Padang-Haluan
Keinginan masyarakat Sumbar agar kasus Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif yang merugikan negara puluhan miliar segera tuntas, tampaknya belum bisa terpenuhi dalam waktu dekat. Konsentrasi penyelidik Subdit Dit Tipidkor Bareskrim Polri yang menangani perkara ini sedang terpecah dan lebih fokus menangani perkara lain, ketimbang kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar di Sumbar itu.
Kasus SPj fiktif yang kini ditangani Bareskrim merupakan jilid dua. Untuk jilid pertamanya, sudah tuntas, dimana Yusafni Ajo, pegawai Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah divonis sembilan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang. Khusus jilid II, penyelidik sedang mengejar orang-orang yang diduga terlibat dan kecipratan uang korupsi yang menurut hitungan auditor BPK mencapai Rp62,5 miliar.
Tapi, proses penyelidikan bisa dipastikan tersendat dan mangkrak di Bareskrim. Bukan karena polisi ingin menghentikan perkara atau tidak menemukan bukti, tapi lebih dikarenakan adanya kasus prioritas yang mesti didahulukan. Bareskrim tahun ini berkosentrasi untuk menuntaskan perkara dugaan korupsi PT Pertamina EP Cepu, Blok Alas Dara Kemuning, yang menyeret PT PEPC ADK, dengan kerugian negara mencapai Rp178 miliar. Kasusnya telah ditahap penyidikan.
“Untuk kasus SPj fiktif yang terjadi di Sumbar, tim masih terus mendalaminya dengan mengumpulkan keterangan dan bukti. Namun, memang sekarang fokusnya menyelesaikan kasus lain. Kosentrasi tahun ini agak terbagi ke kasus PT PEPC ADK yang telah masuk tahap penyidikan. Meski demikian, bukan berarti kasusnya (SPj) fiktif diabaikan,” kata Totok, Minggu (8/7).
Lebih jauh Totok menjelaskan, untuk tahun ini pihaknya tengah menangi empat kasus, salah satunya kasus PT PEPC ADK. Setelah menyelesaikan kasus-kasus tersebut, pihaknya akan kembali berkonsentrasi penuh untuk membongkar keterlibatan pihak lain pada kasus SPj Fiktif yang masih dalam tahap penyelidikan. “Semoga tahun ini empat kasus yang sedang kami tangani selesai, dan tahun depan pendalaman untuk SPj fiktif jilid II dikebut. Kasus ini tidak berhenti pada jilid I dengan tersangka Yusafni saja. Keterlibatan pihak lain tentu ada. Mohon terus dukungannya. Kami jaga komitmen untuk ini,” kata Totok.
Penyelidik Dit Tipidkor Bareskrim Polri, AKBP Rahmat sebelumnya memastikan, dugaan aliran uang ke banyak pihak bukan sekadar ocehan Yusafni saja. Dalam pengembangan kasus, Bareskrim juga menemukan praktik tersebut. “Aliran uang ke sejumlah orang itu jelas ada, karena selain Tipidkor ini juga masuk ke ranah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Yusafni tidak bekerja sendiri. Dia hanya bagian dari dugaan tindak kejahatan yang terstruktur,” katanya beberapa waktu lalu.
Proses pengembangan kasus ini tetap akan terus dilakukan, karena menyangkut kerugian keuangan negara dengan jumlah cukup banyak. Perhitungan BPK RI, SPj Fiktif dengan pelaku utama Yusafni tersebut merugikan negara hingga Rp62,5 miliar. “Kami masih mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti. Gunanya tentu untuk melihat keterlibatan pihak-pihak lain. InsyaAllah kami terus fokus. Kami berharap semua pihak terus mendorong dan mendukung pengungkapan kasus ini,” katanya.
Informasi terakhir, Dittipidkor Bareskrim yang sebagian besar anggotanya mantan penyelidik dan penyidik KPK, telah memeriksa setidaknya 30 pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar dalam pengusutan kasus SPj Fiktif jilid II ini. Setelah penyelidikan tuntas dilakukan, sesuai tahapan yang berlaku, akan dilakukan gelar perkara untuk memastikan siapa yang terlibat dan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka.
Berharap Segera Dituntaskan
Arief Paderi dari Lembaga Anti Korupsi Integritas berharap penyidik mengungkap sampai tuntas kasus korupsi yang terbesar sepanjang sejarah di Sumbar. “Pada kasus SPj Fiktif yang pertama itu ada bukti-bukti baru yang disampaikan oleh Yusafni, itu menjadi pedoman untuk penyidik dalam pengembangan kasus ini. Penyelidik jangan berhenti, masyarakat Sumbar sangat berharap kasusnya segera tuntas dan pihak-pihak yang terlibat bisa segera mendapatkan kepastian hukum,” kata Arief kepada Haluan.
