CEGAH SPJ FIKTIF DAN MARK UP PERJALANAN DINAS, Pakar Minta Bendahara daerah Cermati Perubahan Regulasi

BUKITTINGGI, HALUAN – Aparatur Sipil Negara (ASN) selingkungan Pemerintah Kabupaten(Pemkab) Kampar, Provinsi Riau mengikuti Bimbingan Teknis (Bimbtek) Penguatan Kapasitas Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Bendahara Daerah selama dua hari di Hotel Mersi, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Rabu hingga Kamis (2-3/8).

Bimbingan peningkatan kapasitas ASN itu, menghadirkan Rektor Universitas Muhammad Natsir YARSI Bukittinggi, Afridian wirahadi Ahmad,SE,M.Sc.AK.CA sebagai nasumber pakar dalam materi sistem tata kelola dan pencairan anggaran belanja daerah.

Rektor Universitas Muhammad Natsir YARSI Bukittinggi, Afridian Wirahadi Ahmad dalam pemaparannya menyampaikan, regulasi sitem pengelolaan keuangan pemerintah daerah saat ini telah mengalami sejumlah perubahan.

“Jika selama ini pembayaran tunai, maka saat ini sudag wajib non tunai. Jika selama ini pembayaran manual, sekarang sudah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah atau SIPD” ujar Rektor Afridian Wirahadi Ahmad.

Ia menerangkan, semua sistem administrasi pemerintah saat ini, telah terintegrasi sejak mulai perencanaan penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan sampai kepada pelaporan dan pengawasan.

Persoalan yang sering terjadi di lapangan adalah ketidaktahuan pelaksana atas perubahan regulasi. Misalnya saja, masih ada Organisasi Perangkat daerah (OPD) yang belanja di luar isisan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA).

“Akhirnya yang terjadi, jika kepala dinas tidka melihat isian DPA, orang keuangan akan bingung untuk membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) belanja karena tidak ada dalam daftar DPA,” ungkapnya.

Kondisi ini, kata Tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatera Barat ini, sering memicu terjadinya kesalah pahaman atau bahkan konflik antara bendahara keuangan dengan kepala dinas terkait.

“Persoalan seperti ini juga menyebabkan sering terjadinya temuan terkait aksi kecurangan dalam bentuk SPJ Fiktif, maupun aksi mark up harga tiket pesawat atau booking kamar hotel dalam setiap perjalan dinas para ASN Atau bahkan anggota DPRD,” jelasnya.

Afridian Wirahadi Ahmad menjelaskan, sejak beberapa tahun belaknagan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah dilengkapi kemampuan dan wewenang untuk melacak data hunian kamar hotel maupun booking tiket pesawat yang dipesan dan dibayarkan menggunakan anggaran negara.            “BPK bisa tahu siapa yang menyewa kamar hotel. Jadi kalau misalnya dia mengaku menginap di hotel mahal, namun nyatanya menginap di hotel murah untuk mengakali kelebihan harga tiket atau sewa hotel, semuanya akan bis adilihat dari database hotel,” ungkapnya.

Ia mennyatakan, aksi kecurangan seperti itu merupakan kasus yang paling banyak menjadi kasus temuan BPK di berbagai daerah. Atas dasar itu, para bendahara keuangan daerah mesti selalu berhati-hati serta update dengan perkembangan regulasi keuangan terbaru.

“Penggunaan aplikasi SIPD yang terintergasi by sistem ini, bisa mempersempit ruang terjadinya berbagai modul kecurangan perilaku koruptif penggunaan anggaran SPJ atau perjalanan dinas oleh ASN maupun anggota DPRD yang belakangan ini banyak terjadi di berbagi daerah.” Jelasnya.

Afridian menambahkan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 tahun 2022, pemerintah daerah juga telah dimungkinkan untuk melakukan pengadaan barang dan jasa menggunakan kartu kredit pemerintah.

Dijelaskannya, kartu kredit pemerintah pada prinsipnya adalah dana talangan bank yang bisadigunakan untuk transaksi pembayaran manakala suatu posko anggaran belum bisa dicairkana secara langsung.

“Jadi tidak ada lagi ceritanya kasus listrik di kantor pemerintah yang dipadamkan PLN lantaran telat bayar tagihan listrik karena belum dianggarkan atau tidak ada uang. Sebab jika dibiarkan itu akan mengganggu layanan publik,” ungkpanya.

Atas tasar kebutuhan efisien dan akutabilitas penggunaan anggaran keuangan daerah, Rektor Universitas Muhammad Natsir YARSI Bukittinggi ini menyarakan kepala daerah untuk segera menggesa perumusan Perwako atau Perbup tentang tata cara penggunaan kartu kredit pemerintah.

“Jika Perbup atau Perwako telah ada, sistem ini bisa diterapkan. Sebab baimanapun suatu regulasi baru bisa dilaksanakan jika telah ada dasar hukum yang mengaturnya,” pungkas Afridian Wirahadi ahmad mengakhiri. (h/fzi)

Selengkapnya unduh disini