karena dianggap tak memberikan deviden.

Ia menambahkan, kinerja manajemen PT Balairung masuk sebagai salah satu yang kerap disorot DPRD Sumbar karena penyertaan modal daerah untuk perusahaan itu tidak sedikit. Disebutnya, untuk pembangunan dan penyertaan modal bagi PT Balairung Citrajaya Sumbar, telah menyedot APBD Sumbar hingga Rp160 miliar.

“Sekitar Rp160 miliar total aset kita yang ada di sana, tapi hasilnya untuk daerah tidak ada. Ini tentu akan terus menjadi pertanyaan bagi masyarakat dan DPRD,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Arkadius Datuak Intan Bano memaparkan, Hotel Balairung di bawah manajemen PT Balairung Citrajaya Sumbar selesai dibangun 2012 dan beroperasi pada 2013. Arkadius tak menampik bahwa Hotel Balairung belum mampu memberikan deviden untuk Sumbar.Ia pun meminta perusahaan itu dikelola lebih professional.

“Terkait laporan masyarakat tentang dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung, kepolisian agar bisa melakukan kajian dan pendalaman.Jika terbukti ada pelanggaran, kami dukung penyelesaiannya di ranah hukum,” sebutnya.

Sebelumnya diberitakan, Polda Sumbar saat ini tengah menyelidiki dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung Jakarta yang dibangun menggunakan anggaran daerah Pemprov Sumbar, dan dikelola dalam bentuk Badan BUMD.Polisi menargetkan, pemanggilan para saksi mulai dilakukan awal 2019.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar, Kombes Pol Margiyanta mengatakan, penyelidikan yang dilakukan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat, yang menduga telah terjadi praktik korupsi dalam usaha pembangunan dan pelaksanaan operasional hotel tersebut.

“Diawali laporan yang datang dari masyarakat.Diduga ada unsur korupsi terhadap uang pembangunan dan uang operasional Hotel Balirung itu.Kami sudah cek keberadaan hotel itu di Jakarta,” kata Margiyanta kepada Haluan, Kamis (27/12).

Margiyanta mengatakan, pihaknya menerima laporan dari masyarakat sekitar dua pekan lalu.”Kami belum bisa menargetkan kapan penyelidikan kasus naik ke penyidikan.Tapi untuk sekarang kami sudah cek objek yang dimaksud,” sebut Margiyanta.

Sementara itu, Direktur PT Balairung Citrajaya Sumbar, Irsyal Ismail menyatakan, pihaknya belum mengetahui adanya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung. Namun ia menegaskan siap memberikan keterangan bila memang diperlukan. “Saya belum tahu soal itu, tetapi kalau dimintai keterangan, prinsipnya saya siap jika memang itu diperlukan,” katanya kepada Haluan.

Terkait Hotel Balairung yang disebut belum berkontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumbar dan cenderung merugi, Irsyal menilai banyak faktor yang menyebabkan hal itu tidak dapat terelakkan dalam menjalankan bisnis.Namun pada dasarnya, Hotel Balairung telah beroperasi sesuai pedoman bisnis dan aturan main yang ada.

“Ya, ya.Namanya bisnis, harapannya tentu untung.Tidak ada orang yg mau bisnisnya rugi.Tapi karena banyak faktor yang mempengaruhi, ya tidak tertutup kemungkinan usaha merugi seperti halnya Balairung.Kami bekerja dengan berpedoman pada aturan main yang ada (good corporate governance).Kalau rugi, memang karena faktor bisnis, bukan karena penyelewengan atau korupsi.Karena rugi itu, wajar saja belum berkontribusi deviden ke Pemda,” sebutnya lagi. (h/len/mg-hen)

Selengkapnya…