Dalam penuntasan kasus ini, semua pihak yang ikut serta ataupun menikmati uang hasil korupsi tersebut harus mempertanggungjawabkannya. “Penyidik harus kejar itu, sehingga bisa menciptakan proses hukum yang berkeadilan. Dari fakta persidangan dan keterangan terdakwa, ada pihak lain yang ikut menikmati, tapi sampai sekarang tidak terjerat,” katanya.
Alasan penyidik mengkesampingkan kasus SPj fiktif sementara waktu, menurut Arief kurang pas. “Kalau alasanya karena tengah menyelesaikan kasus lain, sehingga harus menunggu itu selesai, rasanya kurang pas. Kalau memang tidak sanggup mereka bisa menyerahkan pada lembaga lainya untuk menyelesaikan kasus ini,”kata Arief.
Dijelaskannya, awal kasus yang merugikan negara Rp62,5 itu ditanggani oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar. Namun diambil alih oleh Mabes polri. “Nah, jika memang Polri banyak kerjaan, bisa dibagi juga ke kejaksaan. Itu hal yang biasa saja, sepanjang memang niatnya agar upaya pemberantasan korupsi tidak berhenti,” ujarnya.
Hendriko Azhar dari Pusat Kajian Bung Hatta Anti Korupsi bahkan mendesak KPK untuk mengambil alih (take over) kasus ini. Dia meyakini Yusafni bukanlah pelaku tunggal. “Pasti ada aktor intelektualnya dalam perkara ini, untuk itu KPK harus melakukan take over kasus agar semuanya terang benderang. Kita tidak ingin ada upaya melokalisir kasus hingga menjerat bawahan-bawahan saja, tidak sampai pada aktor utamanya,” ungkap Hendriko.
Enam Mei lalu, para aktivis anti korupsi sudah menyatakan sikapnya terkait perkembangan kasus ini. Pentolan Gerakan Bersama Berantas Korupsi UNP, Isa Gautama mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal kasus ini. Aktivis dan media mesti bahu membahu menghimpun kekuatan untuk melawan korupsi. “Ini kasus luar biasa yang kerugian negaranya juga besar, siapa yang terlibat mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pernyataan Yusafni terkait penikmat uang korupsi jangan dianggap lalu saja oleh penegak hukum. Semuanya mesti diperiksa,” tegas Isa.
Ditambahkan Isa, kasus SPj fiktif bisa menjadi pintu masuk bagi aparat hukum untuk menelusuri kasus-kasus lainnya, yang patut juga diduga terjadi. “Perbuatan korupsi di Sumbar jangan dipandang hanya pada satu kasus ini saja. Barangkali ada juga kasus lain yang mesti jadi fokus aparat penegak hukum. Semuanya mesti dikawal dengan ketat,” tambah Isa.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand, Feri Amsari menyebutkan, KPK harus lebih maksimal mengawal kasus SPj fiktif. Selama ini, supervisi yang dilakukan KPK sebenarnya sudah berjalan, termasuk merekam jalannya persidangan. “Supervisi KPK mesti diperkuat agar publik percaya kasus SPj fiktif diusut tuntas,” lanjut Feri Amsari.
Juru Bicara KMS SB, Charles Simabura menyebut, para aktivis akan memberikan kajian perkembangan perkara kasus SPj fiktif ke KPK. “Melihat dari modus tindak pidana yang dilakukan serta fakta persidangan, secara administratif dari sisi penganggaran dan pertanggungjawaban anggaran, kasus korupsi SPJ fiktif semestinya harus dipertanggungjawabkan oleh banyak pihak melebihi apa yang disebutkan dalam surat dakwaan atas nama Yusafni. Apalagi terdakwa Yusafni juga menyebutkan banyak nama sebagai orang yang menerima aliran dana tindak pidana korupsi ini. KMS SB akan melakukan kajian dan menyerahkannya ke KPK,” ucap pengajar Fakultas Hukum Unand ini.
Secara khusus, ada empat poin yang jadi desakan KMS SB. “Pertama, meminta KPK untuk melakukan supervisi lebih intens dan atau mengambil alih kasus tersebut. Kedua, mendesak penegak hukum segera melakukan penuntutan terhadap Suprapto sebagai pihak yang disebut secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan Yusafni sebagaimana dinyatakan dalam surat dakwaan Yusafni.
Lalu mendesak penegak hukum untuk segera memeriksa nama-nama lain yang disebut terdakwa Yusafni baik di dalam dan di luar persidangan sebagai penerima aliran uang dugaan korupsi. Terakhir, mendesak Penyidik dan Penuntut Umum untuk mengoptimalkan penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang,” papar Charles. (h/mg-hen)