“Kalau berkas yang satu ini (berkas YSN-red) tuntas, baru lanjut ke berkas yang baru, termasuk mengejar tersangka lain. Penegasannya, siapa yang ikut merugikan negara dalam kasus ini akan kami kejar” Kombes Pol Endar Priantoro.
PADANG, HARIANHALUAN.COM – Proses kasus dugaan korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif mencapai puluhan miliar di Dinas Prasjaltarkim Sumbar (kini Dinas PUPR) terus berkembang di Bareskrim Polri. Bahkan, penyidik mengisyaratkan, kasus ini akan terus berlanjut, dan tak berhenti di Yusafni Ajo saja. Akan ada jilid duanya.
Penanganan berlanjut kasus yang merugikan negara berkisar Rp60 miliar itu diungkapkan Kepala Subdirektorat IV Dittipidkor Bareskrim Polri Komisaris Besar (Kombes) Polisi Endar Priantoro kepada Haluan. “Perkembangan kasus memang mengarah ke sejumlah nama lain, selain tersangka YSN,” terang Endar, akhir pekan lalu.
Dinyatakan Kombes Pol Endar, penyidik bekerja sesuai protap yang berlaku. Kasus diselesaikan satu persatu. Untuk berkas kasus dengan YSN, terlebih dahulu akan diselesaikan, untuk kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Selesaikan dulu satu satu, baru melangkah ke yang lain. Kami selesaikan ini dulu,” ucap Endar.
Ketika diminta penegasannya, apakah akan ada split atau pemisahan berkas, untuk nama-nama yang ikut terlibat selain YSN, Endar menyebut, akan dilakukan nantinya.
“Kalau berkas yang satu ini (berkas YSN-red) tuntas, baru lanjut ke berkas yang baru, termasuk mengejar tersangka lain. Itu akan dilakukan secara berurutan. Penegasannya, siapa yang ikut merugikan negara dalam kasus ini, akan kami kejar,” paparnya.
Secara keseluruhan, telah 185 saksi, 150 penerima ganti rugi lahan pada empat proyek yang diperiksa. Ada lagi penerima lain tapi tidak diperiksa karena ada yang sudah pindah atau sudah meninggal. Sedangkan sekitar 35 saksi lain itu pejabat di Pemkab Padang Pariaman, Pemko Padang, dan Pemprov Sumbar. Kemungkinan, tersangka berasald ari nama-nama yang sudah diperiksa.
“Memang bisa dari yang sudah diperiksa, atau pihak luar. Kemungkinan selalu bisa saja terjadi sepanjang bukti dan data cukup,” tutur Kasubdit.
Selain melakukan pemeriksaan saksi, penyidik juga melakukan penyitaan harta kekayaan milik Yusafni Ajo. Salah satunya, satu mobil merk VW Golf. Mobil tersebut diduga dibeli dari hasil dugaan korupsi SPj fiktif. Dengan adanya penyitaan itu, polisi mengembangkan kasusnya ke pencucian uang.
“Ada penyitaan yang dilakukan. Diduga, uang hasil korupsi dipergunakan untuk membeli sejumlah barang. Sebab itu arahnya ke pencucian uang,” kata Endar.
Harus Dirunut Tuntas
Yusafni, pegawai pada Dinas Prasjaltarkim (sekarang Dinas PU/PR) Sumbar ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan anggaran, pada beberapa proyek strategis di lingkungan Pemprov Sumbar. Namun, siapa yang akan menemaninya untuk ikut bertanggung jawab atas dugaan korupsi bermodus Surat Pertanggungjawaban (SPj) Fiktif itu, yang berdasarkan perhitungan sementara BPK telah merugikan negara hingga Rp63 miliar.
Menengok pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/1995 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pada bagian kelima tentang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), di mana Yusafni terakhir menjabat posisi ini untuk proyek pembebasan lahan Jalan Samudera Kota Padang, Lahan Bypass Padang, Lahan Main Stadium Padang Pariaman, dan Lahan Flyover Duku Padang Pariaman, maka jelas Yusafni tidak mungkin bekerja sendiri dalam penyelewengan anggaran.
Pada Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 13 disebutkan, Pejabat Pengguna Anggaran dalam suatu program atau kegiatan dapat menunjuk pejabat berkompeten pada unit kerja tertentu (OPD) selaku PPTK. Artinya, Yusafni ditunjuk oleh pejabat yang berwenang menggunakan anggaran proyek-proyek yang dijalankannya. Begitu juga pada empat proyek di atas.
Dalam ayat 2 pasal 12 dijelaskan, PPTK yang ditunjuk memiliki tugas antara lain, mengendalikan pelaksanaan kegiatan, melaporkan pelaksanaan kegiatan, dan menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran. Sementara itu, pada ayat 2 Pasal 13 disebutkan, PPTK dalam bekerja bertanggung jawab kepada pejabat pengguna anggaran.
Defika Yufiandra selaku Penasihat Hukum (PH) Yusafni menyebutkan, sebuah keanehan jika setiap kali membicarakan SPj fiktif, maka yang dibahas adalah Yusafni sendiri. Sebab, bagaimana pun perbuatan yang disangkakan kepada kliennya tidak akan bisa terjadi tanpa adanya tangan-tangan lain yang memiliki kekuatan lebih besar dibanding Yusafni.
“Ini proyek berjalan sekitar empat tahun. Selama itu pula Yusafni bekerja sebagai “juru bayar” atau PPTK atas ganti rugi lahan. Tapi apakah masuk logika jika dia sendiri yang bekerja mengusulkan anggaran itu berturut-turut, lalu menggunakannya. Tentu tidak logis,” kata Defika, Minggu (13/7).
