Riza Falepi Angkat Bicara Soal Insinerator

PAYAKUMBUH-HALUAN

Upaya penyidikan atas dugaan korupsi dalam proyek insinerator (pemusnah limbah) RSUD Adnan WD Payakumbuh menuai komentar Wali Kota Payakumbuh, Riza Falepi. Ia menduga, ada konspirasi yang digalang pihak tertentu sehingga keberadaan insinerator di rumah sakit plat merah itu dipersoalkan.

Hal itu disampaikan Riza untuk menanggapi penggeledahan oleh belasan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Payakumbuh, terkait proyek insinerator senilai Rp1,8 miliar tersebut. Selain itu, Riza juga angkat bicara terkait proyek pembangunan GOR Tipe B di Kelurahan Tanjuang Pauh yang mangkrak, tetapi justru diduga banyak pihak terjadi praktik korupsi di dalamnya.

“Saya menegaskan bahwa saya tidak ingin melanggar regulasi yang berlaku untuk kepentingan pembangunan. Beberapa kebijakan yang tidak melangggar aturan untuk urusan proyek, itu diambil tak minta duit proyek. Apalagi mau keluar dari aturan,” sebui Riza, Rabu (26/2).

Terkait upaya penyelidikan atas pengadaan insinerator. Riza mengaku sebelumnya telah bertanya kepada pihak Kementerian Lingkungan Hidup terkait pengoperasiannya, dan dinyatakan tidak ada masalah karena telah memenuhi slandar tertentu sehingga boleh dipasang untuk mengganti insenerartor rumah sakit yang lama.

“Insinerator itu bahkan sudah dites, dan ikut disaksikan pihak Kejaksaan dan Kepolisian. Persoalannya kemudian, dibuat-buat seolah semua orang merasa insinerator itu sangat berbahaya. Padahal. alat itu dirancang sedemikian rupa oleh para ahii, untuk menahan zat berbahaya yang keluar dari asap itu, dan hasil pembakarannya juga tidak dibuang sembarangan. Jadi. sangat safety,” kata Riza.

Sampah rumah sakit, sebutnya lagi, jika tidak dibakar sendiri maka hartts diurus oleh pihak swasta dengan biaya pengurusan mencapai Rp50 hinggu 60 juta sebulan. Lantas saat pengadaan insinerator itu kemudian menjadi rumit, Riza menduga ada pihak tertentu yang memprovokasi di belakangnya.

“Saya menduga, ada konspirasi di sini, tapi saya tidak mau menuduh. Saya baru menduga. (Pengelolaan limbah rumah sakit) Ini adalah bisnis besar, sehingga mungkin saja ada yang tidak rela rumah sakit pakai insinerator sendiri,” sebutnya lagi.

Riza menyebutkan, pembangunan insinerator baru tersebut dilakukan di bawah arahan serta diproses sesua turan oleh Direktur RSUD besama Pejabat PelaksanaTeknis Kegiatan (PPTK) saat itu. Namun dalam proses perjalanannya, ternyata untuk mengganti insinerator memerlukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

“Di sini mereka khilaf karena tidak melakukan UKL-UPL. Sebab pekerjaan ini kan hanya mengganti sehingga dikira enggak perlu izin lingkungan. Padahal, tetap perlu izin karena spek alat baru ini berbeda dengan alat yang lama. Di sini awal masalahnya, sementara insinerator baru sudah terbangun. Selain itu, juga ada beberapa warga yang menolak penggunaannya dan mengajak warga lain untuk ikut menolak,” sebut Riza lagi.

Riza mengaku baru mengetahui persoalan tersebut dari hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan saat itu ia selaku wali kota juga diminta untuk mencari jalan keluar penyelesaian masalah tersebut. Namun. untuk dipindahkan ke lokasi mana pun, justru mendapatkan penolakan dari warga dengan alasan yang dinilai tidak masuk akal.

