POTENSI PENYELEWENGAN DANA COVID-19 Penegak Hukum “Lirik” LHP BPK Sumbar

PADANG, HALUAN-Polda Sumbar dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar mulai “menaruh perhatian” pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ri Perwakilan Sumbar, terkait potensi penyalahgunaan anggaran penanganan Covid019 saat pengadaan sejumlah barang oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumbar Kombes Pol Steganus Satake Bayu Setianto kepada Haluan menyebutkan, pihak Polda bahkan telah membentuk tim khusu (timsus) untuk mengkaji hasil temuan BPK yang memaparkan potensi kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah tersebut.

“Untuk kasus ini, Polda Sumbar bakal ikut andil dalam penyelesaiannya. Kami akan menindaklanjutinya dengan membentuk tim khusus dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus),” ujar Satake Bayu kepada Haluan, jumat (26/2).

Untuk saat ini, kata Satake, tim Polda Sumbar tengah melakukan menyelidikan terhadap berkas-berkas yang berkaitan dengan dugaan potensi penyelewengan dana Covid-19 di Sumbar tersebut. “Untuk sementara ini, kami lakukan penyelidikan berkas. Untuk melihat apakah ada indikasi KKN atau tidak,” ujarnya lagi.

Buka hanya Polda Sumbar, Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya, Kejati Sumbar, mengaku juga telah mulai menyoroti temuan nyang dirilis oleh BPK tersebut. Namun demikian, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumbar Yunelda mengaku oihaknya belum bisa membeberkan sikap detail kejaksaan atas temuan tersebut.

“Kami menghormati proses yang sedang berjlan. Kami belum bisa mempublikasikan apa-apa. Cukup itu saja keterangannya,” kata Yunelda kepada Haluan.

BPK Tunggu Sikap Pemprov

Sebelumnya, BPK Sumbar mengaku masih menunggu tindak lanjut Pemprov Sumbar atas rekomendasi terkait potensi penyimpangan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp4,9 miliar tersebut. Rekomendasi sendiri berupa penggembalian uang ke kas daerah serta pemberian sanksi bagi pejabat terkait, yang harus dieksekusi paling lambat 29 Februari 2021.

Kepala BPK Wilayah Sumbar Yusnadewi menyebutkan, berdasarkan LHP BPK tahun 2020, ditemukan potensi penggelembungan anggaran untuk pembelian hand sanitizer oleh pejabat di BPBD Sumbar senilai Rp4,9 miliar. Temuan itu berawal dari kecurigaan tim audit BPK atas transaksi tunai Rp49 miliar oleh BPKB Sumbar, yang sangat rentan terhadap tindeak penyelewengan.

“Seharusnya seluruh transaksi di Pemprov Sumbar sudah nontunai. Lalu, tiba-tiba ada transaksi tunai Rp49 miliar. Makanya kami curiga. Akhirnya, setelah diperiksa, ditemukan pemahalan harga pembelian hand sanitizer sebesar Rp4,9 miliar,” ujar Yusnadewi saat Media WorkshopI Hasil Pemeriksaan BPK Sumbar Semester II 2020, Kamis (25/2).

Atas temuan tersbeut, BPK memberikan rekomendasi berupa pengembalian uang sebesar Rp4,9 miliar ke kas daerah, serta pemberian sanksi kepada pejabat terkait pada 29 Desember 2020 lalu. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, instansi terkait mesti menindaklanjuti hasil temuan tersebut selambat-lambatnya 60 hari sejak laporan diterima.

Minindaklanjuti rekomendasi itu, kata Yusnadewi, BPBD Sumbar sudah mengembalikan kelebihan anggaran tersebut sebesar Rp1,1 miliar. “Jadi masih tersisa sekita Rp3,8 miliar. Memang, secara aturan, instansi bersangkutan tidak harus langsung melunasi. Biarpun begitu, kami tetap berharap, seluruhnyas, Rp4,9 miliar itu, dikembalikan sebelum 29 Februari,” kayanya lagi.

