DPRD Desak Pemprov Sumbar, RP35 Miliar Temuan LPH BPK Masih Belum Disetor

PADANG, HALUAN –Sebesar Rp35 miliar dari total Rp50 miliar uang yang menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait pelaksanaan APBD Sumbar masih belum disetorkan ke kas daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar mendesak Pemprov segera menuntaskan persoalan itu pada tahun ini.

Desakan itu disampaikan DPRD Sumbar saat rapat paripurna, Rabu (12/7). Rapat paripurna yang berlangsung di ruang sidang utama DPRD Sumbar itu beragendakan pengambilan keputusan terhadap Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (PPA) Sumbar Tahun 2022.

Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan, dalam pasal 195 ayat 2 PP Nomor 12 Tahun 2019 ditegaskan, penyelesaian tindak lanjut LHP BPK merupakan salah satu instrumen penilaian evaluasi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.

Dari pembahasan yang telah dilakukan terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, jelas dia, diketahui progress tindaklanjuti rekomendasi LHP BPK oleh jajaran pemerintah daerah dan entitas terkait masih rendah. Baik terhadap LHP BPK tahun 2022, maupun tahun-tahun sebelumnya.

Realisasi tindak lanjut LHP BPK sebelum tahun 2022 masih di bawah 80 persen. Lambatnya penyelesaian tindak lanjut LHP BPK ini perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah,” katanya.

Dikatakannya, sesuai UU Nomor 15 Tahuun 2004 dan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017, permasalahan ini bisa berdampak hukum bagi pihak-pihak yang tidak menindaklanjuti. Oleh sebab itu, bagi pihak-pihak yang belum mampu menyelesaikan secara keseluruhan rekomendasi LHP BPK dalam kurun 60 hari sejak LHP diterima, diminta agar diproses melalui skema SKTM sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri Nomor 133 Tahun 2018.

Sementara itu, Anggota Fraksi  Partai Golkar DPRD Sumbar, Afrizal, saat menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna tersebut mengatakan, pihaknya melihat ada pengabaian dari pemerintah daerah terkait keharusan untuk menindaklanjuti LHP BPK sehubungan  kegiatan yang tidak terlaksana, mangkrak dan lain sebagainya.

“Total temuan LHP BPK ini mencapai Rp50 miliar. Itu merupakan akumulasi dari LHP BPK terkait pelaksanaan APBD beberapa tahun  terakhir, yang sudah terialisasi dari Rp50 miliar itu baru 35,5 persen, artinya masih ada 64 persen lagi uang yang belum tertagih kepada pihak ketiga,” ucap Aprizal.

Disebut Afrizal pemerintah daerah harus menindaklanjuti dan menelusuri uang negara yang belum dikembalikan tersebut, besarnya lebih kurang Rp35,5 miliar.

Ia menegaskan, uang yang menjadi temuan dalam LHP BPK merupakan uang negara yang sumbernya dari pajak dan retribusi masyarakat, wajib dikembalikan lagi kepada masyarakat da;am bentuk pembangunan. Jika uang itu mengendap pada seseorang, artinya telah terjadi pembohongan yang bisa dituntut secara pidana.

“Uang itu harusnya bisa dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk pembangunan, namun nyaranya tidak, yang dirugikan adalah masyarakat yang sudah  patuh membayar pajak. Kami minta pemerintah daerah serius menindaklanjuti ini,” ucapnya

Ia menambahkan, jika temuan LHBPK ini tak kunjung diselesaikan, secara pribadi ia akan mengambil sikap. Dirinya akan melaporkan permasalahan ini ke aparat penegak hukum. Langkah ini bakal diambil karena la tak ingin rakyat dirugikan atas lambannya tindaklanjuti atas temuan LEIP BPK tersebut.

Ketua DPRD Sumbar, Supardi, menam-bahkan, Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (PPA) merupakan siklus akhir dari pengelolaan keuangan daerah.

Sebagai akhir dari agenda pengelolaan keuangan, maka PPA tidak hanya sebagai sarana untuk melaporkan penggunaan anggaran, akan tetapi merupakan sarana untuk mengevaluasi APBD secara keseluruhan, baik terhadap perencanaan anggaran, pelaksanaan, pengawasan serta hasil yang dicapai dari pelaksanaan anggaran tersebut.

“Oleh sebab itu, sasaran dari pembahasan Ranperda PPA tidak hanya menyepakati realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah, akan tetapi juga memastikan apakah program dan kegiatan tersebut sudah digunakan secara efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” kata Supardi.

