KPA Akui tak Teliti Periksa Dokumen SPM

Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPj Fiktif

Padang-Padek

Sidang lanjutan dugaan korupsi surat pertanggung jawaban fiktif (SPj) sebesar Rp62,6 miliar dengan terdakwa Yusafni kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang, Senin (12/1). Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan kuasa pengguna anggaran (KPA) Indra Jaya, bagian keuangan Erva Putra dan tiga anggota TAPD.

Saksi Indra Jaya menyebutkan sebagai KPA pada tahun 2014 dan 2015, ia telah melakukan pencairan uang senilai Rp29,2 miliar pada tahun 2015. Dana tersebut dipergunakan untuk ganti rugi pembebasan lahan untuk jalan Samudera, fly over, Jalan Bypass dan Stadion di Padang Pariaman.

“Selaku KPA, saya hanya tanda tangan Surat Perintah Membayarkan (SPM) tersebut berisikan nama-nama orang penerima ganti rugi, serta besaran yang akan dibayarkan, aku Indra Jaya kepada majelis hakim.

Ia mengatakan ketika mendatangani SPJ tersebut, ia tidak mengecek serta meneliti secara detail. Ia beranggapan kegiatan, kegiatan itu hanya melanjutkan dari tahun sebelumnya dan tidak mengetahui jika ada kuitansi ganda atas pencairan dana tersebut.

“Karena ini, kegiatan dari 2012,sementara saya KPA pada 2014 dan 2015. Saya berasumsi tidak ada masalah. Saya juga percaya kepada tim 9 dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) makanya tidak saya cek ulang terhadap SPM yang diusulkan untuk ditandatangani, “ terangnya.

Selama menjadi KPA, Indra Jaya tidak pernah membandingkan daftar penerima ganti rugi pada tahun sebelumnya. Karena tidak memiliki arsip laporan serta realisasi pada tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2016 Cuma ada laporan yang ditembuskan kepadanya. Pada laporan tersebut dinyatakan realisasi kegiatan pada 2015 telah 100 persen.

“Semua uang telah dicairkan dari bendahara pengeluaran sesuai dengan jumlah di SPM. Tapi saya tidak mengetahui apakah uang tersebut sampai pada masyarakat atau tidak. Saat saya tanya pada Yusafni katanya semua telah diserahkan, “ akunya.

Indra Jaya juga tak membantah, Yusafni pernah menemui ke ruangannya untuk membahas masalah pembebasan lahan.

“Atas kejadiaan ini, saya menyesal. Tidak melakukan penelitian atas berkas – berkas yang pernah saya tandatangani,” sesalnya.

Penuturan saksi lain, Erva Putra Bagian Keuangan menyebutka nsebagai bendahara ia hanya melakukan pembayaran atas  SPM yang berisiskan daftar nama penerima ganti rugi. Dalam verifikasi ia hanya mencocokkan daftar nama SPM bukan dokumen pendukungnya.

Sementara tiga orang saksi dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Desi Yuldini, Elvi Rusmi dan Febri Efrizal sebagai anggota dari TAPD tidak mengetahui terjadinya masalah tersebut. Mereka baru mengetahui, ketika sudah ada pemeriksaan oleh  BPK pada akhir tahun 2016 tentang adanya  SPJ Fiktif dalam pembebasan lahan tersebut.

Atas keterangannya saksi tersebut terdakwa Yusafni didampingi Penasihat Hukum Bob Hasan tidak membantah keterangan dari para saksi. Namun Yusafni hanya menegaskan yang memerintahkannya membuka Rekening  Bank  Mandiri itu adalah mantan Kepala Dinas PrasjalTarkim Sumbar Suprapto.

Ketua Majelis Irwan Munir didampingi hakim anggota Emria dan Perry Desmarera menunda sidang hingga pekan depan serta memerintahkan JPU menghadirkan saksi lainnya.

Perbuatan itu dilakukan Yusafni sejak tahun 2012 sampai 2016, dalam kegiatan pengadaan tanah untuk sejumlah proyek  di  Sumbar. Total kerugian Negara Rp62,5 miliar.(cr17)

Selengkapnya…