Terdakwa Rp62,5 Miliar Pakai SK Gubernur

Padang, Haluan

Pemindahan uang miliar rupiah dari bank Nagari ke Bank Mandiri menjadi titik krusial dalam kasus dugaan korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif senilai Rp62,5 miliar. Yusafni Ajo, terdakwa dalam kasus ini berperan sebagai orang yang memindahkan uang, dengan landasan sejumlah surat, termasuk Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno.

Persoalan pemindahan uang ini diungkap Costumer Service Officer (CSO) Bank Mandiri KC Padang Taman Melati Rianti Nova dalam sidang lanjutan di pengadilan Tipikor Padang, Senin (9/4). SK Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno yang diabawa oleh Yusafni itulah yang akhirnya menjadi alasan persetujuan pembukaan rekening oleh pihak bank.

Dijelaskan Rianti, rekening yang dibuka yusafni adalah non perorangan kategori bisnis government. Rekening itu jadi wadah penampungan anggaran kegiatan pengadaan pembebasan lahan dengan specimen hanya atas nama Yusafni. “Tahun 2012 ada pembukaan rekening yang dilakukan langsung oleh Yusafni, kami mengizinkan pembukaan rekening karena ada Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang penetapan Yusafni sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai lampiran. Juga ada surat kuasa Suprapto selaku Kadis Prasjaltarkim kala itu,” terang Rianti Nova dihadapan majelis hakim.

Yusafni Ajo diketahui pernah dua kali membuka rekening Bank Mandiri, dan memindahkan uang puluhan miliar dari Bank Nagari. Selain tahun 2012, Yusafni jga membuka rekening pada tahun 2015. Serupa dengan yang pertama, landasannya juga sama. Rekening itu untuk penampungan uang kegiatan. “Jumlah transaksi pembukaan rekening miliaran rupiah. Saya lupa angka pastinya. Yusafni berkali-kali melakukan transfer dari rekening Bank Nagari  ke rekening Bank Mandiri. Selanjutnya banyak transaksi yang dilakukan Yusafni, dan juga da beberapa pembukaan rekening atas nama Elia Harmonis dan Nasrizal,” kata Rianti.

Pembukaan rekening Bank Mandiri untuk rekening kegiatan proyek pemerintah jadi pertanyaan banyak pihak. Bank Mandiri bukanlah bank yang terikat kerjasama dengan Pemprov Sumbar terkait dengan kegiatan yang uangnya bersumber dari uang negara. Hal itu diakui Rianti. “Memang, kami tidak memiliki kerjasama dengan Pemprov Sumbar. Tapi khusus rekening Yusafni, ritu rekening bisnis, tidak giro, sehingga memudahkan dalam melakukan pencairan uang yang ada,” ungkap Rianti lagi.

Dalam melakukan transfer, Yusafni kerap tanpa pendamping. Dia sering sendiri saja ke Bank Mandiri, Mardianto dan Randi Maidan, yang acap melayani Yusafni dalam bertransaksi. “Yusafni sering ke Bank Mandiri untuk transaksi keuangan. Dia datang tanpa pendampingan. Kami melayaninya seperti melayani nasabah lain,” papar keduanya.

Evi Wahyuni mantan pekerja di perusahaan milik Yusafni mengakui, kalau Yusafni pernah meminjam KTP miliknya untuk membuka rekening bank. Setelah diberikan, dia tidak pernah mengetahui transaksi yang dilakukan terdakwa atas rekening tersebut. Buku tabungan beserta kartu ATM juga dipegang oleh Yusafni. Ia tidak mengetahui  apa-apa tentang transaksi rekening atas namanya. “Saya bekerja di PT Kiambang Raya sebagai admin. Bapak meminjam KTP untuk membuka rekening, saya berikan. Tapi saya tidak pernah menanyakan kegunaanya,” kata Evi. Hal yang sama juga diungkapkan Nasrizal.

Yusafni mempergunakan uang proyek untuk banyak hal. Diantaranya membeli tiga unit mobil. Mulai dari pikap, Kijang Innova dan Hyundai Harmonis. Menurut Elia, mobil itu tidak untuk dirinya. “Mobil itu bukan untuk saya, Innova dipakai Yusafni, sedangkan Hyundai Tucson dipakai Pak Suprapto,” kata Elia ketika dikonfirmasikan oleh Hakim.