Sehubungan hal tersebut dalam pembahasan Ranperda PPA Tahun 2022 tidak hanya melihat kepada dokumen Ranperda Pertanggungjawaban APBD, akan tetapi DPRD juga menyelaraskan dengan LKPJ kepala daerah Tahun 2022, LHP BPK PDTT terhadap belanja daerah Tahun 2022, dan LHP LKPD Provinsi Sumbar Tahun 2022.

Fraksi Gerindra Tolak Setujui Ranperda PPA

Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumbar menolak menyetujui Ranperda PPA Sumbar Tahun 2022. Ketua Fraksi Gerindra, Hidayat, mengatakan, total ada 13 catatan yang menjadi alasan Gerindra menyatakan tidak dapat menyutujui Ranperda PPA.

Salah satunya terkait hasil temuan LHP BPK. Hidayat menyebut, sesuai catatan BPK, hingga 31 Desember 2022, temuan-temuan BPK pada tahun anggaran 2021 baru diselesaikan atau ditindaklanjuti 71,49 persen. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan penyelesaian temuan BPK tahun 2020, yang pada akhir periode mencapai 77,92 persen.

Khusus LHP atas LKPD Tahun Anggaran 2022, Fraksi Gerindra melihat juga banyak temuan dari rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. Adanya temuan baru pada tahun anggaran 2022 menambah tumpukan temuan yang harus diselesaikan.

Berangkat dari hal ini, Fraksi Partai Gerindra minta Pemprov Sumbar menyelesaikan semua temuan-temuan tersebut, meskipun sudah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP.

“Kami sungguh menyayangkan banyaknya temuan dan rekomendasi BPK terkait indikasi penyalahgunaan kewenangan, yang menyebabkan potensi kerugian keuangan daerah. Ini sangat kami sesalkan, sekaligus mempertanyakan efektivitas fungsi pengawasan internal di lingkungan pemerintah daerah, termasuk DPRD ke depan, fungsi pengawasan dari DPRD mesti ada perubahan dan pembaharuan strategi ke arah yang lebih intensif,” ucapnya.

Menurut hemat Fraksi Partai Gerindra, APBD belum digunakan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Banyak temuan BPK-RI dan  masalah-masalah lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja, termasujk juga target kinerja masing-masing OPD yang tidak tercapai, menjadi salah satu pijakan bagi fraksi ini memberikan pendapat dimaksud.

Kemudian, sampai akhir tahun 2022 terdapat sisa belanja daerah sebesar Rp334,873 miliar. Dari Rp6,639 triliun yang dialokasikan realisasinya sebesar Rp6.304 triliun atau 94,96. Fraksi Partai Gerindra menilai, sisa anggaran tak terpakai ini sebagai hal mubazir, tatkala masih banyak program dan kegiatan pro rakyat yang harusnya dibiayai dan dilakukan, namun tidak bisa terlaksana.

“Ratusan miliar dana tidak terpakai itu menjadi bukti bahwa ada analisis kebutuhan yang keliru saat perencanaan. Fraksi Partai Gerindra meminta kekeliruan seperti ini tidak terulang kembali,” katanya.

Dari sisi belanja modal, Fraksi Gerindra melihat sudahlah angkanya tidak terlalu besar, yakni Rp1,052 triliun, realisasinya juga tidak seperti yang diharapkan, karena hanya 89,41 persen atau Rp941 miliar saja, ini tentu juga menjadi catatan yang harus mendapat perhatian.

Selanjutnya, pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan di sektor infrastruktur masih sangat lemah, sehingga menyebabkan banyaknya kegiatan yang tidak dapat diselesaikan pada waktunya, kegiatan yang putus kontrak atau kegiatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

Kemudian terdapat sejumlah proyek strategis mangkrak yang perlu mendapat perhatian serius, seperti Gedung Kebudayaan, Main Stadium atau jalan pinggir jalan Padang, Proyek-proyek mangkrak itu menjadi preseden buruk. Selain beberapa hal di atas, sejumlah catatan lain juga diberikan oleh Fraksi Gerindra. “Dengan segala catatan sebagaimana sudah dijelaskan tadi, Fraksi Partai Gerindra sampai kepada kesimpulan untuk tidak menyetujui Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2022 ini,” tukasnya. (h/len)

Selengkapnya unduh disini