PADANG-HALUAN
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang menolak semua eksepsi Yusafni Ajo, terdakwa korupsi dengan modus pembuatan SPj Fiktif senilai Rp 62 miliar. Dengan begitu, mantan pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman (Prasjaltarkim) Sumbar tersebut akan tetap duduk di kursi pesakitan.
Penolakan disampaikan ketua majelis hakim Irawan Munir dalam sidang dengan agenda putusan sela, senin (29/1) siang. Dalam pandangan hakim, dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi syarat materil maupun formil. Untuk itu, sidang akan dilanjutkan kepada pokok materi persidangan. “Menolak semua eksepsi dari penasihat hukum terdakwa, dengan demikian kita akan masuk ke dalam pokok perkara,” kata Irawan Munir didampingi hakim anggota Emria dan Perry Desmarera, saat membacakan amar putusan sela.
Lebih lanjut, majelis hakim juga memerintahkan kepada JPU untuk menghadirkan alat bukti ke persidangan. Begitu juga dengan para saksi. Sedianya, akan ada lima saksi yang diperiksa pada siang pekan depan. “ Diperintahkan kepada JPU agar menghadirkan saksi serta alat bukti lainnya ke persidangan, demi pembuktian dalam perkara ini,” ujarnya.
Terhadap putusan sela, JPU menyatakan telah memilah beberapa orang saksi yang akan dihadirkan pada sidang berikutnya. Pastinya tidak semua saksi yang terdapat dalam berkas perkara yang akan dihadirkan. “Kita telah memilah beberapa orang saksi yang akan hadir dalam persidangan. Lima orang saksi dipanggil pada Senin (5/2) mendatang,” ujar JPU Erianto.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU, perbuatan korupsi yang dilakukan Yusafni disebutkan dilakukan secara bersama. Nama Suprapto, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sumbar (kini Dinas PUPR-red) paling sering disebut oleh JPU. Dia disebut ikut terlibat secara bersama-sama melakukan korupsi dengan Yusafni. Suprapto kini sedang menjalani masa hukuman karena ditangkap KPK dalam kasus suap terhadap anggota komisi III DPR Fraksi Demokrat, I Putu Sidiartana sebesar Rp 500 juta. Dia sudah divonis 34 bulan oleh majelis hakim.
Perbuatan itu dilakukan sejak tahun 2012 sampai 2016, dalam kegiatan pengadaan tanah untuk sejumlah proyek di Sumbar. Total kerugian negara sebesar Rp 62,5 miliar rupiah. Yusafni disebutkan menyalahgunakan kewenangan, serta membuat SPj fiktif lebih dari satu. Dia juga dianggap melakukan pengadaan tanah denga cara memalsukan daftra nama pemilik tanah yang nantinya akan menerima ganti rugi, memotong anggaran, dan melakukan penggelembungan.
Yusafni berbuat dalam dua jabatan berbeda. Tahun 2012, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selanjutnya pada 2013 –2016 selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Sejumlah proyek yang dijadikan ladang korupsi adalah proyek ganti rugi lahan di Jalan Samudera Kota, ganti rugi lahan pembangunan Jalur II Bypas Padang, pembangunan Flyover Duku, Padang Pariaman, dan pembangunan Stadium yang juga di Padang Pariaman.
Uang hasil korupsi itu disebutkan JPU ditransfer ke sejumlah pihak dan dibelanjakan Yusafni. Khusus pemakaian pribadi, Yusafni setidaknya membeli mobil sebanyak 12 unit dalam kurun 2013 – 2016, sejumlah alat berat dan tanah di beberapa tempat.
Tidak hanya untuk barang, dia juga melakukan transfer dengan nilai tak sedikit ke sejumlah perusahaan dan orang. Mulai ke CV Kambang Raya yang merupakan miliknya, lalu ke PT Transkindo, PT Serumpun Indah Perkasa, PT Hexindo Adi Perkasa, CV Aulia dan PT Lybass Area Construction Raya. Beberapa nama juga disebut menerima transferan dari Yusafni, mulai dari Weni Darti, Nasrizal, Elia Harmonis dan Elfi Wahyuni. Namun tidak disebutkan jaksa secara terperinci, untuk apa uang itu disetorkan. (h/mg-hen)