Padang-Haluan
Terpidana kasus korupsi SPj Fiktif senilai Rp62,5 miliar yang seorang ASN di Pemprov Sumbar, Yusafni Ajo tertangkap kamera tengah berada di Bukittinggi tanpa pengawalan petugas. Padahal, ia belum lama menjalani hukuman setelah divonis sembilan tahun penjara oleh majelis hakim di PN Tipikor Padang akhir Mei 2018.
Dokumentasi soal keberadaan Yusafni tersebut sampai ke tangan wartawan di Padang. Hal ini membuat pihak terkait, dalam hal ini Kanwil Kemenkumham Sumbar menggelar pertemuan mendadak dengan kalangan jurnalis di Padang dan menyebut Yusafni sedang berobat ke Bukittinggi.
“Benar, yang di dalam foto adalah Yusafni Ajo, terpidana korupsi Rp62,5 miliar yang sedang menjalani masa hukuman di Rutan Anak Aia, Padang,” terang Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumbar, Dwi Prasetyo, Selasa (10/7) sore.
Diakui Dwi, semula ia tidak tahu atas informasi keluarnya Yusafni untuk pergi berobat ke Bukittinggi. Namun setelah diperlihat foto yang diberikan awak media kepada Kakanwil dan pihaknya mengkonfirmasi kepada Yusafni bahwa benar ia pergi berobat ke Bukittinggi dan diberikan izin oleh petugas penjagaan.
“Saya memang tidak tahu, ia keluar Jumat (6/7) malam. Saat itu bertepan dengan keberadaan saya dan juga Karutan yang berada di luar daerah. Saya mendapatkan info dan mencari keberanannya kepada yang bersangkutan, awalnya ia memang mengelak. Namun kami perlihatkan foto, ia membenarkan,” kata Dwi didampingi Kadiv Lapas, Sunar Agus dan Karutan Anakaia, Enjat Lukmanul Hakim.
Dwi mengakui, saat itu petugas penjagaan tidak mengantongi izin dari Karutan (kepala rumah tahanan) maupun darinya sebagai kakanwil. “Memang boleh saja pergi berobat dan diizinkan keluar sesuai SOP yang ada. Petugas kami tidak mau mengambil resiko, khawatir pada kondisi kesehatan yang terjadi terhadap Yusafni dan meberikan izin, dengan jamin keluarganya.” katanya dihadapan awak media.
Ditegaskannya, Introgasi yang dilakukan terhadap petugas jaga yang memberikan izin, tidak ada ditemukannya suap terhadap petugas tersebut dan murni semata karena faktor kemanusian.
“Petugas jaga mengambil keputusan karena tidak ingin ada kejadian fatal akibat penyakit yang diderita oleh Yusafni. Kalau seandainya di meninggal di Rutan tentu ini akan sangat berbahaya, sehingga petugas mengambil keputusan seperti itu. Dan kami tegaskan saat ini Yusafni ada ditahanan dan sudah kembali sesuai waktu yang diizinkan ketika itu,” katanya.
Lebih lanjut Dwi menyampaikan, sejak pihaknya menerima limpahan kasus Yusafni untuk ditahan di Rutan Anakair Padang. Yusafni memang memiliki rekam medis kondisi Sakit dan semenjak ditahan di Rutan itu, Yusafni sudah mengalami perawatan sebanyak empat kali di Rumah Sakit.
Lalu, kenapa tak ada pengawalan? Menurut Kakanwil itu dilakukan dikarenakan pihak keluarga mau bertanggungjawab penuh atas keselamatan. “Keluarga sudah komitmen untuk kembalikan ke Rutan dalam waktu yang tepat,” sebutnya.
Atas kelalaian pihaknya (petugas penjagaan). Diungkapkan Kakanwil akan diberikan sanksi yang tegas atas kelalian yang dilakukan.
