BPK Semprit DPRD Padang

Ini merupakan dana daerah yang harus dikembalikan ke kas daerah. Ada juga yang sudah mencicil. Namun, ada juga yang hingga kini belum mengembalikan. Mungkin karena belum punya dana untuk menggantinya.

Haluan-Padang

Empat anggota DPRD Padang diharapkan dapat mengembalikan kelebihan dana tunjangan transportasi tahun 2017 dan 2018, yang dinilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Sumbar sebagai bentuk peyimpangan anggaran. Permintaan itu direspon para anggota dewan yang mengaku ingin mengkaji dulu temuan tersebut sebelum melakukan pengembalian.

Perintah pengembalian dana tersebut tertuang dalam surat pemberitahuan Sekwan DPRD Kota Padang, yang meminta empat orang anggota DPRD Padang segera mengembalikan kelebihan tunjangan transportasi dan penginapan dengan batas waktu 60 hari terhitung sejak 28 Mei 2018, dan mestinya telah berakhir pada 26 Juli 2018.

“Kami sudah tiga kali menyurati anggota dewan terkait agar mengembalikan kelebihan dana tersebut. Tentunya dalam kami hanya sebatas memberitahukan serta menagih. Sesuai batas waktu yang ditentukan, 60 hari,” kata Sekwan DPRD Padang, Syahrul kepada Haluan, Senin (12/11).

Jika tetap mengacuhkan permintaan sesuai rekomendasi BPK RI tersebut, kata Syahrul, tentu akan ada tindak lanjut lain di luar kewenangan Sekwan DPRD Padang terhadap para anggota dewan yang diwajibkan melakukan pengembalian tersebut.

“Ini merupakan dana daerah yang harus dikembalikan ke kas daerah. Namun begitu ada juga yang sudah mencicil. Namun ada juga yang hingga kini belum mengembalikan, mungkin karena belum punya dana untuk menggantinya,” ucap Syahrul menduga.

Data yang diterima Haluan dari Sekretariat DPRD Padang empat nama yang dimaksud wajib mengembalikan kelebihan tunjangan transportasi tersebut antara lain, Osman Ayub dari Partai Hanura, Erisman dari Partai Gerindra, Amril Amin dari PAN, dan Yulisman dari Partai Demokrat.

Besaran kewajiban pengembalian oleh keempat anggota dewan tersebut berbeda-beda dari segi jumlah dan judul. Hingga berita ini diturunkan, Haluan belum mendapatkan pembaharuan informasi dari Sekretariat DPRD Padang, terkait siapa saja anggota dewan yang telah melakukan pengembalian ataupun pencicilan dari kewajiban pengembalian dana tersebut.

Berbagai Respon

Anggota DPRD Sumbar, Yulisman mengaku terkejut dengan adanya temuan BPK terkait kewajiban pengembalian kelebihan dana tunjangan transportasi tersebut. Menurutnya, kabar tersebut ia terima tanpa ada satu pun surat resmi kepada dirinya.

“Terkait pengembalian kelebihan dana tunjangan transportasi tahun 2017 dan 2018. Saya terkejut dengan temuan BPK itu, tanpa ada surat masuk tiba- tiba ada kabar itu. Namun, kalau memang aturannya begitu, ya, harus ditaati, dan saya akan membayarnya dengan mencicil. Kalau langsung lunas saya tidak sanggup. Apalagi ini jelang pemilihan legislatif (pileg) 2019,” kata Yulisman.

Yulisman pun menegaskan ia akan kooperatif dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK RI terkait temuan tersebut. “Saya tidak mau macam-macam. Apalagi sampai berurusan dengan pidana, yang penting aturannya jelas, ya, saya laksanakan,” katanya lagi.

Anggota DPRD lainnya, Erisman mengaku tengah berkoordinasi dengan penasihat hukumnya terkait temuan tersebut. Sebab menurutnya, BPK RI seharusnya melayangkan surat pemberitahuan terlebih dulu kepada dirinya. Meski begitu, Erisman mengaku sudah merespon cepat dengan mencicil pengembalian.

“Saya sudah mencicil awal sebesar Rp10 juta. Langkah selanjutnya, saya akan berkoordinasi dengan BPK dulu terkait masalah ini,” kata Erisman.

Sementara itu, Anggota DPRD lainnya, Osman Ayub menilai masalah yang timbul itu tak lebih dari sekadar persoalan administrasi. Ia mengaku akan membaca aturan terkait pengembalian terlebih dulu sebelum menempuh langkah sesuai rekomendasi BPK.

“Soal pengembalian dana, saya lihat dulu dan koordinasi dengan Sekretariat DPRD Kota Padang, sebutnya.

Lain halnya dengan anggota DPRD Amril Amin, yang menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah menggunakan tunjangan transportasi tersebut selain untuk menyewa mobil yang digunakan untuk keperluan transportasi Badan Kehormatan (BK).

“Tunjangan transportasi  itu bukan secara langsung saya gunakan. Ini merupakan kesalahpahaman saja. Sebab bukan digunakan secara pribadi, melainkan untuk sewa mobil BK. Jadi sangattidak beralasan jika saya yang harus melunasi,” sebutnya.

Terkait kewajiban pengembalian kelebihan dana tersebut, Pakar Sosiologi Politik dari Universitas Andalas (Unand), Prof. Damsar menilai seharusnya para anggota dewan melalui kewenangan legislasi, pengawasan dan anggaran, dapat menjadi aktor pendorong berlangsungnya tata kelola pemerintahan yang baik. Namun dengan temuan tersebut, hal ini terkesan masih jauh panggang dari api.

“DPRD mulai jadi episentrum baru korupsi di daerah. Kewenangan yang besar dapat menjadi pintu masuk ke lahan korupsi. Setiap kewenangan itu menjadi alat untuk melakukan transaksi koruptif. Harusnya di masa-masa akhir jabatan ini anggota dewan berusaha meningkatkan kinerja agar dapat mengubah citra DPRD di mata publik,” kata Damsar. (h/ade)

Selengkapnya…