Hal tersebut dibenarkan oleh terdakwa Yusafni. Ia mengaku sengaja membeli mobil tersebut karena diminta oleh atasannya (Suprapto) dan Innova untuk operasional terdakwa. Diakui saksi Liberti Ahmad, bagian keuangan Hyundai Padang, berdasarkan catatan diperusahaannya bekerja tercatat Yusafni juga melakukan pembelian mobil merek Hyundai Tucson atas nama Elia Harmonis pada tahun 2015 seharga Rp386 juta. “Pembelian dilakukan dengan cara kredit, dengan down payment Rp148 juta, yang dibayarkan langsung oleh terdakwa,” kata Liberti.

Sementara, Sri Febrianti yang bekerja di Showroom Ford mengakui mengenal Yusafni sebagai pelanggan yang pernah membeli mobil ditempat saksi bekerja. “Ada dua kali transaksi pembelian mobil. Pembelian pertama pada 2013 secara kredit senilai Rp249 juta dan kemudian pada 2015 kembali membeli secara kredit melalui perusahaan pembiayaan mobil senilai Rp399 juta,”  kata Sri.

Yusafni juga melakukan pembelian mobil Volkswagen (VW) tahun 2013 kepada PT Tasiyo, untuk pembayarannya dilakukan secara transfer. “Memang ada pembelian mobil VW, saya memberikan penjelasan dan memberikan gambaran terkait mobil tersebut kepada Yusafni,” ungkap Gani Suryanto yang juga dihadirkan sebagai saksi.

Tidak hanya itu, Yusafni juga membeli dua unit  mobil pikap dari Elang Perkasa Motor sebagai pada tahun 2013 dan 2014. Yusafni juga melakukan transaksi pembelian mobil Toyota berbagai merek di Toyota Intercom dalam rentan waktu 2012-2017. “Ada sekitar 15 unit yang berbagai type dibeli kepada kami, kebanyakan mobil tersebut dibeli secara kredit. Untuk kepemilikannya bermacam-macam dan ada atas nama Elia Harmonis, dan nama-nama lainnya,” kata Meli Susanti, karyawan Intercom Padang dihadapan majelis hakim yang diketuai Irwan Munir dan Hakim anggota Emria dan Fery Deamarera.

Setelah mendengar keterangan seluruh saksi, majelis hakim akhirnya menunda persidangan hingga Senin (16/7). Sidang pekan depan termasuk yang penting karena menghadirkan mantan Kadis prasjaltarkim, Suprapto sebagai saksi. Disebutkan Yusafni sebelumnya, Suprapto yang kini sedang menjalani tahanan terkait kasus suap anggota DPR RI adalah saksi kunci. “Pekan depan JPU harus kembali menghadirkan saksi,”  papar ketua majelis hakim mengetok palu sidang.

Dalam dakwaan JPU, perbuatan korup dilakukan sejak tahun 2012 sampai 2016, dalam kegiatan pengadaan tanah untuk sejumlah proyek di Sumbar. Total kerugian negara sebesar Rp62,5 miliar rupiah. Yusafni disebutkan menyalahgunakan kewenangan, serta membuat SPj fiktif lebih dari satu.

Dia juga dianggap melakukan pengadaan tanah dengan cara memalsukan daftar nama pemilik tanah yang nantinya akan menerima ganti rugi, memotong anggaran, dan melakukan penggelembungan.

Yusafni berbuat dalam dua jabatan berbeda. Tahun 2012 selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selanjutnya pada 2013 – 2016 selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada DINAS Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR). Sejumlah proyek yang dijadikan ladang korupsi adalah proyek ganti rugi lahan di jalan Samudera Kota Padang, ganti rugi lahan pembangunan Flyover Duku, Padang Pariaman, dan pembangunan Stadium yang juga di Padang Pariaman.

Uang hasil korupsi itu disebutkan JPU ditransfer ke sejumlah pihak dan dibelanjakan Yusafni. Khusus pemakaian pribadi, Yusafni setidaknya membeli mobil sebanyak 12 unit dalam kurun 2013-2016, sejumlah alat berat dan Tanah di beberapa tempat.  Tidak hanya untuk barang, dia juga melakukan transfer dengan nilai tidak sedikit ke sejumlah perusahaan dan orang. Mulai ke CV Kiambang Raya yang merupakan miliknya, lalu ke PT Trakindo, PT Serumpun Indah Perkasa, PT Hexindo Adi Perkasa, CV Aulia dan PT Lybas Area Construction Raya. Beberapa nama juga disebut menerima transferan dari Yusafni, mulai dari Weni Darti, Nasrizal, Elia Harmonis dan Elfi Wahyuni. Namun tidak disebutkan jaksa secara terperinci, untuk apa uang itu disetorkan.

Selengkapnya…