PERUSAHAAN PEMASOK HAND SANITIZER BARU DIDIRIKAN

BPBD Wajib Kembalikan RP4,9 Miliar ke Kas Daerah

 PADANG-SINGGALANG

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Barat membeberkan dugaan penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer sebesar RP4,9 miliar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar dalam rangka penanggulangan Covid-19 tahun anggaran 2020.

“berdasarkan hasil audit dalam rangka kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 ditemukan dugaan penggelembungan harga penggadaan hand sanitizer senilai RP4,9 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara hingga akhir Februari 2021.” Kata Kepala BPK Perwakilan Sumbar, Yusnadewi. Kamis (25/2).

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang telah disampaikan pada 28 Desember 2020, ada dua jenis ukuran hand sanitizer yang diadakan yaitu ukuran 100 mililiter dan 500 mililiter. BPBD Sumbar mengadakan kontrak pengadaan hand sanitizer 100 mililiter dengan tiga penyedia yaitu CV CBB, CV BTL, dan PT MPM. Dalam pelaksanaan ditemukan ketiga penyedia mengambil hand sanitizer dari PT NBF yang kemudian dikemas dalam botol berlogo BPBD.

BPK menilai penunjukan penyedia tidak mempertimbangan pengalaman perusahaan penyedia dan hanya menunjuk penyedia atas kesiapan menyiapkan barang secara cepat. Yang mengejutkan ketiga penyedia tersebut ternyata baru memperoleh izin usaha farmasi kesehatan pada 2020.

CV BTI, sebelumnya bergerak di bidang perdagangan besar tekstil dan pakaian beralamat di Jalan S Parman nomor 225 Ulak Karang. Padang dan PT MPM beralamat di Jalan Raya Padang-Painan km 17 Bungus. Sementara CV CBB baru didirikan Juni 2020 berkegiatan di perdagangan besar laboratorium dan farmasi yang artinya belum berpengalaman pada pengadaan barang sejenis  beralamat di Pangeran Hotel Jalan S Parman Padang.

Baru delapan hari berdiri CV CBB sudah mendapatkan penunjukan langsung pengadaan thermogun dan dua hari kemudian pengadaan hand sanitizer. Dari temuan BPK, CV CBB berkantor di alamat yang sama dengan PT UCHT yang bergerak di bidang tour dan travel yang juga terdaftar sebagai penyelenggara umrah serta money changer.

Berdasarkan wawancara BPK dengan Kalaksa BPBD Sumbar bisnis money chenger PT UCHT dikelola oleh YD yang merupakan  Minantunya saat dilakukan konfirmasi kepada PT NBF selaku produsen terungkap ada indikasi peminjaman nama dalam pemesanan hand sanitizer.

Pemesanan hand sanitizer tersebut tidak menggunakan nama tiga perusahaan penyedia yang ditunjuk melainkan atas nama TS yang merupakan istri dari Kalaksa BPBD Sumbar. Selain itu terungkap harga hand sanitizer di PT NBF ternyata RP9.000 per botol dan dihargai menjadi RP35 ribu per botol. Sementara untuk hand sanitizer ukuran 500 mililiter ditemukan penggelembungan harta RP2.975.000.000.

Hand sanitizer ukuran 500 mililiter disediakan di PT AMS yang sudah berdiri sejak 2016 dan bergerak di bidang konstruksi dan baru mendapat izin perdagangan besar farmasi pada November 2020.

Dari semua surat penawaran yang ditujukan empat perusahaan tersebut ke BPBD Sumbar kalimat pembuka. Isi dan penutup memiliki redaksi yang sama. Terungkap hand sanitizer 500 mililiter diproduksi oleh PT KI Tbk namun yang memesan buka PT AMS melainkan Direktur CV CBB.

Untuk pembayaran kepada PT KI tidak dilakukan oleh PT AMS melainkan oleh YD yang merupakan menantu Kalaksa BPBD dan anak kandungnya RRR.

Harga wajar hand sanitizer 500 mililiter adalah RP 40 ribu namun digelembungkan menjadi Rp110 ribu. Atas dasar temuan tersebut BPK meminta pengembalian uang ke kas negara Rp4,9 miliar hingga 28 Februari 2021. “Hingga saat ini uang yang sudah dikembalikan baru Rp1,1 miliar.” Kata Yusnadewi.

Jika sampai batas waktu yang ditetapkan belum dikembalikan seluruhnya pihaknya akan meneruskan ke BPK pusat untuk kemudian diputuskan apakah akan diteruskan ke aparat penegak hukum.

Transaksi tunai

BPK juga menemukan transaksis yang dilakukan secara tunai pada belanja barang dan jasa senilai Rp49 miliar dalam rangka penanganan pandemi covid-19 di BPBD Sumbar.

“Sesuai instruksi gubernur Sumbar no2/INSt-2018 dinyatakan Kepala Satuan Perangkat Kerja harus melakukan pembayaran melalui mekanisme nontunai tanpa ada batasan nominal rupiah tertentu.” Kata Yusnadewi.

Menurutnya kendati tidak bisa serta merta dinyatakan ada kerugian negara namun yang perlu disorot adalah cara pemabayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan secara tunai sehingga berindikasi pada penyalahgunaan kewenangan.

“Dari Rp49 miliar itu yang ditemukan indikasi penggelembungan hand sanitizer sebesar RP4,9 miliar yang wajib dikembalikan kepada kas daerah,” ujarnya.

Adapun temuan transaksi yang dibayarkan secara tunai itu antara lain pengadaan hand sanitizer  100 mililiter senilai RP2.870.000.000. pengadaan hand sanitizer 500 mililiter RP4.375.000.000.

Kemudian belanja tak terduga untuk penanganan pandemi Covid-19 di BPBD Sumbar yang telah ditransfer ke rekening BPBD Sumbar senilai RP161.711.976.900.

Namun hasil pemeriksaan rekening koran BPBD Sumbar menunjukan seluruh pengeluaran dana yang bersumber dari belanja tak terduga ditandatangani Kalaksa BPBD dan Bendahara BPBD dan semuanya dicairkan secara tunai tanpa menulis penerima dengan spesifik.

Selain itu ditemukan pembayaran secara tunai kepada PT CBP untuk pengadaan APD senilai RP5.950.000.000, PT AMS untuk pengadaan rapid test senilai Rp1.350.000.000. Lalu ditemukan pembayaran tunai terhadap 29 kontrak kepada enam penyedia sebesar Rp30.155.400.000.

Menyikapi itu, Kepala BPBD Sumbar. Erman Rahman mengaku akan patuh. “Saya juga berterima kasih kepada BPK yang sudah membuka dengan rinci. Karena dengan itu dapat meluruskan informasi yang beredar selama ini pada media.” Sebut Erman Rahman saat dihubugi kemarin.

Erman juga mengakui apa yang disampaikan BPK tersebut. Karena itu sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Sumbar 2020. “Benar seperti itu, soal kewajiban itu akan kita penuhi.: sebutnya.

Terkait pengembalian uang senilai Rp3,8 miliar lagi. Erman akan meminta segera rekanan untuk mengembalikan. “Saya akan hubungi segera rekanan untuk memenuhi sisa pengembalian.” Katanya. (104/108)

Selengkapnya unduh disini