Pemuda, Jangan Mewarisi Abu Sumpah Pemuda

Padang, – Pemuda masa kini sebagai penerus perjuangan generasi masa lalu jangan hanya memahami sumpah pemuda sebagai satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Sumpah pemuda adalah awal dari tujuan berbangsa dan bertanah air.

“Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekedar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu Bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi itu bukanlah tujuan akhir.” Demikian pesan Bung Karno yang disampaikan Inspektur Upacara saat membacakan Pidato Menteri Pemuda dan Olahraga pada peringatan Upacara Sumpah Pemuda ke-89 Tahun 2017 di halaman kantor BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, Senin, (30/10).

Pada Upacara Sumpah Pemuda ini bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Kepala Perwakilan Bapak Pemut Aryo Wibowo dan komandan upacara adalah Kasubbag Hukum, Ronni Akbar.

Tanggal 28 Oktober 1928 atau 89 tahun yang lalu, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air berkumpul di sebuah gedung di Jalan Kramat Raya, daerah Kwitang Jakarta. Mereka mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu Bahasa, yaitu Indonesia.

Pesan yang disampaikan Bung Karno ini sangat mendalam khususnya bagi generasi muda Indonesia. Api sumpah pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita juga harus berani melawan ego kesukuan dan kedaerahan kita. Ego ini yang kadang kala mengemuka dan menggerus persaudaraan kita sesama anak bangsa.

Mari kita kukuhkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Stop segala bentuk perdebatan yang mengarah pada perpecahan bangsa. Kita seharusnya malu dengan para pemuda 1928 dan juga Bung Karno, karena masih harus berkutat di soal-soal ini. Sudah saatnya kita melangkah ke tujuan lain yang lebih besar yaitu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sumpah Pemuda dibacakan di arena kongres pemuda ke-2, dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama dan daerah. Jika kita membaca dokumen sejarah kongres pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh indonesia. Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah.

Dari belahan barat indonesia, terdapat nama Mohammad Yamin, seorang pemuda kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat yang mewakili organisasi pemuda Sumatera, Jong Sumatranen Bond. Kemudian dari belahan Timur Indonesia, ada Johannes Leimena, kelahiran kota ambon maluku, mewakili organisasi pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana dari Madura, ada juga Cornelis Lefrand Senduk, mewakili organisasi pemuda Sulawesi, Jong Celebes.

Sudah seharusnya kita meneladani langkah-langkah dan keberanian mereka hingga mampu menorehkan sejarah emas untuk bangsanya. Meskipun berbeda bahasa, agama, dan budaya mereka bisa mengesampingkan perbedaan itu dan menunjukkan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi para pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia.