PADANG, HALUAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumbar resmi membentuk dan menetapkan kenaggotan panitia khusus (Pansus) Pemanfaatan Aset Hotel Novotel Bukittinggi melalui rapat paripurna yang digelar Senin (22/5). Tujuan pembentukan Pansus Novotel ini agar pemanfaatan aset Pemprov yang akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga ke depan lebih berhati-hati, sehingga kenyaman investasi dapat dicapai.
Ketua DPRD Sumbar, Supardi, memaparkan, sesuai adendum kedua kontrak kerja sama pengelolaan Novotel antara pemerintah daerah dengan PT. Grahamas Citrawisata Nomor: 17/LEG/NOT-A/II/2022 tanggal 15 Februari 2022, kerja sama pengelolaan Novotel akan berakhir pada 26 Agustus 2024.
Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai pasal 221 Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 dijelaskan, mitra BGS/BSG harus menyerahkan objek BGS/BSG kepada pemerintha daerah dalam keadaan baik, setelah terlebih dahulu dilakukan audit oleh aparat pengawasan internal pemerintah daerah.
“Untuk memastikan akhir kerja sama antara pemerintah daerah dengan PT. Grahamas Citrawisata dalam pengelolaan Novotel berjalan lancar, dan tidak terjadi permasalahan dikemudian hari, semua permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan kerja sama tersebut harus dituntaskan sebelum berakhirnya masa kerja sama,” uajar Supardi.
Ia menyampaikan, dari pelaksanaan fungsi pengawasan yang dijalankan DPRD ditemukan cukup banyak permasalahan dalam pengelolaan Novotel. Pertama terdapat perbedaan penafsiran kapan berakhirnya waktu kerja sama.
Dalam hal ini pada addendum kedua kontrak kerja sama dijelaskan, akhir masa kerja sama adalah pada 26 Agustus 2024. Tetapi pada Akta Perjanjian Kerjasama Nomor: 12.090/L/1990 tanggal 27 Agustus 1990, Pasal 9 dijelaskan bahwa apabila status Hak Guna Bangunan di atas tanah hak pengelolaan telah berakhir, maka bangunan hotel kembali sepenuhnya menjadi milik dari pemerintah daerah.
“Jadi, HGB Hotel Novotel ini ada 2 (dua) yaitu HGB Nomor 8 yang berakhir pada tanggal 15 Juli 2021 dan HGB Nomor 11 yang berakhir pada 30 Juni 2023,” ulasnya.
Disamping itu dari pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD diketahui, pihak kedua yakninya PT. Graharmas Citrawisata telah menjaminkan aset kerja sama untuk mendapatkan pinjaman ke PT. Bank Nagari yang kemudian di take over oleh PT. Bank BNI. Hal ini dilakukan pada tahun 2018.
Disebut Supardi, kondisi ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 221 ayat (1) huruf C, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, di mana pihak kedua dilarang menjaminkan, mengadaikan atau memindahtangankan tanah yang menjadi objek BGS/BSG.
Selanjutnya juga ditemukan ada indikasi laporan keuangan Novotel tidak sesuai kondisi yang sebenarnya atau fraud. Dalam laporan keuangan selalu diinformasikan pengelolaan hotel rugi, tetapi tingkat okupansi hotel tinggi dan pajak yang dibayarkan juga besar.
Kemudian, dalam LHP BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat terdapat temuan terkait dengan ketidaksesuaian antara jumlah tamu yang menginap dalam laporan keuangan dengan setoran pajak hotel yang dibayarkan, serta penggunaan pinjaman oleh pihak Novotel yang tak sesuai peruntukan.
“Melihat pada kondisi yang terjadi dalam pengelolaan Novotel ini, sebelum berakhirnya masa kerja pengelolaan, DPRD merasa perlu untuk melihat dan menuntaskan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja sama ini,” tukasnya.
Supardi juga menegaskan, dengan telah dibentuk dan ditetapkannya keanggotaan, Pansus kerja sama pengelolaan Novotel akan bertugas melakukan pembahasan atas permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja sama antara pemerintah daerah dengan PT. Grahamas Citrawisata terkait pengelolaan Novotel.
Ketua Komisi III DPRD Sumbar, Ali Tanjung, mengatakan, dasar-dasar yang menjadi pertimbangan diusulkannya Pansus Novotel yakni, pertama adanya perbedaan tentanf akhir masa kerja yang dijalankan antara pemerintah daerah dengan Grahamas Citrawisma. Kedua, karena adanya upaya menjaminkan objek kerja sama untuk mendapatkan pinjaman bank yang dilakukan oleh pihak kedua, yaitu PT. Grahamas Citrawisata. Ketiga, adanya indikasi fraud dalam laporan keuangan Novotel. Keempat, perlunya dilakukan audit terlebih dahulu sebelum berakhirnya kerja sama.
“Terkait laporan keuangan, Novotel ini selalu disebutkan merugi, padahal tingkat okupansi Novotel rata-rat di atas 80 persen, bahkan setiap masa liburan atau akhir pekan selalu fullbooking,” katanya.
Ali Tanjung menyebut, laporan hotel rugi tidak sejalan dengan nilai pajak hotel yang dibayarkan pihak hotel ke Pemerintah Kota Bukittinggi, dimana dari besaran pajak yang dibayarkan tergambar tingkat hunian hotel sangat tinggi, dan tidak mungkin merugi.
Ada indikasi laporan keuangan Novotel tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Hal ini berdampak pada keuntungan yang diterima oleh pemerintah daerah. “Adanya dugaan laporan keuangan manipulatif juga diperkuat dengan temuan BPK Perwakilan Sumbar yang menyatakan, adanya ketidaksesuaian antara jumlah tamu yang menginap dengan setoran pajak hotek yang dibayarkan ke Pemerintah Kota Bukittinggi, serta penggunaan dana pinjaman yang tak sesuai fungsinya,” tutup Ali Tanjung. (len)
Selengkapnya unduh disini