Kendati demikian, ia memastikan bahwa kasus itu tidak hanya akan berakhir sampai kelebihan anggaran dikembalikan ke kas daerah. Ia menyebutkan, pihaknya juga telah mengirimkan laporan ke BPK RI untuk penyelidikan lebih lanjut. Selain itu, ia menilai temuan masih harus didalami, karena menurutnya potensi-potensi penyelewengan lainnya masih terbuka lebar.

“Ini kan dari hasil pemeriksaan internal saja. Untuk pemeriksaan lebih lanjut nanti akan kami dalami Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Bisa jadi akan ada temuan –temuan lainnya,” ujarnya lagi.

Di samping itu, ia tidak menampik bahwa kasus mark up hand sanitizer ini bisa berujung pada tindak pidana. Ia melihat ada indikasi-indikasi kearah sana. Hanya saja, hal ini tentu mesti ditindaklanjuti dengan pemeriksaan investigasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH). “ Karena tentu APH yang lebih berwenang untuk itu,” ucapnya.

Hasil Konsultasi

Sebelumnya, berdasarkan hasil konsultasi Panitia Khusus (Pansus) terkait penanganan Covid-19 DPRD Sumbar ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin 22 februari, diperoleh gambaran bahwa temuan memahalkan harga dalam pengadaan sejumlah barang cukup ditindalkanjuti dengan pengembalian.

Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Safar yang juga penanggung jawab (Pj) Pansus Pembahasan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Atas Kepatuhan Penanganan Covid-19 di Sumbar mengatakan, ketiadan aturan detail sebagai acuan dalam pengadaan menjadi landasan langkah pengembalian dapat dilakukan.

“Dari konsultasi ke BNPB diperoleh gambaran, karena Covid-19 adalah pandemi baru, maka ini masuk kategori bencana nonalam yang tidak hanya menjadi Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Sehingga, terkait pengelolaan dan penanganan dampaknya, belum ada acuan detail. Lalu, jika terjadi pemahalan harga dan sebagainya, menurut BNPB dikembalikan saja. Tidak masalah,” ujar Irsyad.

Sebelumnya, untuk menindaklanjuti LHP BPK kepada DPRD Sumbat terkait indikasi temuan sekitar Rp150 miliar dalam pengadaan barang yang diduga tak sesuai ketentuan, DPRD kemudian membentuk Pansus pada Rabu (17/2). Ketua DPRD Provinsi Sumbar Supardi menjelaskan, DPRD menerima LHP dari BPK pada 29 Desember 2020.

Sebelumnya kepada Haluan , Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sumbar Erman Rahman menyebutkan, memang ditemukan pengadaan barang terkait Covid-19 yang kemahalan senilai Rp4,9 miliar, tetapi sejumlah uang tersebut telah dikembalikan oleh pihak penyedia, sesuai dengan pakta integritas yang berlaku antara BPBD Sumbar dengan penyedia.

Menurut Erman, pengadaan sejumlah barang dalam rangka penanganan Covi-19 di Sumbar pada awal pandemi memang berlangsung dalam situasi extraordinasy atau luar biasa. Sehingga wajar terjadi pemehalan harga untuk beberapa item barang sulit diperoleh di pasaran.

“Situasinya saat itu awal pandemi, dan extraordinary. Pengadaannya pakai pola pengadaan khusus. Pre order (PO) darurat, tetapi bisa dipertanggungjawabkan, yang penting ada ketersediaan logistik bagi tenaga medis dan masyarakat seperti, baju hazmat, masker, dan handsanitizer. Dalam situasi saat itu, tentu keselamatan warga diutamakan,” kata Erman.

Namun begitu, kata Erman lagi, berdasarkan pakta ontegritas yang terjalin antara pihak penyedia dengan BPBD Sumbar, maka temuan kemahalan harga tersebut bersedia dikembalikan oleh pihak penyedia. (h/mg-fdi/win)

Selengkapnya unduh disini