Padang – Singgalang
Dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi ganti rugi lahan pembangunan jalan tol Padang – Sicincin, RN dan J, mengajukan praperadilan dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Padang, Rabu (29/12).
Kedua pemohon tersebut yang juga merupakan Pegawai BPN Sumbar melalui kuasa hukumny Syahril menyebutkan, alasan-alasan dan dasa hukum permohonan praperadilan bahwa berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah telah sesuai dengan Undang-undang nomor 2 tahun 2012 dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Perkotaan.
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa jalan tol Padang-Pekanbaru Sta 4+200 s/d 36+600 diharapkan dapat mendukung perkembangan wilayah Sumbar dan pertumbuhan ekonomi nasiona serta meningkatkan kehidupan masyarkat sekitar.
Selanjutnya, Syahril menilai, pemohon J dan RN sebagai tersangka oleh Kejati Sumbar tanpa menyebutkan pasal berapa dari UU pemberantasan tindak pidanan korupsi yang disangkakan kepadanya.
Kemudian, kata Syahril, termohon pada tanggal 21 Oktober 2021 menerbitkan surat penetapan tersangka (Pidsus) nomor : Tap–10/1.3/Fd.1./10/2021 tanggal 2021 tidak diberitahukan kepada pemohon.
Hal demikian adalah cacat formil dalam proses penegakan hukum pidanan, karena harus dilakukan secara sistematis sebagaimana dikenal dengan istilah criminal justice system, “katanya.
Selain itu, kata Syahril termohon (Kejati Sumbar) melakukan menetapkan status tersangka kepada pemohon (J dan RN) tidak sah, dan di samping itu termohon tidak memiliki cukup bukti permulaan yang cukup sebagaimana dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KHUP.
“Dalam hal ini ditetapkan tersangka terlebih dahulu baru dicari atau dikumpulkan bukti-bukti yang berkait dengan peristiwa pidana yang dilakukan oleh termohon, dalam perkara yang disangkakan kepada para pemohon melakukan tindak pidanan korupsi,” terangnya.
Ia menegaskan, maka dalam konsekuensi yuridis dalam penyidikan penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon (Kejati Sumbar) haruslah terlebih dahulu dilakukan audit dari BPK RI yang menyatakan ada kerugian negara.
“Faktanya termohon (Kejati Sumbar) tidak memiliki bukti tentang kerugian negara sebagaimana syarat yang dikehendaki delik pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. BPK merupakan badan yang menpunyai otoritas yang berwenang untuk menyatakan adanya kerugian negara/daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 6 dan pasal 14, undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan dan tanggung jawab keuangan negara. Termohon tidak menyebutkan nilai pasti kerugian negara kedua pemohon,” terangnya.
Pada sisi lain, kata Syahril dalam peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah yang salah satu isi pernyataan pertanggungjawaban dari pemilik tanahsebagai penerima ganti rugiadalah, apabila di kemudian hari ternyata ada pihak-pihak lain yang mempunyai/memiliki hak atas tanah tersebut, kami bersedia menanggung segala akibat dari penyerahan tanah/pelepasan hak.
“Klien kami selaku Ketua Satgas A dan B adalah dalam kapasitas pelaksana hukum administrasi, sedangkan terhadap pembayaran ganti rugi atas tanah tersebut adalah dua hal yang berbeda,” tandas Syahril.
Setelah mendengarkan gugatan dari pemohon melalui kuasa hukumnya, hakim Rinaldi Triandoko mengatakan sidang praperadilan dilanjutkan Kamis (30/12) dengan agenda pembacaan pembelaan termohon dari Kejati Sumbar yang diwakili Jaksa Eka dan kawan-kawan. (Wahyu)
Selengkapnya unduh disini