Pekan Depan Sidang Perdana, Aktivis Yakin Yusafni Tidak Main Sendiri

PADANG-HALUAN

Pengadilan Tipikor Padang akhirnya menetapkan jadwal persidangan kasus dugaan korupsi puluhan miliar rupiah dengan modus SPJ fiktif. Jumat (12/1) pekan depan, Yusafni Ajo yang didapuk sebagai tersangka tunggal akan disidangkan. Sejumlah pihak meyakini, ada kejutan dalam sidang nantinya.

Kepastian sidang jadwal Yusafni disampaikan Panitera Pengadilan Tipikor Padang, Rimson Situmorang. Menurut Rimson, setelah berkas dakwaan untuk Yusafni dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Pengadilan Tipikor Padang langsung menetapkan hakim dan jadwal sidang. “Majelis hakim yang akan menyidangkan perkaranya sudah ditunjuk dan mengagendakan jadwal persidangan. Jadwal pekan depan,” terang Rimson, Jumat (5/1) di Padang.

Meski sudah dijadwalkan, namun pihak Yusafni belum menerima relas panggilan dari pengadilan untuk mengikuti proses persidangan. “Kami masih belum menerima panggilan, kemarin saya menemui Yusafni di Rutan Anak Air, Padang, ia juga belum mendapatkan dakwaan,” kata kuasa hukum Yusafni Ajo, Defika Yufiandra.

Ketika ditanyakan, apakah dirinya merasa yakin Yusafni hanya sendiri terlibat dalam perkara ini, Defika menjawab tidak mungkin. “Kami di tim kuasa hukum telah menyiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi persidangan nanti. Soal keterlibatan, kami hingga saat ini masih meyakini tidak mungkin korupsi itu dilakukan oleh satu orang saja,” terang Defika. Sementara itu, aktivis anti korupsi, Roni Saputra menyebutkan, pihaknya sangat mencurigai adanya pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Berbicara masalah penggunaan anggaran tentu ada pihak-pihak lain yang ikut dalam masalah ini. “Walaupun tidak ikut, setidaknya ada orang lain yang menerima uang. Artinya berkemungkinan tidak sendiri yang terlibat. Ada pihak lain yang mestinya turut bertanggungjawab,” kata Roni melalui sambungan telepon.

Selanjutnya, dilihat dari status kedudukan terdakwa dalam pemerintahan, dia tidak memilki kuasa penuh dalam penganggaran. Ia berharap dalam persidangan terdakwa meminta untuk menjadi justice collabolator (JC) untuk mengungkapkan secara gamblang siapa saja pihak yang terlibat. “ Kalau pihak penyidik tidak menarik pihak lain dalam kasus ini, kita perlu mencurigainya. Ada apa dengan kasus ini? Korupsi itu sangat tidak mungkin dilakukan oleh pelaku tunggal. Apalagi dilihat dari kedudukan serta jumlah uang yang diduga dikorupsi oleh terdakwa, terlalu berani kalau ini dilakukan sendiri,” kata Roni.

Kasus ini harus menjadi tantangan bagi pihak penyidik dalam penuntasannya. Ia meyakini ada orang-orang lain yang terlibat, dan harusnya menjadi pusat perhatian bagi penyidik untuk bisa mengembangkannya. “Kita akan lihat nanti pasal yang akan didakwakan, kalau dakwaannya memakai dakwaan tunggal dan tidak mengaitkan dengan bersama-sama, perlu dicurigai ini. Penyidik harus mengembangkannya. Jangan sampai terhenti sampai di satu terdakwa saja,” harap Roni.

Berdasarkan perhitungan sementara penyidik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI wilayah Sumbar, Yusafni telah menyebabkan kerugian pada keuangan negara senilai lebih dari Rp 63 miliar. Uang tersebut diselewengkan dalam kegiatan melakukan ganti rugi bangunan dan lahan pada beberapa proyek besar yang dilaksanakan instansinya di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman.

Dalam penyidikan, setidaknya polisi telah memeriksa 185 saksi untuk kasus ini, terdiri dari 150 penerima ganti rugi lahan pada empat proyek itu, dan 35 orang yang merupakan ASN di Pemkab Padang Pariaman , Pemko Padang, dan Pemprov Sumbar.

Yusafni melakukan penyimpangan pelaporan pertanggungjawaban keuangan. Ia diduga membuat laporan fiktif dan tidak membayarkan uang yang dia terima ke pemilik lahan. Perbuatan Yusafni diduga merugikan negara Rp 60 miliar dari Rp 120 miliar nilai proyek. Ia dikenakan pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU nomor 21 tahun 2001.

Sewaktu diperiksa di Bareskrim Polri. Kepada penyidik, Yusafni menyebut, uang hasil dugaan korupsi yang dikelolanya dibagi kesejumlah orang. Pernyataan Yusafni itu seakan membuka tabir baru dalam pengusutan kasus ini.

Mabes Polri sudah melakukan proses penyidikan sejak awal tahun. Awalnya, kasus ini juga ditangani Kejati Sumbar, namun akhirnya difokuskan di Bareskrim. Sejumlah saksi juga sudah diperiksa. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumbar jauh-jauh hari menyebutkan total kerugian negara akibat Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif diperkirakan akan terus bertambah. Bahkan jumlahnya lebih besar dari yang tercatat saat ini diangka Rp 43 miliar. Setelah BPK turun melakukan cek ke lapangan dan ditemukan fakta terkait pembebasan lahan ini, masyarakat yang lahannya terkena dampak pembangunan hanya menerima satu kali pembayaran ganti ruginya. Anehnya, untuk tahun berikutnya tetap dianggarkan tapi tidak dibayarkan lagi.(h/mg-hen)

Selengkapnya…