Dimotori Enam Anggota DPRD Sumbar, Dugaan Penyalahgunaan Dana Covid-19 Dilaporkan ke KPK

PADANG – SINGGALANG

Enam anggota DPRD Sumatera Barat melaporkan kasus dugaan penyalahgunaan dana penanggulangan Covid-19 tahun 2020 senilai Rp. &,6 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (24/5). Mereka berharap kasus itu diusut tuntas.

Enam anggota dewan tersebut yakni Hidayat, Evi Yandri, Nurnas, Nafrizon, Syamsul Bahri dan Albert Hendra Lukman. Laporan dibuat atas nama pribadi dengan melepaskan nama kelembagaan DPRD dan partai politik. Salah seorang pelapor, Nurnas mengatakan, laporan ke KPK dinilai penting dilakukan agar tindak pemberantasan korupsi benar-benar dilakukan sampai tuntas di Indonesia, khusunya Sumbar dan bukan sekedar wacana saja. Selain itu dugaan penyalahgunaan dana tersebut jumlahnya terbilang besar dan telah merugikan masyarakat serta daerah.

“Jika tidak diusut tuntas maka pemberantasan korupsi yang digaung-gaungkan di Indoneisa itu hanya sekedar wacana saja. Makanya harus dituntaskan dan diberikan sanksi yang jelas,” tegas Nurnas.

Kata Nurnas, masyarakatpun masih sering mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut. Salah satunya saat dia melakukan pertemuan dengan masyarakat dalam tugas kedewanan.

Melihat jumlah dana yang disalahgunakan terbilang besar dan kasus belum tuntas tindak lanjutnya, keenam anggota dewan tersebut bersepakat melaporkan ke KPK atas nama pribadi.

“Bekas sudah diserahkan langsung ke KPK oleh dua perwakilan dari kami berenam yakni Hidayat dan Evi Yandri. KPK mengatakn berkas akan dipelajari dan dirindaklanjuti dan akan memberikan kabar untuk tahapan berikutnya,” ujar Nurnas.

Dia mengatakan pengusutan tuntas kasus ini menjadi pelajaran agar tidak ada lagi penyalahgunaan dana di Provinsi Sumbar. “Jangan ada lagi permainan anggaran di Sumbar,” terangnya.

Hal yang sama disampaikan pula oleh Nofrizon. Dia mengatakan, mereka berenam sepakat untuk melaporkan kasus tersebut ke KPK karena melihat lambatnya penanganan penyalahgunaan dana tersebut di lingkup aparat hukum Sumbar. Bahkan sanksi dari pemerintah provinsi untuk pejabat yang terlibat pun belum ada. “Padahl, ini sudah jelas penyalahgunaan anggaran. Datanya bukan main-main, namun berdasarkan LHP BPK yang dikerjakan secara profesional dan punya legitimasi,” ujarnya.

Jumlah anggaran pun, lanjut Nofrizon, terbilang besar bagi Sumbar, yakni Rp. 4,9 miliar dan Rp. 7,6 miliar. Dana tersebut merupakan dana masyarakat yang seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan masyarakat pula. Tapi malah diduga diselewengkan dan masuk kantong pribadi perorangan. “Pedih hati ini,” katanya.

“karena sampai sekarang tindak lanjut kasus ini di Sumbar belum jelas maka kami laporkan ke KPK. Tujuannya biar segera tuntas dan jelas,” tambahnya.

Apalagi, lanjut Nofrizon, program penanggulangan Covid-19 masih berlanjut. Bahkan anggaran untuk pendukung program tersebut bertambah besar. “Jadi, jangan sampai hal serupa terulang lagi. Jika kasus tak tuntas maka seolah kita lembek saja di Sumbar dan kasus ini bisa berpotensi terulang,” ujarnya.

