Komisi XI DPR Dilaporkan ke MKD

Terkait Seleksi Calon Anggota BPK

Jakarta, Padek – Kelompok aktivis yang menamakan diri Koalisi Save BPK melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Komisi XI DPR kepada Mahkamah Kehormatan Dewan DPR (MKD DPR). Hal itu terkait dugaan pelanggaran etik Komisi XI terkait proses pemilihan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) yang mendapat sorotan tajam dari masyarakat.

Prasetyo sebagai salah satu perwakilan kelompok tersebut menagatakan, masyarakat sudah memberi masukan terhadap calon-calon Anggota BPK sesuai UU. Tapi Komisi XI sepertinya acuh, tidak mau menerima memenuhi syarakt yang sesuai UU BPK.

“Masyarakat juga sudah mengingatkan, jika 2 calon tersebut diloloskan maka Komisi XI berpotensi menabrak UU. Karena itulah kami melaporkan dugaan pelanggaran etik agar diproses sesuai ketentuan,” ujar Prasetyo, kepada wartawan usai menyerahkan laporannya, Kmais (5/8).

Di dalam laporannya, Koalisi Save BPK itu melampirkan sejumlah bukti-bukti antara lain; Keputusan Menteri Keuangan tentang pengangkatan Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana, Surat Komisi XI tentang 16 Calon Anggota BPK RI yang telah memenuhi persyaratan administrasi.

Selain itu, Surat Pimpinan DPR kepada Pimpinan DPD RI tentang 16 Calon Anggota BPK RI yang telah memenuhi persyaratan administrasi, Kajian Badan Keahlian DPR RI tentang Persyaratan Calon Anggota  BPK RI, dan Surat Permintaan Fatwa Mahkamah Agung dari Komisi XI kepada Pimpinan DPR RI.

Tak nya itu, kelompok tersebut juga menyoroti dugaan suap senilai Rp 75 miliar dalam pemilihan calon Anggota BPK kepada pimpinan fraksi dan anggota Komisi XI. Dugaan suap itu berdasarkan laporan Majalah Forum Keadilan edisi Agustus 2021, yang mengungkapkan adanya indikasi suap untuk memuluskan nama Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai Anggota BPK.

“Menurut sumber Majalah itu, pimpinan Fraksi dan Anggota Komisi kebagian antara Rp 1,5 miliar sampai dengan Rp 1,7 miliar,” kata Prasetyo.

Diketahui, karena adanya sorotan tersebut, Komisi XI DPR memutuskan meminta pendapat hukum atau fatwa dari Mahkamah Agung. Keputusan tersebut diambil untuk menyikapi perbedaan pandangan terkait persyaratan Calon Anggota BPK sebagaimana Pasal 13 huruf j UU BPK.

Prasetyo menilai, langkah itu diambil, bisa saja sebagai cara untuk mencari aman alias jalan tengah. Meskipun sesungguhnya permintaan fatwa tersebut tidak mendasar dan tidak relevan. Sebab, dari dokumen administrasi kedua calon sudah terbukti tidak penuhi syarat yang diamanatkan UU BPK Pasal 13 huruf j.

“Terus terang, kami heran mengapa Komisi XI terkesan memaksakan calon tersebut harus lolos dengan segala macam siasat. Padahal bukti sudah di depan mata, jelas dan tegas mereka berdua tidak bisa menjadi calon anggota BPK,” ujarnya.

Prasetyo yang juga merupakan, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara itu menambahkan, permintaan fatwa tidak relevan karena sudah ada yurispurensinya yaitu Fatwa MA kepada Anggota BPK terpilih tahun 2009 dan 2014.

Untuk diketahui, pada tahun 2009, DPR menganulirkan keterpilihan Dharma Bhakti dan Gunawan sidauruk karena terbukti belum 2 tahun meninggalkan jabatan KPA. Tetapi pada 2014, DPR meloloskan (almarhum) Edy Mulaydi Soepardi karean jabatan Deputi di BPKP dan Komisaris di BUMN bukanlah KPA.

“Kami berharap Pimpinan DPR mengurngkan rencananya utnuk minta Fatwa kepada MA. Merujuk pada studi kasus tahun 2009 dan 2014 seharusnya sudah cukup. Karena sudah jelas ada bukti nyata bahwa 2 tahun belum meninggalkan jabatan sebagai KPA,” tutupnya.

Namun, anehnya Ketua MKD DPR Saleh P Daulay, mengaku dirinya belum mengetahui adanya pelaporan oleh pihak yang mengatasnamakan Koalisi Save BPK itu. “Saya belum mengetahui terkait laporan itu. Sekarang, DPR sedang reses. Terkait pelaporan, belum disampaikan kepada kami<” kata Saleh, ketika dihubungi wartawan. (jpg)

Selengkapnya unduh disini