Menakar Kualitas Pengelolaan Dana Haji

Ifan syauqi beik

Ekonom syariah FEM UPB University

Pada akhir Juni 2022 lalu, BPKH kembali mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan tahun 2021 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini adalah kali keempat BPKH mendapatkan opini WTP secara berturut-turut. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa pengelolaan keuangan haji telah berada pada jalur yang tepat, dan telah memenuhi unsur transparansi dan akuntabilitas yang sangat diperlukan dalam meyakinkan publik bahwa dana haji telah dikelola dengan amanah dan penuh tanggung jawab.

Jika melihat kinerja keuangan yang ada, data menunjukkan bahwa saldo dana haji mengalami peningkatan sebesar R 9,58 persen, dari Rp 144,91 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 158,79 triliun pada tahun 2021. Kenaikan ini melebihi target yang ditetapkan sebelumnya, yaitu sebesar Rp 155,92 triliun, sehingga realisasi yang ada pada dasarnya mencapai angka 101,84 persen dari target yang telah ditetapkan. Hal ini juga berimbas pada kenaikan total aset BPKH yang mencapai angka 10,17 persen pada tahun 2021. Data menunjukkan bahwa total aset BPKH berada pada angka Rp 160,60 triliun pada tahun 2021, naik dari Rp 145,77 triliun pada tahun 2020.

Dari sisi penempatan dan investasi dana haji, BPKH juga mampu meningkatkan proporsi investasi pada instrumen-instrumen ekonomi dan keuangan syariah yang memberi return lebih baik. Pada tahun 2021, proporsi  penempatan dana di perbankan syariah  mencapai angka 28,74 persen, turun dari angka 31,28 persen pada tahun 2020, Sedangkan proporsi investasi pada tahun 2021 mencapai angka 71,26 persen, naik dari angka 68,72 persen pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain BPKH mampu memperkecil proporsi penempatan dana pada level di bawah 30 persen, dan memperbesar porsi investasi hingga melebihi angka 70 persen.

Kebijakan BPKH untuk menaikkan proporsi investasi ini merupakan pilihan yang sangat baik dan strategis. Kenaikan proporsi investasi ini tentu berdampak pada perolehan nilai manfaat yang didapat BPKH. Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan BPKH, tercatat perolehan nilai manfaat pengelolaan keuangan haji pada tahun 2021 mencapai angka Rp 10,50 triliun, naik 41,32 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai angka Rp 7,43 triliun.

Kenaikan nilai manfaat ini bersumber dari nilai manfaat pada penempatan dana haji sebesar Rp 1,85 triliun dan nilai manfaat investasi sebesar Rp 8,14 triliun. Sisanya berasal dari sumber-sumber lainnya yang mencapai angka Rp 500 miliar. Secara keseluruhan, kenaikan nilai manfaat ini melebihi dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar Rp 9,25 triliun. Imbasnya, besaran nilai manfaat yang disalurkan pada rekening virtual para calon jemaah haji juga mengalami peningkatan sebesar 25 persen, dari Rp 2 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 2,5 triliun pada tahun 2021.

Adapun dari sisi rasio keuangan, BPKH juga berhasil menjaga rasio likuiditas wajib, dimana sesuai peraturan perundang-undangan, BPKH wajib menjaga likuiditas ini senilai dua kali biaya penyelenggaraan ibadah haji. Pada tahun 2021, rasio likuiditas wajib ini dapat dijaga di level 2,97 kali biaya penyelenggaraan ibadah haji. Selain itu, rasio solvabilitas dapat dijaga pada level di bawah 100 persen. Rasio solvabilitas BPKH pada tahun 2021 mencapai angka 88,86 persen.