Detail kasus

Untuk diketahui, dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 ini terjadi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar.Dari enam anggota dean yang melaporkan kasus tersebut secara resmi dengan surat bermaterai, diwakili dua orang yang menyerahkan langsung berkas pelaporan ke KPK. Pada dokumen tersebut dilaporkan terkait penyalahgunaan dan penanggulangan Covid-19 pada program pengadaan sebesar Rp. 7,63 miliar. Penggunaan dana tersebut dilaporkan tidak sesuai dengan ketentuan. Penyalahgunaan pun telah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Sumatera Barat terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (LKPD tahun 2020)

Hidayat mengatakan, ada beberapa yang dilaporkan, yakni dugaan terjadinya mark up atau pemahalan harga pengadaan hand senitizer 100 ml dan 500 ml yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp. 4,847 miliar.

Kemudian, transaksi pembayaran sebesar Rp49 miliar lebih tidak sesuai ketentuan karena dilakukan secara tunai sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan dan dari pembayaran tersebut juga terdapatpembayaran kepada pihak-pihak yang tidak dapat diidentifikasi sebagai penyedia barang.

Lalu, dugaan mark up pengadaan Hamzat (APD Premium) sebanyak 21.000 pcs, sesuai kontrak senilai Rp. 375.000/pcs atau total sebesar Rp 7,875 miliar. Berikutya dugaan pemahalan dalam pengadaan masker bedah sebanyak 4.000 box dan pengadaan Rapid Test senilai Rp.275.000/pcs atau total senilai kontrak sebesar Rp.2,750 miliar.dugaan mark up atau pemahalan dalam pengadaan  surgical down sebanyak 15.000 pcs seharga Rp.125.000/pcs sehingga total nilai kontrak sebesar Rp.1,875 miliar.

“Berdasarkan hasil temuan BPK tersebut di atas, maka pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 pada BPBD Sumbar tidak sesuai ketentuan sebesar Rp.7,631 miliar lebih dan ini harapan kami dapat diproses secara hukum oleh Penyidik Komisi Pemberntasan Korupsi,” jelas Hidayat.

Dalam dokumenpengaduan juga disampaikan tambahan informasi, bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Kepatuhan Penanganan pendaemi Covid-19 Tahun 2020, juga terdapat temuan dalam pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 di BPBD Provinsi Sumatera Barat, dengan rekomendasi yakni : pertama, terdapat kemahalan harga dan kekurangan volume untuk pengadaan hand senitizer sebesar Rp4,9 miliar. Kedua, terdapat cara pembayaran atas pengadaan barang kepdada pihak ketiga sebesar Rp.49 miliar lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan karena dibayarkan secara tunai.

Ketiga, terhadap temuan sebagaimana tersebut pada point 3 huruf (a), (b), dan (c) DPRD Provinsi Sumatera Barat telah menindaklanjuti melalui Panitia Khusus dan telah menetapkan rekomendasi yang harus ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait, termasuk meminta kepada BPK  untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan pembayaran kepada pihak ketiga sebesar Rp. 49 miliar lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Keempat, terhadap temuan sebagaimana tersebut pada point 3 huruf (a), (b), dan (c) di atas. Berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa, bahwa proses hukumnya sedang ditangani oleh Kepolisian Daerah (Polda Sumatera Barat)

“Yang kami minta ke KPK adalahpengusutan atas Laporan LKPD terhadap temuan pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp.7,6 miliar lebih,” tegas Hidayat.

Dalam dokumen laporan juga disampaikan informasi tambahan selanjutnya, bahwa Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat/Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang Undangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Nomor 40.C/LHP/XVIII.PDG/05/2021 Tanggal 6 Mei 2021 ini telah disampaikan BPK Perwakilan Sumatera Barat secara terbuka untuk umum pada siding paripurna DPRD Sumbar ini.

“Bagi kami, temuan BPK ini sungguh sangat memukul rasa keadilan sosial dan ekonomi masyarakat yang sedang terdampak secara sosial dan ekonomi oleh pandemic Covid-19,” sebutnya. (401)

Selengkapnya unduh disini