“Tentu, sanksi akan kami berikan. Dan tentu ini akan kami dalami lebih lanjut, karena ini domaian kami, kalau benar ini kesengajaan dan adanya unsur lainnya dari petugas kami maka sangsi berat akan siap menanti, dan sekali lagi kami tegaskan ini tidak ada unsur politis maupun pemberian uang yang diberikan kepada petugas,” kata Dwi.
Penasehat Hukum (PH) Bob Hasan mengatakan kliennya itu keluar Rutan tidak secara tiba-tiba. Ia mengakui, hal itu tidak terlepas karena kondisinya yang lagi sakit. “Sesungguhnya lembaga permasyrakatan kita merupakan sebuah penempatan sanksi bagi terpidana. Namun terpidana umumnya masih memperoleh haknya sebagai hak asasi manusia,” kata Bob.
Lebih lanjut ia mengajak untuk melihat persoalan ini dengan jernih. Bilamana Yusafni keluar untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya, itu adalah haknya Yusafni walaupun seorang Narapidana.
“Jadi alasannya itu untuk pengobatan, dan memang Yusafni suda ada riwayat jantung sebelumnya. Saat proses persidangan dia juga sempat dirawat pada salah satu Rumah Sakit di Padang,” kata Bob.
Sementara, Erianto selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dalam kasus tersebut membenarkan terpidana Yusafni belum dilakukan eksekusi atas hukuman yang telah diketok palu beberapa waktu lalu.
“Status Yusafni masih Napi titipan di Rutan Anak Air, karena yang bersangkutan belum dieksekusi,” kata Erianto saat dihubungi Haluan.
Walaupun demikian, kata Jaksa urang awak ini, untuk pengamanan sepenuhnya tanggungjawab dari pihak Rutan, termasuk memberikan izin untuk keluar dari rutan tersebut.
“Itu tanggungjawab pihak Rutan, termasuk masalah izin keluar. Tentunya dengan alasan yang kuat dan jelas,” katanya.
Namun ia mengatakan biasanya napi yang meninggalkan rutan itu harus ada penjagaan dari petugas, tidak dibiarkan tanpa adanya pengawalan. “Saya juga baru mengetahui kejadian ini, sebelumnya tidak ada izin atau sebagainya untuk Yusafni keluar dari lapas. Setahu saya itu harus ada pengawalan, walaupun itu dijamin oleh keluarga dan kerabat Napi. Saya rasa aturan itu sama semuanya,” kata Erianto.
Lebih lanjut dikatakannya, pihaknya sebagai Jaksa akan mengupayakan untuk melakukan eksekusi dalam waktu dekat. Karena Yusafni tidak melakukan upaya hukum lagi, jadi sudah bisa dieksekusi.
Cederai Rasa Keadilan
Menanggapi ini, sejumlah aktivis antikorupsi di Sumbar angkat bicara, salah satunya Arief Pader. Koordinator lembaga Integritas ini sangat menyayangkan adanya dugaan Yusafni, terpidana kasus korupsi SPJ fiktif, bisa keluar Rutan Anak Air Padang tanpa pengawalan.
“Kejadian ini semakin mencederai rasa keadilan publik Sumatera Barat apalagi Mabes Polri beberapa waktu lalu menyatakan tidak memperioritaskan penuntasan keterlibatan pihak lain dalam kasus SPj fiktif,” kata Arief Paderi.
Tidak hanya itu, kalau memang Yusafni minta izin keluar dengan alasan sakit, seharusnya yang mengeluarkan izin itu adalah Jaksa. Karena Yusafni saat ini masih dalam status narapidana titipan.
“Karena perkara ini belum inkracht, berarti Yusafni masih titipan. Jadi untuk izin keluar dengan alasan tertentu harus mendapatkan izin dari Jaksa atau Hakim,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, walaupun terpidana itu suda dijamin oleh keluarga dan alasannya keluar karena sakit, tetap harus ada pengawalan. (h/hen/mg-rei)