Jakarta- Padang Ekspres
Ketua MPR Zulkifli Hasan membantah pernah berupaya menekan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu agar tidak memberikan opini yang buruk atas laporan pemeriksaan keuangan. Menurut Zulkifli Hasan, selama ini dirinya sama sekali tidak pernah berhubungan dengan BPK.]
”Saya nggak pernah ketemu anggota BPK, telepon juga nggak pernah. Jadi nggak pernah sama sekali,” ungkapnya usai bertemu Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Jalan Katedral, Jakarta Pusat, Kamis (5/10).
Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan menduga, penyebutan lembaga MPR bukan karena ada pihak dari lembaga tersebut yang menekan BPK. Namun, karena kecenderungan penyebutan tiga lembaga yaitu DPR, DPD dan MPR biasa dalam satu paket.
”Mungkin maksudnya lembaga yang lain. Kan biasa orang menyebut misalnya ingin mengatakan DPR, tapi menyebutnya langsung sekaligus tiga lembaga. Yaitu MPR, DPR dan DPD. Tapi intinya saya nggak pernah komunikasi dengan BPK,” ucapnya.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid bersikap sama. Dia menilai, pernyataan menekan BPK untuk raih WTP dan dihubungkan dengan amandemen tersebut aneh. Politisi PKS itu menyatakan, antara amandemen dan status keuangan MPR tak memiliki kaitan. Amandemen yang dilakukan MPR didasari pada Undang-Undang Dasar 1945.
”Saya harus sampaikan, saya tidak tahu tentang hal ini karena saya tidak mengurus soal keuangan MPR. Tapi saya sampaikan, itu agak aneh. Karena tidak sesuai dengan prosedur tentang amendemen UUD. Amandemen UUD itu tak ada kaitannya dengan status WTP atau apa pun,” kata Hidayat wartawan, kemarin.
Dia mengaku, amandemen yang dilakukan MPR diatur dalam Pasal 37 ayat 1, 2, 3, dan 4. Oleh sebab itu, Hidayat, sanksi terhadap pernyataan Eddy tersebut. ”Itulah aturan UUD terkait amandemen. Maka tidak ada hubungannya dengan status keuangan MPR apakah WTP ataupun yang lainnya,” imbuhnya.
Diketahui, KPK telah menghadirkan Eddy sebagai saksi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9) lalu, terkait kasus dugaan penyuapan auditor BPK dengan terdakwa dua pejabat Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Dalam persidangan jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eddy oleh penyidik KPK. Penyidik mengonfirmasi Eddy mengenai rekaman pembicaraanya dengan Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK.
”Adalah depan DPR. Tetapi saya bilang, jangan turun opininya, karena Akom (Ade Komarudin) bisa marah, Fahri marah. BKKBN opini WDP. DPD agak berat kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR, MPR untuk WTP agar bisa amandemen,” ujar jaksa KPK M Asri Irwan, saat membacakan kata-kata Eddy dalam BAP. (*)