“Ini masalahnya seperti tidak ada solusi. Kalau solusi tidak ada, berarti warga yang sehari-hari menggunakan RSUD juga ikut menolak, sehingga sama saja tidak memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk persoalan ini. Di mana hati nurani mereka yang menolak itu. Anak kemenakannya berobat ke rumah sakit, tapi mereka tidak mau menampung persoalan rumah sakit,” katanya lagi.

Riza juga menjelaskan, proyek pengadaan insinerator tersebut tidak dilakukan mclalui tender di Kota Payakumbuh. akan tetapi melalui e-katalog yang artinya harga ditentukan oleh pusat dan Pemko Payakumbuh tinggal menunjuk dan memilih barang yang akan dibeli. Ia mengumpamakan dengan pengadaan kendaraan dinas, di mana tender tak diperlukan meski harga kendaraan tersebut di atas Rp200 juta.

“Cukup dengan membaca ekatalog, tinggal tunjuk barang dan membelinya. Terkait tuduhan banyak media terhadap adanya korupsi di insinerator ini. saya duga tergantung sudut pandang dan niat saja. Artinya, harga ditenderkan di pusat semua dan berlaku di seluruh indonesia. Dengan mekanisme ini, peluang korupsi itu sulit terjadi,” ucapnya lagi.

Meski pun begitu, Riza juga tak menampik bahwa ada kelengahan dari rumah sakit terkait pengadaan insinerator tersebut. Akan tetapi di sisi Iain, administrasi lingkungan juga tidak bisa keluar karena dilolak oleh warga, sedangkan insinerator itu sendiri sudah berdiri. “Di luar dari itu, kalau ada anak buah saya yang KKN, saya tidak tahu dan tidak pemah terlibat,” tegasnya.

Masalah GOR Tipe B

Selain menyoroti proses penyelidikan terhadap insinerator, Riza juga angkat bicara terkait proyek pembangunan GOR Tipe B di Kelurahan Tanjuang Pauh yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp12 milyar lebih dan belum kunjung selesai hingga akhir tahun 2019. Riza menegaskan, tidak ada unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme ( KKN) dalam proyek tersebut.

“Setelah pihak rekanan diberi waktu tambahan 50 hari pelaksanaan, sampai 19 Februari 2020 ternyata proyek masih mangkrak atau tidak kelar. Sepanjang proyek itu mangkrak, tidak ada unsur KKN dan tetap sesuai dengan regulasi. Proyek mangkrak itu bukan berarti kriminal,” kata Riza lagi.

Menurutnya, apabila pekerjaan GOR Tipe B itu tidak selesai, maka pihak rekanan sudah pasti dikenakan sanksi. Aturan itu telah tertera pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), di mana ada jaminan yang akan dieksekusi, proses black list, dan pekerjaan dilanjutkan dengan anggaran di tahun berikutnya.

Penggeledahan RSUD

Sebelumnya diberitakan, belasan penyidik Kejari Payakumbuh mendatangi RSUD Adnan WD Payakumbuh pada Selasa (25/2) lalu. Di rumah sakit itu, penyidik melakukan pemeriksaan dan penyitaan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan insinerator senilai Rp1,8 miliar.

“Penggeledahan dilakukan sebagai rangkaian dari proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pada kegiatan pengadaan insinerator. Kami menyasar beberapa ruangan, di antaranya ruangan arsip dan ruangan direktur,” sebut Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Payakumbuh, Satrla Lerino, kepala sejumlah wartawan.

Di ruangan arsip, sambung Rino, penyidik menyita belasan dokumen. Sementara di runganan direktur. penyidik menyita puluhan dokumen serta berkas penting lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan incenerator. “Semua dokumen kami sita untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Ada puluhan dokumen,” sebutnya lagi.

Rino menerangkan, dokumen yang disita adalah dokumen yang berkaitan dengan seluruh kegiatan pengadaan insinerator pada 2015 dan 2016. Dugaan korupsi ini berawal dari tidak beroperasinya alat pembakar limbah medis B-3 itu setelah dilakukan pengadaan. Selain itu, pengadaan insinerator itu juga mendapat sorotar dari DPRD. dan diwamai penolakan warga. (h/ddg)

Selengkapnya…