Nilai rasio likuiditas wajib dan rasio solvabilitas ini pada dasamya menunjukkan tingkat keamanan dana haji. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dana haji yang dikelola oleh BPKH sesungguhnya berada dalam kondisi yang aman. Hal ini dapat menjadi jawaban atas keraguan publik terhadap keamanan dana haji yang telah disetorkan para calon jemaah haji

Sementara itu dari sisi beban biaya operasional BPKH, meski datamenunjukkan adanya peningkatan beban operasional dari Rp 159,38 miliar pada 2020 menjadi Rp 234,01 miliar pada 2021, naman nilai CIR (Cost to Income Ratio)-nya tetap berada di bawah ambang batas 5 persen, yaitu sebesar 2,23 persen. Ini menunjukkan kemampuan pengelolaan keuangan haji yang sangat efisien.

Selain mengelola dana tunggu haji yang bersumber dari para calon jemaah haji, BPKH juga mengelola Dana Abadi Umat (DAU). Jumlah DAU ini juga meningkat dari Rp 3.68 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 3,74 triliun pada tahun 2021. Adapun pendapatan nilai manfaat dari DAU ini juga naik, dari Rp 229,22 miliar pada 2020 menjadi Rp 237,62 miliar pada 2021. Kenaikan ini berdampak pada program kemaslahatan yang dilakukan BPKH, dimana alokasi dana program kemaslahatan ini juga meningkat dari Rp 131,64 miliar pada 2020 menjadi Rp 189,45 miliar pada 2021, atau naik 43,91 persen.

Namun demikian, jumlah pendaftar baru calon jemaah haji mengalami penurunan, dari 418 ribu orang pada 2020 menjadi 270,9 ribu orang pada 2021. Meski turun, namun akumulasi total calon jemaah haji yang masuk daftar nunggu (waiting list) naik dari 4,99 juta orang pada 2020 menjadi 5,21 juta orang pada 2021. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bersama seluruh negara-negara Islam untuk bersama-sama memikirkan upaya memperpendek masa tunggu ibadah haji ini.

Selanjutnya. dari sisi makro, pengelolaan dana haji ini memiliki sejumlah implikasi. Pertama, dana baji yang diinvestasikan melalui instrumen SBSN/sukuk negara, selain memberikan nilai manfaat yang dapat digunakan untuk kepentingan jemaah haji, juga dapat membantu program-program rategis pembangunan nasional. Dana haji dapat membantu memperbesar ruang fiskal yang diperlukan untuk membangun bangsa ini. Diharapkan hal ini berdampak positif pada penguatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Kedua, dari perspektif pembangunan ekosistem ekonomi syariah, pengelolaan dana haji ini dapat berperan dalam mendorong pengembangan sisi supply perekonomian. Keberadaan Bank Muamalat yang saat ini berada di bawah kepemilikan BPKH sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP), harus dapat dimanfaatkan dengan baik untuk memperkuat ekosistem pengelolaan haji dan umrah yang terintegrasi dari bulu ke hilir, sehingga dapat memberikan multiplier effect yang signifikan terhadap kondisi perekonomian. Dengan demikian, kontribusi dana haji terhadap pembangunan ekonomi syariah bisa semakin besar.

Ketiga, penyaluran nilai manfaat DAU dalam program-program kemaslahatan dapat menjadi jalan untuk membantu penguatan akses pendanaan program-program sosial keumatan, seperti peningkatan kualitas lembaga pendidikan, pesantren dan dakwah, serta dapat juga membantu upaya penurunan angka kemiskinan. Tinggal desain program kemaslahatan ini perlu didorong lebih variatif dan inovatif sehingga ruang-ruang pemberdayaan masyarakat bisa ditingkatkan. Program kemaslahatan ini juga telah berkontribusi dalam upaya mereduksi dampak pandemi covid-19 di tahun 2021.

Dengan kondisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan BPKH sangat baik, transparan dan akuntabel. Ini menjadi bekal yang sangat baik dalam menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap BPKH.. Semoga kualitas pengelolaan dana haji ini bisa terus dijaga dan ditingkatkan ke depannya. Wallaahu a’lam.

Selengkapnya unduh disini