Pengacara dari Kantor Hukum Independen (KHI) itu mengatakan, dalam posisi ini kliennya jelas menjadi korban atas sikap tak bertanggung jawab orang-orang yang memiliki kekuasaan dalam penggunaan anggaran. Sehingga, ia pun berharap kliennya bersedia membongkar habis rahasia di balik kasus SPj Fiktif tersebut. “Jika proses hukum terus berlanjut, dan saya masih pengacaranya, tentu Yusafni sangat diharapkan menjadi justice collaborator (JC). Seharunya memang seperti itu agar semua jelas,” katanya lagi.
Defika pun mengatakan, saat ini kondisi Yusafni cukup baik di Rutan Bareskrim Jakarta. Penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap kliennya, dan telah melakukan penyitaan terhadap aset milik kliennya di Padang.
“Yusafni memang punya riwayat jantung. Kabar bahwa dia pernah mangkir itu tidak benar karena memang saat itu ia dirawat di RSI Siti Rahmah Padang. Saat ini kondisinya cukup baik,” tukasnya.
Harapan agar aparat penegak hukum mengejar tersangka lain dalam kasus ini juga telah berulang kali disampaikan kalangan masyarakat, pengamat, dan aktivis. Ketidakpahaman masyarakat tentang teknis penyelewengan SPj Fiktif menjadi jalan bagi orang-orang tertentu untuk menyelewengkan anggaran untuk kepentingan pribadi.
Hal serupa disampaikan Arief Paderi dari Lembaga Anti-Korupsi Integritas. Dalam pandangannya, diambilalihnya kasus SPj Fiktif oleh Bareskrim Polri sempat menuai pertanyaan besar. Namun, ia masih menaruh sedikit harapan agar aparat betul-betul serius menangani kasus tersebut. “Kalau memang sudah diperiksa saksi sebanyak itu, harapan kami tentu tersangkanya tidak berhenti di YSN (Yusafni) saja,” katanya.
Sementara itu Pengamat Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, secara teori, korupsi sangat tidak mungkin dilakukan satu orang. “Ayam berkokok atau tidak berkokok pun, aparat penegak hukum harus tetap menaruh curiga. Secara logika umum, tidak mungkin kasus SPj Fiktif ini melibatkan hanya satu orang. Sedangkan secara logika hukum, ya, buktikan di ranah peradilan,” katanya.
Kasus ini berawal dari hasil temuan pemeriksaan BPK. Sejumlah pihak, diduga telah terlibat dalam dugaan korupsi. Realisasi belanja modal tanah yang dikelola di Dinas Prasjaltarkim sejak 2014 sampai 2016 mencapai Rp58 miliar lebih. Dana itu gunanya untuk pembebasan lahan/ganti rugi bangunan dan tanaman untuk pelebaran Jalan Samudera di Padang, By Pass Padang, pelebaran junction fly over Duku, asrama mahasiswa di Bogor, stadiun bola kaki di Padang Pariaman, TPAS di Payakumbuh dan pembebasan lahan di Lubuak Selasih.
Pada 2015 untuk semua proyek itu dicairkan ganti rugi Rp23,8 miliar dan 2015 Rp28,2 miliar serta Rp16 miliar untuk 2016. SPJ 2016 belum diterima BPK. Untuk 2014, BPK menguji substantif atas dokumen yang ada, diketahuilah Ysn berbuat salah. Pada 2015 itu, dibayar ganti rugi untuk jalan Samudera kepada 60 orang Rp16,1 miliar. Sebanyak 21 orang di antara namanya persis sama dengan nama penerima ganti rugi pada 2014. Untuk 21 orang yang diduga fiktif ini jumlahnya Rp6,5 miliar. Nama pemilik tanah dipakai lagi. Lalu sisanya 9 orang, dicari oleh BPK tak bersua, mungkin sudah pindah. Ganti ruginya Rp2,7 miliar, uangnya entah
Untuk Fly Over Duku, untuk 2014 dan 2015 dibayar ganti rugi Rp15,8 miliar. Untuk 2014 dibayar Rp10,7 miliar lebih. Pada 2015 dibayar Rp5,1 miliar. Masalahnya ditemukan oleh BPK, yaitu pertanggungjawaban keuangan 2014 sebesar Rp3,9 miliar dijadikan pula sebagai pertanggungjawaban untuk 2015. Satu objek, dua kali bayar.
Kemudian ada lagi ganti rugi Rp2,8 miliar berindikasi dipertanggungjawabkan dua kali tahun anggaran. Sekali dibayar ke rakyat, entah kemana uangnya. BPK menemukan yang Rp2,8 miliar itu dibuatkan daftar penerimanya 11 orang. Sayang 11 orang itu sudah pada pindah dari Duku.
Pada 2015 pada Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dikelola PPTK, Ysn Rp29,2 miliar. Hasil pemeriksaan BPK, dokumen pertanggungjawaban ditandatangani bendahara pengeluaran ET dan PPTK YSN. Ini dokumen untuk pengadaan lahan 2015. Dari dana Rp29,2 miliar itu, Rp21,3 miliar untuk Jalan Samudera dan fly over Duku.
Diperiksa oleh BPK, hasilnya untuk Jalan Samudera 2015 dibayarkan Rp16,1 miliar kepada 60 orang. Nama 60 orang ini persis sama dengan mereka yang sudah menerima ganti rugi sebesar yang sama pada 2013. BPK mencatat untuk 2015, ada ganti rugi Jalan Samudera Rp8,5 miliar lebih tidak diterima oleh pemilik tanah. (h/isq/ben)